“Happy Birthday, Rosemary-ku. Semoga kamu semakin cantik, sehat, banyak rezeki, dan sayang sama aku,” ujar suara seorang laki-laki di telepon.
Rosemary tersenyum senang. “Thank you, Wen,” balasnya dengan hati berbunga-bunga. “Tumben ngucapin selamat ulang tahun pagi-pagi begini. Biasanya tepat jam dua belas malam.”
“Sori, Sayang,” kata Owen mengungkapkan penyesalannya. “Aku ketiduran tadi malam. Capek sekali seminggu terakhir ini pulang malam terus karena memberikan les privat tambahan. Mau nolak nggak enak. Murid-muridku bergiliran mau ujian bahasa Mandarin. Aduh, guru les privatnya yang pusing kalau begini! Hehehe….”
“Pusing sekarang tapi hepi belakangan kan, Yang,” sindir gadis itu. “Nambah jadwal les berarti kan nambah pemasukan. Hehehe….”
Si pemuda tertawa keras. “Semua itu kulakukan kan buat masa depan kita, Rosemary-ku. I love you so much, tahu!” sergah laki-laki itu merayu.
“Gombal! Lagu lama.”
“Biar lama tapi tetap merdu, kan? Hahaha….”
Rosemary tertawa mendengar gurauan tersebut. Orang yang meneleponnya adalah Owen, pemuda tampan yang menjadi kekasihnya selama enam tahun terakhir. Mereka berkenalan semenjak gadis kelahiran kota Balikpapan, Kalimantan Timur itu duduk di bangku kuliah di kota Surabaya ini.
Owen adalah seniornya di kampus namun di jurusan yang berbeda. Pemuda itu mengambil jurusan Sastra Tionghoa atau Mandarin, sedangkan Rosemary menekuni jurusan Manajemen Pemasaran. Pemuda itu jatuh hati pada gadis cantik berambut hitam lurus panjang dan berkulit putih bersih itu semenjak melihatnya pertama kali saat orientasi mahasiswa baru.
Setelah melakukan pendekatan beberapa bulan dengan rutin mendatangi rumah kos Rosemary yang terletak persis di depan kampus, akhirnya pemuda berpostur tinggi tegap itu berhasil menaklukkan hati gadis pujaan hatinya tersebut. Hubungan mereka melewati pasang-surut sebagaimana kisah asmara anak muda pada umumnya.
Namun semenjak Owen lulus sebagai sarjana, ia mengambil keputusan untuk benar-benar serius pada Rosemary. Selain bekerja sebagai guru privat bahasa Mandarin bagi murid-murid SD hingga SMA, pemuda itu juga mencari nafkah sebagai penerjemah novel-novel dan games Cina. Pekerjaan kantoran sama sekali tidak menarik minatnya, meskipun tak sedikit perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja yang mahir berbahasa Mandarin.
Rosemary sendiri tidak merasa keberatan dengan profesi kekasihnya itu. Bahkan dia merasa kagum karena penghasilan yang diperoleh Owen setiap bulan melebihi pendapatannya sebagai sekretaris direktur pemasaran di sebuah showroom mobil terkemuka!
“Rose,” ucap Owen selanjutnya. “Nanti malam kamu mau kuajak makan di mana?”