Rosemary's Life Story

Sofia Grace
Chapter #3

Selamat Tinggal, Owen

“Maaf, Kak. Bagaimana kalau Kakak keluar dulu?” pinta adiknya dengan sorot mata memohon. “Mama sedang emosional saat ini. Biar kuhibur dan kutemani sampai Mama tertidur. Nanti aku akan menemui Kakak di kamar. Bagaimana?”

Rosemary mengangguk menyetujui saran Olivia. Adiknya itu lebih memahami diri Mama. Dia pasti takkan kesulitan menenangkan ibu mereka itu.

Dengan lunglai Rosemary bangkit berdiri dan beranjak meninggalkan kamar tidur yang luas itu. Saat melangkah menuju pintu keluar, dia melewati foto berukuran besar dan berpigura warna keemasan. 

Foto pernikahan Papa dan Mama, batinnya pedih. Ia menggigit bibirnya. Siapa sangka perkawinan yang kelihatannya harmonis dari luar itu menyimpan rahasia yang tak terduga! Papaku yang baik hati, bagaimana mungkin dirimu sanggup menyakiti keluarga ini begitu rupa? Kauhancurkan kenangan baik dalam benakku tentang dirimu. Kukira kau pria yang sempurna. Takkan pernah mengecewakan istri dan anak-anakmu. Ternyata dirimu sama saja dengan pria-pria kaya lainnya yang mudah takluk oleh perempuan lain! 

Apakah semua pria memang seperti itu? Lalu bagaimana dengan Owen? Apakah dia kelak juga akan mengkhianatiku seperti ayah kandungku? batin gadis itu pilu. Hatinya bagai tersayat sembilu mengetahui ayahnya tidak sesempurna yang dibayangkannya selama ini. Lukman Laurens, seorang pengusaha kaya yang cukup terpandang di kota Balikpapan. Beristrikan seorang wanita cantik yang memberinya tiga orang putri yang santun dan terpelajar. Ternyata malah dirinya sendiri sebagai kepala keluarga yang mencoreng-moreng nama baik keluarga mereka!

Pantas saja Mama tadi bersikeras untuk mengkremasi jenazah Papa saja, tidak menguburkannya sebagaimana tradisi keluarga kami, pikir Rosemary. Barangkali Mama masih dendam atas pengkhianatan suaminya.

Gadis yang luar biasa bersedih itu meninggalkan kamar orang tuanya dengan lunglai. Ia berjalan menuju kamar tidurnya sendiri. Dihempaskannya tubuhnya di atas tempat tidurnya yang besar. Air matanya tak henti-hentinya mengalir. Hatinya terluka sekaligus rindu sekali pada ayahnya.

***

Esok paginya Rosemary menjemput kekasihnya di bandara. Owen terkejut sekali melihatnya. “Kan aku sudah bilang, Yang. Nggak usah dijemput. Aku tak ingin merepotkanmu. Masih banyak hal yang mesti kamu urus, kan,” cetusnya seraya mengecup dahi gadis yang dicintainya.

Rosemary menatap pemuda itu sedih. “Hanya inilah kesempatanku bisa berduaan denganmu, Wen,” ucapnya pilu. “Ada hal penting yang harus kuceritakan.”

“Ok, deh, Sayangku. Sekarang kita langsung berangkat saja menuju rumahmu, ya,” ajak pemuda itu sembari menggandeng tangan kekasihnya. 

Beberapa saat kemudian kedua insan itu telah berada di dalam mobil Xenia, satu-satunya kendaraan peninggalan Lukman Laurens disamping sebuah truk yang biasanya mengangkut bahan-bahan bangunan dagangannya. 

Rosemary mengemudikan mobil berwarna silver tersebut sambil bercerita tentang ayahnya. Owen yang mendengarnya terkejut sekali. Dia pernah dua kali bertatap muka dengan ayah kekasihnya itu. Kelihatannya ia seorang kepala keluarga yang bertanggung jawab. Tak dinyana laki-laki itu menorehkan luka yang begitu mendalam di hati istri dan anak-anaknya.

Lihat selengkapnya