Di antara kompleks rumah-rumah mewah, berdiri sebuah gedung kotak sempurna dengan desain eksterior yang futuristik. Benar-benar mencolok. Sebuah logo dengan warna yang padu antara hijau dan hitam terpampang jelas di sisi muka gedung. Di bawahnya terdapat tulisan Brawler Box. Cukup ketara sebagai sebuah markas tim esports, atau biasa dikenal sebagai GH, alias gaming house.
Semua anggota tim masih berkumpul di sana. Memang, tak ada lagi agenda Brawler Box setelah kekalahan mereka. Setidaknya untuk sementara waktu. Sampai musim selanjutnya dimulai, mereka biasanya akan berlibur sejenak sebelum kembali berkumpul untuk persiapan.
Setelah kekalahan kemarin, Brawler Box hanya bisa berpartisipasi di final sebagai penonton. Tentu, jika saja Emil tidak memaksa tim untuk menonton, mereka sama sekali tak sudi duduk di tribune stadion. Menyakitkan bagi mereka, dipaksa menyaksikan sebuah rekor baru lahir. Sekaligus membawa catatan rekor mereka sebagai juara terbanyak IWL berakhir. Ascend Esports, seperti yang sudah banyak diprediksi, memenangkan gelar juara mereka yang ketiga. Mereka bahkan memenangi ketiga kejuaraan itu dalam tiga musim berturut-turut.
Di lantai dua GH, lima pemain utama Brawler Box, dan dua pemain cadangan berkumpul. Juna menjadi satu-satunya yang berdiri, sedang enam pemain lain duduk melingkari sebuah meja yang memiliki layar di tengahnya. Ia menekan layar, tepat pada ikon yang berbentuk daun. Layar kemudian menampilkan daftar warrior yang dilabeli ‘Jungler’. Artinya, warrior yang muncul di layar biasa digunakan untuk mengisi peran sebagai Jungler dalam permainan.
Jungler adalah salah satu peran yang harus diisi dalam permainan WoV. Pemain yang mengisi peran ini memiliki tugas yang penting, bahkan bisa menjadi penentu kemenangan. Tugas dari seorang Jungler sangat jauh dari kata sederhana. Jungler mengemban tugas untuk membersihkan monster dalam area hutan tim, membantu pemain lain, dan melakukan kontes dengan Jungler lawan untuk mendapatkan objective1 permainan. Keterampilan seorang Jungler dalam menggunakan warrior, juga pergerakan yang dilakukan, menjadi salah satu titik utama strategi dalam pertandingan.
“Gue emang tau cara jadi Jungler yang bener, tapi …,” Juna menekan ujung layar, daftar warrior yang muncul kemudian diurutkan berdasarkan kesulitan.
“Warrior Jungler yang masuk meta2 sekarang, kebanyakan susah dipake. Tingkat kesulitannya tuh tinggi. Kalian tahu kan kelemahan gue?”
Semuanya mengangguk. Mereka mulai dapat menebak arah pembicaraan Juna.
“Dan gue udah bilang ke Bang Emil kalau kita butuh Jungler baru.”
“Lu serius, Jun?” Potong Gery, Mid Laner utama Brawler Box. Mid Laner adalah sebutan untuk pemain yang mengisi Bifrost Lane, sebuah jalur di tengah dua jalur lain dalam permainan.
“Iya, gue serius.”
“Terus, mau ngambil pemain dari mana? Dhani anak Triple B?” Heru, Kraken Laner utama tim, turut menanggapi. Dalam permainan, Heru bersama seorang Support mengisi jalur yang disebut Kraken Lane.
Triple B, alias Brawler Box B, merupakan tim lapis dua milik Brawler Box yang berlaga di liga WoV kasta kedua. Biasanya, pemain yang baru bergabung dalam sebuah tim esports akan terlebih dahulu masuk ke tim lapis dua, atau pun pemain cadangan tim utama. Jarang sekali ada pemain baru yang memiliki kemampuan untuk langsung bermain di tim utama.
Juna diam sejenak.
“Dhani jelas masuk salah satu opsi, tapi Bang Emil juga setuju untuk nyari pemain baru.”
“Loh pemain baru? Kenapa enggak langsung promosiin Dhani ke tim utama aja?” Gery menanggapi lagi.
“Emang lu enggak inget, Ger? Musim kemarin kan kita udah nyoba itu, hasilnya?”
Gery terdiam, omongan Juna membuat Gery mengingat IWL musim lalu. Di mana Dhani debut untuk pertama kali di tim utama. Karena kebutuhan taktik, Dhani dipakai untuk menggantikan Juna. Namun hasil yang didapat tak sesuai harapan. Meski tak kalah telak, tetap saja, Dhani tak jauh lebih unggul dari pada Juna. Pergantian itu tak berhasil memberikan kemenangan.
Bahkan tak hanya dalam satu laga. Di beberapa laga lain, Dhani yang menggantikan Juna memang tak terlalu memberikan hasil yang berbeda. Terlebih, warrior yang dikuasai Dhani juga tak banyak berbeda dengan Juna. Mereka berdua seperti setara.
