Memaksa tidur dalam kondisi penasaran benar-benar membuat Davin tersiksa, membuatnya berakhir insomnia. Mendekati subuh baru ia bisa terlelap, namun tak lama kemudian Yoanta sudah membangunkannya.
Seperti yang dikatakan Yoanta, MPLS hari terakhir banyak jebakan untuk mempermulus sandiwara dari para senior. Walau telah mengetahui hal itu, Davin sempat terbawa suasana, namun tak sampai larut dan terbawa arus sandiwara. MPLS hari terakhir, banyak junior yang dibuat menangis karena sandiwara para senior.
“Sudah kubilang mereka hanya sandiwara, kamu malah nangis.” Davin menatap Ina dengan heran.
“Kamu nggak bisa ngrasain gimana sedihnya liat Kak Yoan dipojokin kayak gitu. Aku nggak nyangka mereka memperalat aku dan peristiwa di kolam renang. Kak Erlinda cocok banget jadi tukang bully. Nggak perlu akting emang ahli dia.” Ina bersungut-sungut karena kesal pada Erlinda. Ia berada di kamar Davin untuk menunggu jam makan malam tiba.
“Davin, kamu nulis surat buat siapa? Surat kesan itu.” Ina penasaran. “Aku nulis buat Kak Yoan. Kamu tahu, dia kandidat Ketua OSIS periode berikutnya lho.”
“Iya??”
“He’em. Tahun lalu Kak Yoan tinggal di kamar ini dengan Kak Va. Kak Va, Ketua Umum OSIS periode tahun ini, kan. Sedang Kak Cha, sekamar dengan Kak Beby. Dia Ketua MPK periode tahun ini. Kak Va dan Kak Beby ingin Kak Yoan jadi penerus Kak Va. Tentu aja pesaingnya Kak Erlinda. Itu menyebalkan, kan? Setelah Kak Cha cerita tentang rencana pencalonan Kak Yoan, aku terus berusaha membujuk teman-teman untuk menulis surat dukungan untuknya.”
“Diam-diam kamu jadi tim suksesnya?”
“Kamu ini!” Ina memukul pelan lengan Davin. “Pikirkan keuntungannya bagi kita. Posisimu dan Vini akan aman jika Kak Yoan yang jadi Ketua Umum OSIS. Jika posisi itu jatuh ke tangan Kak Erlinda, bisa jadi mimpi buruk bagi kita! Walau aku udah berusaha dengan keras, aku nggak tahu sampai kapan aku bisa menutupi kebohongan ini.”
Davin terdiam, mempertimbangkan penjabaran Ina tentang posisi Yoanta. Apa yang dikatakan Ina benar adanya. Mereka tidak hanya harus membuat posisi mereka aman, tapi juga posisi Davinia jika ia dan adik kembarnya bertukar tempat.
“Ina, apa sebelumnya kamu kenal Kak Yoan?” tanya Davin.
“Nggak. Baru ketemu di sini. Kenapa?”
Davin pun menceritakan apa yang terjadi semalam pada Ina. Tentang pengakuan Yoanta yang telah berjanji pada seseorang untuk menjaganya. Ina terkejut mendengar itu semua.
“Aku benar-benar nggak tahu siapa dia, tapi ini menguntungkan. Tuhan berpihak pada kita.” komentar Ina setelah Davin selesai bercerita.
“Jangan senang dulu. Mungkin aja dia nggak tahu kalau aku cowok.”
“Bisa jadi. Kak Yoan tenang gitu sekamar sama kamu. Aku yakin dia pasti nggak tahu kalau kamu cowok. Kamu harus tetep hati-hati.”
Davin mengangguk paham.
“Apa ini ulah Tante?”
“Ulah omma?”
“Iya. Tentang janji Kak Yoan.”
“Bukan kayaknya. Omma nggak pernah nyebut nama Yoanta sebelumnya.”
“Bukan ya?” Ina diam sejenak. “Nggak usah dipikirin dah. Yang penting dia di pihak kita.”
Davin menganggukkan kepala, tanda setuju.
***
“Aku nggak bisa nyerahin posisi itu ke Erlinda. Aku tahu dia pesaing terbesarmu, tapi aku akan berusaha.” Gadis berwajah lancip dengan mata lebar itu menatap lurus pada Yoanta. Rambut bergelombangnya ia biarkan terurai. Namanya Nova dan akrab dipanggil Va. Ketua Umum OSIS periode tahun ini sekaligus senior tingkat III dan mantan teman sekamar Yoanta.
“Jujur aku nggak minat jadi ketua umum.” Yoanta terus menolak.
“Kamu tega serahin masa depan OSIS ke Erlinda?” Gadis berwajah bulat dengan pipi chubby itu memutar kedua mata bulatnya. “Yoan, kamu nggak kasihan ke yang lain apa?” keluh Beby, teman dekat Nova yang memegang jabatan ketua MPK periode tahun ini.
“Aku udah berusaha membujuk dia. Jujur aku juga menggantungkan harapan padanya.” Frisca ikut bicara.
“Kenapa nggak Cha aja sih yang dipilih?” Yoanta melempar tanggung jawab.
“Cha nggak ada bakat jadi leader!” Beby langsung mengutarakan alasannya tak mau memilih Frisca.
“Betul!” Frisca memberikan dua jempolnya untuk Beby.
“Surat dari junior banyak yang buat kamu.” Nova tak lelah membujuk Yoanta.
“Bagus banget! Kamu udah menangin hati junior dari awal, selanjutnya aku yakin bakalan lebih mudah.” Beby menatap satu per satu rekannya yang duduk mengitari meja di kantin.
Yoanta menghela napas panjang. “Oke, oke! Aku akan maju.”
Beby, Nova, dan Frisca kompak tersenyum lebar mendengarnya.
“Aku rasa itu akan menguntungkanku, karena sekarang aku bertanggung jawab atas seseorang. Aku udah janji ke Memes buat melindungi orang itu.”