Gadis berambut pendek itu berdiri di dekat gerbang sekolah. Ransel bertengger di punggungnya, sedang tangan kirinya menenteng sebuah tas tangan. Dengan celana jeans dan T-shirt yang ia kenakan, orang yang menatapnya sekilas bisa salah mengiranya adalah anak laki-laki. Gadis itu kembali melihat jam tangannya, lalu berdecak. “Tumben ngaret,” gerutunya.
“Cha! Ngapain berdiri di situ?” Panggil seorang gadis yang baru saja turun dari mobil yang mengantarnya. Sambil menyeret koper, ia berjalan menuju gerbang.
“Hai, Kak Va!” Frisca, gadis berambut pendek itu melambaikan tangan. “Lagi nungguin pacarku lah!”
“Belum dateng?”
“Nah itu, tumben ngaret dianya.”
“Aku masuk dulu ya.” Nova, siswi tingkat III itu melanjutkan langkahnya, menyeret koper memasuki gerbang sekolah.
Frisca menghela napas. Kemudian tatapannya tertuju pada sebuah motor yang berhenti tak jauh di depannya. Ia pun berkacak pinggang, memperhatikan ojek online dan penumpangnya.
Gadis dengan kostum serba hitam itu turun dari boncengan ojek online yang mengantarnya. Usai memberikan helm dan membayar tagihan, ia pun berterima kasih pada tukang ojek. Ia menatap ke arah gerbang, tersenyum lebar, dan berjalan menghampiri Frisca.
“Tumben ngaret?” sambut Frisca. “Ya ampun! Bener-bener kayak gadis desa,” ia menggelengkan kepala sambil mengamati temannya.
Gadis berambut ikal yang dikepang dua itu tersenyum lebar. “Maaf. Ada sedikit masalah,” ujarnya meminta maaf.
“Dan masalah itu sampai bikin kamu naik ojek? Sopir sama mobilmu ke mana?”
“Ada sih. Lebih enak naik motor. Bisa nyalip-nyalip di kemacetan.”
“Serah deh! Masuk yuk!” Frisca dan teman yang ia tunggu-tunggu itu berjalan berdampingan memasuki gerbang.
“Gimana liburanmu di Malang?” Frisca kembali memulai obrolan.
“Seru banget! Rumah mbahku di desa, deket sawah pula. Surga banget!” gadis berkepang dua itu berseri-seri.
Frisca memutar kedua bola matanya. “Sarang serangga tetaplah surga bagi Yoan.”
“Hahaha.” Yoanta, gadis berkepang dua itu tergelak. “Serangga itu seksi tahu!”
“Trus misal disuruh fotoin kecoak, kamu mau?”
“Tergantung bayarannya dong.”
“Ih! Amit-amit deh!”
“Nggak terasa ya udah tahun ajaran baru dan kita udah jadi senior tingkat dua. Kira-kira tahun ini aku dapet nomer 41 lagi nggak ya?”
“Tahun kemarin kan karena ada yang tuker. Masa iya sih kamar nomer 41 itu angker?”
“Biasa aja. Nggak ada angkernya sama sekali. Lagian siapa sih yang memulai rumor itu?”
“Karena kamunya juga angker tuh! Mana ada cewek demen sama serangga? Angker itu namanya!”
“Beneran biasa aja. Mungkin karena letaknya di pojok, jadi kesannya creepy. Aku sih betah aja tinggal di sana. Bukan hanya karena 41 angka favoritku, tapi kamarnya emang enak kok.”
“Ntar kalau kamu dapet nomer 41, aku mau cari tukeran nomer 50. Biar kamar kita berhadapan.”
“Segitu cintanya sama aku ya?”
“Iya dong! Kita kan couple of the year di sekolah ini.”
“Hahaha. Gara-gara Trio Cacing ya? Kita jadi dapat julukan couple of the year. Ke mana mereka? Udah pada dateng belum?”
“Emang aku peduli gitu?”
“Oya, aku ada misi dari Memes[1].”
“Misi?”
“He’em!”
“Di sekolah?”