Martha menggeleng. “Nggak usah, Rose. Mobil itu hadiah dari Papa buatmu. Jadi uang hasil penjualannya ya milikmu sepenuhnya,” katanya sambil menatap sang putri penuh haru.
“Nggak, Ma. Uang itu untuk mengembalikan perhiasan-perhiasan Mama yang terpaksa dijual buat biaya pengobatan Rose di rumah sakit. Tenang saja, Rose masih punya tabungan dari gaji sebagai sekretaris dulu. Nanti Rose beli sepeda motor saja buat dipakai sehari-hari,” papar gadis itu panjang-lebar.
“Sepeda motor?” tanya ibunya tak percaya. “Kamu bisa mengendarai sepeda motor?”
Putrinya mengangguk. “Bisa, Ma. Diajari Owen dulu. Dia bilang mumpung masih muda, Rose sedapat mungkin mencoba segala hal yang bisa dilakukan. Karena kita tidak pernah tahu suatu saat mungkin membutuhkan keahlian mengendarai sepeda motor,” jelasnya sendu.
Gadis itu jadi teringat pada sang kekasih yang telah lebih dulu meninggalkan dunia ini. Semoga Tuhan melindungimu di surga, Owen, doanya dalam hati. Kamu orang yang baik. Ternyata kata-katamu dulu itu menjadi kenyataan. Aku sekarang harus mengendarai sepeda motor. Demi menghemat pengeluaran….
“Apakah tujuanmu ke Surabaya juga mau menemui keluarga Owen, Nak?” tanya Martha sambil menatap putrinya dalam-dalam. Sebersit rasa iba singgah dalam hatinya. Putrinya ini telah kehilangan dua orang laki-laki yang sangat berharga dalam hidupnya!
Rosemary menggeleng pelan. “Owen sudah tidak punya orang tua, Ma. Dia tinggal dengan kakak laki-lakinya di Surabaya. Kakaknya itu sudah berkeluarga. Kurasa tak perlu mendatangi mereka. Buat apa? Hanya membuka luka lama saja. Lagipula menurut Olivia, jenazah Owen langsung dikremasi di Balikpapan dan abunya dibawa pulang kakaknya ke Surabaya, kan?”
Martha mengangguk membenarkan. Kondisi jenazah pemuda itu sangat mengenaskan akibat kecelakaan tersebut. Akhirnya kakaknya memutuskan untuk mengkremasinya langsung di Balikpapan karena merasa tak tahan menyaksikan kondisi sang adik yang begitu memprihatinkan.
“Rose sudah mengikhlaskan kepergian Papa dan Owen, Ma,” ucap gadis itu sepenuh hati. “Sekarang yang harus Rose pikirkan adalah mengangkat harkat dan martabat keluarga kita kembali. Rose mau mencari pekerjaan yang bisa cepat menghasilkan uang sehingga Mama dan adik-adik tak perlu sangat berhemat seperti sekarang ini.”
Air mata Martha mengalir membasahi wajahnya yang mulai keriput. Rosemary baru menyadari betapa kondisi kulit ibunya menjadi tak terawat sekarang. Dulu kulit wajah itu begitu putih, mulus, dan kenyal. Martha tak pernah lupa membubuhkan krim dan serum yang membuat wajahnya tampak awet muda. Juga melakukan perawatan di salon kecantikan ternama di Surabaya dengan menggunakan peralatan modern yang membuat parasnya selalu kelihatan glowing.