SMA Adiluhung masih ramai. Kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler masih berjalan di lapangan, dan berbagai ruangan lain yang tersedia. Di antara berbagai keramaian itu, di salah satu teras kelas yang lumayan sepi, Billa, Arka, dan Cecep fokus pada ponsel masing-masing. Sedangkan Iren yang tak tertarik memilih untuk lebih dahulu pergi.
Bukan hanya mereka bertiga yang main gim bareng di sekitar sekolah. Ada berbagai perkumpulan lain yang memainkan War on Valhalla. Sebagai sebuah gim bergenre MOBA yang mempertandingkan lima pemain melawan lima pemain lain, WoV lebih menyenangkan untuk dimainkan bersama. Apa lagi koordinasi antar pemain dan strategi sangat penting untuk meraih kemenangan, selain skill individu, tentu saja.
Namun perkumpulan Billa, Arka, dan Cecep malah panas, tak sedikit pun dekat dengan kesan ‘menyenangkan’. Malah terkesan kompetitif. Padahal mereka hanya main bertiga. Bahkan belum memulai satu pertandingan pun. Billa dan Arka yang sedari tadi berdebat, masih terus melanjutkan perselisihan mereka.
“Nih nick gue, add friend gih buruan,” suruh Arka.
“Dih, lu aja yang add gue, kan lu udah tau nick in-game gue tadi,”
“Males ah.”
Cecep merebut ponsel Billa. Dengan pipi yang menggelembung menahan kesal, dan gerakan jari yang sengaja ia tegaskan, Cecep mengalah untuk mengirim permintaan pertemanan ke akun cewek itu.
“Udah lah, kita ini mau mabar anjir. Santai dikit lah. Berantem mulu dari tadi,” keluh Cecep, ia mengembalikan ponsel Billa.
“Siapa juga yang mau mabar? Gue cuma mau buktiin kalau lebih jago dari dia,” potong Arka.
“Bener banget, gue ngajakin mabar juga cuma mau liat dia ini sejago apa,” Billa menimpali.
“Kenapa enggak duel aja sih, biar langsung keliatan siapa yang lebih jago. Gue atau lu.”
“WoV tuh MOBA lima versus lima, bukan cuma skill individu aja yang penting. Kalau satu lawan satu, enggak akan ketahuan sejago apa.”
Cecep kembali terdiam. Pasrah karena telah gagal mendamaikan cewek dan cowok itu.
Setelah akun Billa berteman dengan akun Cecep, mereka bertiga masuk ke dalam satu tim yang sama. Tanpa basa-basi lebih lanjut, Cecep segera menekan tombol start. Tak butuh waktu lama, mereka hanya perlu menunggu match making beberapa detik dan lawan pun ditemukan. Pertandingan akan segera dimulai.
Sebelum memasuki pertandingan, kedua tim terlebih dahulu melalui fase draft pick. Billa dan Cecep mendapatkan kesempatan untuk melakukan ban. Sedangkan Arka mendapat firt pick, artinya, ia akan menjadi yang pertama untuk melakukan pick.
Arka tersenyum. Mendapatkan first pick memungkinkan ia untuk mengamankan Forseti, warrior andalannya. Forseti bukan warrior yang terlalu berbahaya, ada banyak warrior lain yang lebih pantas untuk di-ban. Tetapi, Forseti juga warrior yang cukup kuat, sehingga tim yang mendapat first pick biasanya akan mengamankan Forseti untuk dimainkan oleh Jungler mereka. Beruntung bagi Arka, ia yang berposisi sebagai Jungler, bisa saja mengambil warrior yang ia suka.
Bisa saja.
Namun, tanpa diduga, setelah Cecep dan satu pemain lain di tim mereka melakukan ban, Billa memilih Forseti sebagai warrior yang ia ban. Cecep terbelalak, dari sekian banyak warrior yang lebih layak untuk dilarang, Billa tanpa aba-aba, dan tentu dengan sengaja, melarang Forseti. Belum habis api pertikaian tadi, Billa sudah menyulutnya lagi.