“Bener juga sih, kek ga ada bedanya cara main Bang Juna sama Bang Dhani,” kini giliran Kai yang ikut menanggapi. Kai merupakan seorang Jormun Laner yang menempati Jormungand Lane seorang diri. Ia masih sangat muda.
“Nah tepat,” Juna sepakat.
“Makanya kita perlu nyari pemain baru,” lanjutnya.
Pintu ruangan tiba-tiba terbuka. Emil dan Billa memasuki ruangan setelahnya. Mereka berdua duduk di sebelah Juna yang sedari tadi terus berdiri. Billa menekan layar, menunjukan data lima puluh nama pemain yang sudah dipantau Brawler Box.
“Ini list Jungler publik yang udah kita amati cukup lama. Udah kita update juga,” ucap Emil.
“Pemain-pemain ini semuanya Jungler, dan juga Aesir,” imbuh Billa.
Aesir merupakan peringkat tertinggi yang dapat dicapai pemain dalam ranked mode WoV. Hanya 500 pemain dalam satu server yang dapat menjadi Aesir. Jika ada pemain lain yang menjadi Aesir baru, artinya akan ada Aesir lain yang digantikan. Hampir semua pemain WoV yang menjadi atlet esports profesional menempati peringkat ini. Namun saking kompetitifnya, bahkan ada pemain profesional yang bersusah payah untuk berebut gelar Aesir dengan pemain lain.
“Terus juga ada beberapa nama yang punya kelebihan lain, kek misal pemain yang paling atas ini, dia pegang top server Fenrir. Warrior yang banyak dia pake pun kesulitannya tinggi. Sesuai dengan apa yang kita cari buat jadi Jungler baru,” lanjut Billa begitu yakin.
Pemain teratas dalam daftar bernama Breather, tentu itu hanya nama panggilan dalam game yang dipilih pemain itu sendiri. Jarang sekali ada orang yang menggunakan nama asli sebagai nama panggilan dalam game. Breather memegang gelar top server Fenrir. Artinya, dia memainkan Fenrir lebih baik dari semua orang dalam server yang sama.
“Si Breather ini favorit gue, dari akunnya bisa kelihatan kalau dia nguasain banget warrior-warrior yang susah, tipe warrior yang jadi kelemahan Kak Juna.”
Juna menyentuh layar dan menggesernya ke atas. Melihat-lihat nama lain dalam daftar. Kai tiba-tiba menghentikan jari Juna. Menunjuk pada pemain dalam nomor urut 23 dengan nama Akar.
“Bentar-bentar,” Kai merogoh celananya dan dengan cepat mengeluarkan ponsel. Setelah proses log in ke dalam War on Valhalla, Kai menunjukan riwayat pertandingan yang ia mainkan.
Terdapat nama itu dalam riwayat pertandingannya. Akar menjadi MVP3 di tim yang dilawan Kai. Sedangkan tim Kai kalah telak.
“Eh iya bener, nick-nya sama. Orang ini jago parah main Forseti, galak banget bisa bantai-bantai tim gue. Coba lihat deh cara main dia.”
Kai lalu melakukan screen sharing ke layar yang ada di meja. Memutar rekaman hasil pertandingannya.
Warrior yang digunakan pemain dengan nama Akar adalah Forseti, warrior bertipe assassin yang mengisi peran sebagai Jungler. Pemain yang menggunakan Jungler bertipe assassin, selain mengemban tugas Jungler secara umum, juga bertugas membunuh Kraken Laner lawan. Warrior yang digunakan sebagai Kraken Laner biasanya merupakan BDC atau Basic Damage Carry. BDC adalah sebutan untuk warrior yang menjadi tumpuan serangan utama tim.
Seorang BDC dapat memberikan damage yang banyak dan jika terbunuh lebih dahulu dalam suatu pertarungan tim atau team fight, maka hampir dapat dipastikan jika tim yang kehilangan BDC akan kalah.
Dalam rekaman pertandingan yang diputar Kai, terlihat jelas kemampuan Akar. Mulai dari merebut semua objective yang ada, hingga membunuh BDC lawan, dapat dilakukan Akar dengan baik. Forseti, warrior yang ia mainkan, meliuk-liuk dengan lincah, terlihat sangat mudah. Padahal, Forseti adalah warrior yang sangat sulit untuk digunakan. Kesulitan Forseti bahkan disebut-sebut melebihi Fenrir.
Kai tak dapat berbuat banyak dalam pertandingan itu. Timnya benar-benar dibantai Forseti yang dimainkan Akar.
“Agresif parah,” Billa berkomentar.
“Licin,” Juna menambahi.
Mereka semua memiliki penilaian masing-masing dengan apa yang ada di layar. Namun hampir semuanya sepakat jika pemain bernama Akar itu memang punya cukup kemampuan.
Hingga rekaman pertandingan berakhir, dan markas tim Kai dihancurkan, tak ada yang berhasil menghentikan Akar. Tak sekalipun Forseti yang ia mainkan menemui kematian.
“Eh bentar,” ucap Emil seusai rekaman di layar selesai diputar. Ia teringat sesuatu.
Emil tergesa-gesa keluar dari ruangan. Lalu tak lama kembali dengan sebuah flash disk dalam genggaman.