Hari trial tiba.
Arka benar-benar menghabiskan waktu empat hari untuk fokus main gim. Sepulang sekolah, ia main bareng Cecep hingga malam. Baru pulang setelah memastikan Papa terlelap atau tak ada di rumah. Setelah pulang pun ia tak segera tidur. Ia akan lebih dahulu main gim lagi. Mati-matian mempertahankan peringkat Aesir, juga top server Forseti. Lalu mengulang rutinitas yang sama esok hari. Persis orang yang kecanduan. Seperti tak punya hidup.
Tapi bagi Arka, rutinitas itu adalah hidupnya.
Kesempatan telah terbuka. Trial yang sudah ribuan hari ia nanti, akhirnya tiba. Arka tak ingin apa yang telah ia lakukan selama ini sia-sia. Ia yakin bisa membuat mimpi menjadi nyata. Hari ini, ia ingin memastikan keseriusannya. Membuktikan jika berkarir sebagai pro player bukan bualan semata.
Setelah turun dari bus, tepat di depan GH Brawler Box, Arka menghirup napas dalam-dalam. Memang, bukan pertama kali ia melihat gedung kotak sempurna nan eksentrik itu. Tapi ini akan jadi yang pertama kali ia masuk ke dalam. Dan ia tak ingin sekadar masuk. Ia ingin tinggal lama. Kalau bisa, menetap di sana.
Namun lebih dahulu, ada gerbang besar yang perlu ia buka. Tentu bukan gerbang besi gedung GH yang sudah sedari tadi terbuka. Tapi gerbang yang sekitar sepuluh atau lebih orang yang hadir di sana juga berusaha membukanya.
GH cukup ramai. Ketika Arka masuk ke dalam, ternyata ada banyak orang. Para peserta trial dari berbagai usia hadir di sana. Menunggu di ruang tamu yang berhias kabinet berisi banyak piala. Mereka semua memegang secarik undangan yang sama. Kebanyakan dari mereka saling bicara. Sementara Arka hanya diam. Ia datang sendiri dan tak terlalu minat berbasa-basi. Dari perbincangan-perbincangan yang turut masuk ke telinganya, ia menyimpulkan jika kebanyakan sudah selesai melakukan sesi. Ia melirik undangan yang ada di genggaman, memastikan jika gilirannya belum terlewat.
Setelah menunggu dua orang menyelesaikan sesi, giliran Arka tiba. Ia dipanggil oleh seorang laki-laki yang sangat tak asing baginya. Dhani, Jungler tim Triple B yang sering ia tonton, memanggilnya masuk.
Terlebih dahulu Arka melewati sesi wawancara. Bertemu Leo, manajer Brawler Box yang masih kelihatan muda. Sesi ini tidak sedikit pun menyulitkan dia. Pertanyaan-pertanyaan mengenai seberapa serius menekuni esports atau motivasi terbesarnya, dapat Arka jawab dengan mudah. Sebagai penggemar Brawler Box, ia juga sudah hafal mati jawaban dari semua pertanyaan tentang tim itu. Sesi itu juga berlalu cukup asik. Leo sebagai manajer ternyata tak kaku. Wawancara berlangsung santai, diselingi candaan juga. Membuat Arka yang sempat gugup menjadi lebih tenang.
Arka keluar dari ruang wawancara dengan penuh percaya diri. Semua rasa gugup yang sempat ada segera hilang. Ia mengenggam daun pintu ruang trial dengan yakin dan mantap.
Sampai ketika pintu itu terbuka.
Mata Arka terbelalak. Nyaris tak percaya. Di belakang beberapa meja yang berbaris panjang, ada cewek yang dapat langsung ia kenali. Arka dapat mengenali tubuh mungil cewek itu, atau rambutnya yang dikucir kuda. Ia juga langsung mengenali wajah itu. Wajah imut yang sering kali berkespresi tegas dan datar. Tak salah lagi, cewek itu adalah Billa.
Masih segar di ingatan Arka, dua kali pertemuannya dengan Billa. Tak pernah berakhir baik. Dua pertemuan itu, selalu berakhir dengan Billa yang pergi karena kesal. Ia bahkan belum sempat minta maaf. Hubungan mereka masih sama sejak pertemuan pertama. Tak membaik sama sekali.
Tapi kini, Arka melihat Billa di tempat yang tak pernah ia duga. Tiba-tiba, cewek yang mungkin sangat membencinya itu muncul. Tepat di hadapannya. Di belakang meja penilai yang akan menentukan kelolosan trial-nya. Berbagai spekulasi dan tebakan muncul di kepala Arka. Siapa Billa sebenarnya? Kenapa dia ada di GH?
Di kepala Arka, berputar memori pertengkaran mereka. Ia takut. Jangan-jangan, pertengkaran itu membuat Billa membencinya. Dan jika itu benar, posisi Billa sebagai salah satu penilai trial jelas tidak menguntungkannya. Pikiran-pikiran itu menghantam pikiran Arka seperti martil, menggetarkan tembok kepercayaan dirinya yang sempat kokoh sebelum pintu ruang itu ia buka.
Badan Arka makin gemetar. Ia kemudian duduk tepat di tengah ruangan. Bersusah payah mengusir semua pikiran tentang Billa yang terus mengganggunya. Ekor matanya tak dapat berbohong, berkali-kali ia melirik Billa. Masih tak menyangka jika cewek yang duduk di sana, adalah Billa yang ia kenal.
“Selamat datang di trial ini, kenalin gue Emil, pelatih utama Brawler Box.”
Ucapan Emil itu memecah kesunyian. Mengalihkan perhatian Arka dari pikirannya yang gamang.
“Santai aja, enggak perlu gugup gitu,” imbuh laki-laki yang duduk di sebelah Emil. “Gue mungkin enggak seterkenal Emil, tapi lu tau kan siapa gue?” Lanjutnya dengan nada bercanda.
“Tau, Bang. Bang Far One pelatih Triple B,” potong Arka, masih agak terbata-bata.
“Tepat, dan nama asli gue, Farhan.”
Juna langsung menyambung. “Gue Juna, Jungler Brawler Box.”
“Aphollo,” Arka menanggapi. Ada senyum yang tersungging di bibirnya. Aphollo, alias Juna, adalah salah satu pro player favoritnya.
“Tepat,” jawab Juna sumringah.
Kini giliran satu-satunya cewek di ruangan itu untuk memperkenalkan diri. Meski tanpa perlu melakukan itu pun, Arka sudah tahu.
Ruangan hening sejenak. Billa menatap Arka tajam. Cewek itu menyeringai. Sementara Arka tak berani menatapnya. Ia tertunduk, hanya sesekali melirik.