Pagi hari kedua. Yoanta kembali membangunkan Davin saat subuh, lalu meninggalkan Davin untuk mengikuti jamaah di musala. Davin mengunci pintu, melepas wig-nya dan bergegas menuju kamar mandi.
Semalam tidurnya cukup lelap, karena Yoanta kembali menyalakan AC untuknya. Davin merasa beruntung memiliki teman sekamar seperti Yoanta. Gadis itu tidak berisik dan sosok yang pengertian.
Selesai mandi, Davin bergegas mengenakan wig. Ia mendengar suara orang mengobrol di balik pintu dan buru-buru membuka pintu. Ia terlambat membuka pintu karena terlalu asik mandi air hangat, ia siap jika Yoanta marah padanya.
Davin terkejut ketika pintu terbuka. Bukan Yoanta, Cha, dan Ina yang berada di depan pintu, melainkan empat gadis yang Davin kenali sebagai senior, teman seangkatan Yoanta. Davin ingat nama mereka, Kaila, Erlinda, dan Selma, satu gadis yang berdiri di belakang Erlinda bernama Jenny. Davin hafal usai perkenalan saat MPLS kemarin, karena mereka berempat termasuk anggota OSIS yang mencolok dan menyebalkan.
“Yoan belum balik?” tanya Erlinda tanpa basa-basi.
Davin menggeleng.
“Jamaah udah bubar, kenapa dia belum balik?”
Davin mengangkat kedua bahunya, lalu menggeleng.
“Kamu ini nggak sopan banget sih!” Erlinda membentak. “Ditanya senior nggak mau ngomong! Punya mulut kan? Atau kamu bisu?!”
Davin kembali menggelengkan kepala.
“Heh! Junior!” Erlinda mendorong dada Davin hingga Davin mundur selangkah. “Jangan sok deh kamu!” sambil kembali mendorong dada Davin. “Tunggu!” Erlinda mengamati dada Davin.
“Kenapa, Beb?” tanya Kaila.
“Dadanya datar banget,” jawab Erlinda.
“Orang Korea kan dadanya emang kecil, Beb.” Gantian Selma yang angkat bicara.
Gadis-gadis ini benar-benar berisik! Liat dada kalian sendiri! Emangnya berisi?! Davin bergumam kesal di dalam hati. Kenapa para gadis selalu ribut soal dada sih?!
“I know! Tapi, dia datar banget. Kayak nggak ada sesuatu di sana.” Erlinda mengamati kedua tangan yang ia gunakan untuk mendorong dada Davin.
“What?? Segitunya sih kamu, Beb.” Jenny yang berdiri di belakang ikut berkomentar.
“Hei, junior! Jangan belagu deh lo! Mentang-mentang turunan Korea, sok cool! Sok kecakepan! Di sini lo bukan idol. Jadi, jangan belagu deh!” Erlinda memperingatkan Davin. Ia kembali menggunakan bahasa kesehariannya dengan menyebut lawan bicaranya ‘lo’.
“Emang sih K-Pop lagi booming di sini. Tapi, nggak ngaruh juga sih lo bergaya sok-sokan kayak gitu. Sok kuudere[1] banget!” sambung Selma.
Davin tetap bungkam.
“Mungkin dia emang bisu, Beb.” Kaila tak mau ketinggalan mengolok.
Erlinda maju selangkah lebih dekat pada Davin, membuat Davin mundur selangkah. Erlinda menatap sengit pada Davin. “Liat aja! Lo bakal nyesel udah bersikap gini ke gue!” Erlinda memberikan ancaman sambil mendorong dada Davin lagi. “Benar-benar datar,” gumam Erlinda sembari berjalan meninggalkan kamar Davin. “Kayak nggak ada daging di sana,” imbuhnya kemudian menggelengkan kepala.
Davin menutup pintu dan merapatkan punggungnya pada daun pintu. Ia menghela napas, seolah napas itu baru kembali mengisi tubuhnya. Ia mengelus dadanya dan kembali menghela napas.
***
MPLS hari kedua. Setelah apel pagi dan sarapan bersama, murid baru digiring ke ruang auditorium untuk menerima materi. Setelah ISOMA, murid baru digiring menuju kolam renang indoor usai mereka diberi intruksi untuk ganti pakaian olahraga.