“Kok lu nge-ban Forseti?” Arka tak kalah kaget.
Billa tersenyum tipis, lalu berkilah. “Gue mau pake Loki, mumpung dilepas sama lawan, dan lu first pick. Ambilin dong.”
Tentu, Billa hanya melempar alasan. Ia sama sekali tak ingin memainkan Loki. Sebelum menemui Arka, Billa telah lebih dahulu mempelajari statistik akunnya. Forseti adalah warrior yang paling sering Arka mainkan, dan Billa sudah paham itu. Jika saja Arka bersikap lebih baik padanya, Billa tak akan mencari gara-gara. Ia tak akan keberatan membiarkan Arka unjuk kebolehan memainkan Forseti.
Namun alasan Billa juga cukup masuk akal. Loki adalah warrior yang bagus. Sama seperti Forseti, Loki juga layak diamankan oleh tim yang mendapat first pick jika lepas dari pelarangan. Bedanya, Loki bukan warrior yang cocok digunakan Jungler, kemampuan atau skill Loki lebih cocok untuk dimainkan oleh Mid Laner di Bifrost Lane. Billa adalah seorang Mid Laner, sangat wajar jika ia meminta Arka mengamankan Loki.
“Win rate Forseti gue 86% loh, malah di-ban anjir. Kenapa enggak nanya dulu sih gue mau pake apa?” Arka mulai panik. Hitung mundur untuknya melakukan pick juga sudah dimulai.
“Lu cuma bisa Forseti, kah?” Sindir Billa.
“Buruan ambilin Loki,” lanjutnya.
“Udah, Ar. Ngalah aja gapapa. Lagian Forseti juga enggak terlalu bagus. Lebih bahaya Loki kalau sampe diambil lawan,” Cecep mencoba mengurai perdebatan.
Arka terdiam sejenak. Padahal mereka belum masuk ke pertandingan, tapi ia sudah sangat ingin AFK, alias keluar dari permainan. Arka tentu tak mau dibuat malu. Jika saja Forseti dapat Arka gunakan, sudah pasti MVP akan ia dapatkan. Arka segera memutar otak, memikirkan warrior apa yang harus ia ambil untuk menunjukan kemampuannya. Ia sama sekali tak berniat untuk mengamankan Loki, atau lebih tepatnya, tak sudi. Jika Billa memainkan Loki dan mendapatkan MVP, Arka akan kehilangan harga diri. Ia tak akan membiarkan itu terjadi. Ia hanya peduli pada warrior yang akan digunakan sendiri.
Di detik-detik akhir hitung mundur, Arka mengambil Bragi.
“Loh kok Bragi?” Kini giliran Billa yang terkaget.
“Ya salah sendiri nge-ban Forseti.”
Seperti yang sudah seharusnya terjadi, tim lawan segera mengamankan Loki.
Tak cuma Billa, Cecep juga tak habis pikir. Bisa-bisanya Arka hanya memikirkan diri sendiri. Padahal Loki jelas-jelas lebih pantas untuk diamankan dari pada Bragi. Jika di tangan yang tepat, Loki benar-benar warrior yang dapat membalikkan keadaan. Lepasnya Loki ke tim lawan, memperkecil kemungkinan tim Arka mendapat kemenangan.
Keusilan Billa melarang Forseti dibalas tuntas. Kini, ia harus mencari cara menghadapi Loki. Jelas Mid Laner tim lawan akan memainkan Loki di Bifrost Lane, artinya, ia akan melawan Billa dalam jalur yang sama.
Tapi Billa masih percaya diri. Ketika giliran Billa datang untuk melakukan pick, ia tak berpikir panjang untuk mengambil Heimdall.
“Wih beneran mau pake Heimdall?” Cecep terkagum. Sangat jarang ia melihat cewek memainkan warrior dengan kesulitan tinggi.