Rosemary's Life Story

Sofia Grace
Chapter #8

Makan Bersama

“Sori, Om cuma bergurau,” ujar laki-laki keren itu seraya menyalakan alarm mobil New Camry silver-nya. “Ayo masuk ke mobil. Kita berangkat sekarang. Om lapar sekali.”

Sang gadis mengangguk. Beberapa saat kemudian mereka telah duduk bersebelahan. Edward menyalakan AC dan memutar lagu lawas pop romantis berbahasa Inggris. “Aku ini termasuk old fashioned dalam selera lagu, Rose. Sukanya lagu-lagu klasik ala Bryan Adams, Celine Dion, Mariah Carey, dan sejenisnya. Mereka berjaya sekali di masa muda Om. Hahaha…ketahuan ya, Om sekarang kira-kira berapa usianya? Memang udah generasi jadul, sih,” aku pria itu tanpa tedeng aling-aling. Senyumnya lebar sekali memperlihatkan sederetan gigi yang putih bersih mengkilat.

Perasaan dulu dia nggak seceria ini, deh, komentar Rosemary dalam hati. Memang Om Edward selalu ramah. Maklum, dia kan marketing dan bertujuan memprospek kliennya supaya mengambil asuransi dengan nilai premi yang tinggi. Tapi senyumnya dulu nggak sesering ini. Sekarang kelihatannya kepercayaan dirinya meningkat berlipat ganda seiring dengan kesuksesan yang diraihnya, batin gadis itu takjub. Begitukah orang kalau sudah mencapai keberhasilan? Sikapnya sangat menyenangkan seolah-olah hari-hari selalu indah!

Mobil itu meluncur melintasi jalan raya. Edward mengajak gadis di sebelahnya bercakap-cakap. 

“Sebelumnya aku mau minta maaf dulu padamu, Rose.”

Rose memandangnya tak mengerti. “Mengenai apa, Om?” tanyanya polos.

Edward menghela napas panjang. Dia lalu bertutur. “Aku tadi terpaksa menceritakan pada pemilik showroom itu bahwa kamu adalah anak mantan nasabahku di Balikpapan yang baru meninggal dunia. Dia lalu iseng bertanya berapa uang pertanggungan kematian yang dicairkan perusahaan asuransi. Kujawab tidak ada, karena tiga bulan sebelum ayahmu meninggal dunia, dia menutup semua polis asuransi keluargamu akibat tak mampu melanjutkan pembayaran premi.”

Rosemary menelan ludah. Itu toh, ternyata. Agak minder juga aib keluarganya diceritakan begitu rupa pada orang lain. Tapi ya sudahlah, toh itu bukanlah hal yang memalukan. Setiap pengusaha berisiko mengalami kesulitan keuangan, kan? Tak melulu selalu berada di atas terus.

“Tujuanku menceritakan hal itu supaya nasabahku tadi merasa kasihan terhadapmu dan membeli mobilmu dengan harga tinggi. Maafkan Om ya, Rose. Bukan maksud Om menceritakan yang tidak-tidak mengenai keluargamu.”

“Tidak apa-apa, Om,” jawab gadis itu pasrah. “Justru saya harus berterima kasih pada Om Edward. Sepertinya karena mendengar cerita Om itulah, bapak tadi memberikan penawaran harga yang tinggi untuk mobil saya. Terima kasih banyak ya, Om.”

Edward tersenyum. “Memangnya mobilmu akhirnya laku berapa, Rose?” tanya pria itu ingin tahu.

Rosemary menyebutkan nominalnya. Senyuman laki-laki itu semakin lebar. “Aku tahu nasabahku itu pasti takkan tega membeli mobilmu dengan harga rendah. Dia sudah tiga tahun ini membeli polis asuransi dariku. Mulai untuk dirinya sendiri, istrinya, anak-anak dan menantunya, bahkan cucu-cucunya juga! Orangnya murah hati sekali dan mudah berempati terhadap kesusahan orang lain. Asalkan satu hal, jaga betul-betul kepercayaannya. Begitu dia merasa tidak puas dengan pelayanan yang diperolehnya, wah…bahaya. Bisa-bisa seluruh polis asuransi keluarganya ditutup sekaligus! Hahaha….”

Lihat selengkapnya