"POLISI!" seru seorang pria bertubuh tambun tambun yang berdiri dekat jendela pada beberapa orang yang sedang bersamanya di dalam ruangan sempit tersebut. Orang-orang di ruangan tersebut panik. Mereka segera mengemas barang dan bergegas untuk pergi dari sana. Tidak seorangpun ingin untuk ditangkap oleh polisi.
Para polisi tersebut segera mematikan sirene dan keluar dari mobil. Melihat orang-orang yang hendak mereka tangkap tersebut berniat melarikan diri, segera mereka mengeluarkan pistol. Tembakan peringatan dilepaskan, tetapi para penjahat tidak mau menyerah. Mereka memilih untuk bersembunyi di balik tembok bangunan dan melepaskan tembakan.
Seorang petugas laki-laki mengangguk pada gadis di sampingnya. Nama gadis tersebut adalah Vannesa Lee Huggert, gadis campuran Kanada, China, dan Perancis yang telah cukup tergabung dalam satuan polisi tersebut. Menilik paras ayunya dan tubuh mungil yang dimiliki, siapa sangka jika Nessa -panggilan akrabnya- adalah sosok yang pintar berkelahi dan menembak. Dalam kesatuan, dia orang yang disegani oleh petugas lain. Para penjahat juga banyak yang gentar padanya. Jika Nessa bertindak dipastikan mereka yang melawan akan babak belur. Nessa bisa dibilang menjadi bintang di kepolisian. Berbagai penghargaan juga telah diraih olehnya.
Nessa mendekat dengan berhati-hati pada target. Pistol tetap siaga di tangan. Penjahat yang melihat kembali melepas tembakan. Dengan gesit, Nessa menghindar dan membalas tembakan mereka. Rekan-rekan Nessa juga ikut mendekat sambil menghindar dan melepaskan tembakan.
Para penjahat yang masih bersembunyi tersebut mulai merasa terancam. Peluru mereka tidak mengenai polisi, tetapi mereka harus terus melepas tembakan jika tidak ingin ditangkap.
Nessa kembali menembak. Salah seorang penjahat tersebut melihat bahwa posisi mereka tidak menguntungkan. Ia mengangguk pada yang lain. Salah seorang melempar bom dan meledak di depan Nessa dan petugas lain. Para penjahat itu kemudian mengambil kesempatan untuk melarikan diri.
Nessa terbangun dari posisi tiarap karena ledakan yang tidak jauh dari tempatnya tersebut. Segera ia mengejar orang-orang yang telah melarikan diri tersebut, begitu pula dengan para petugas lain.
Peluru yang ditembakkan Nessa tepat mengenai kaki salah seorang penjahat. Pria bertubuh tegap tersebut jatuh tidak jauh di depan Nessa. Meski begitu, ia tetap merangkak bangkit. Nessa segera menyergap dan membekuk dia.
"Jangan coba-coba melarikan diri!" geram Nessa sambil memasang borgol pada tangan pelaku. Penyergapan hari itu terbilang tidak terlalu sukses. Beberapa penjahat telah berhasil lolos. Mereka kabur menuju kerumunan dan berbaur di antara orang-orang.
***
Seorang pria bertubuh tinggi tengah berdiri sambil bersandar pada mobil berwarna hitam. Raut wajahnya tampan dengan hidung mancung dan tatapan mata tajam. Bibir tipis juga melengkapi kesempurnaan wajah tersebut. Namun, kini bibir tersebut tengah melekuk sinis dan itu membuat dia menjadi terlihat kejam. Tidak lama, ia kemudian mengeluarkan sebatang rokok dari saku. Sejenak ia memainkan benda tersebut di sela-sela jarinya. Namun sejenak ia membuang dan menginjak rokok itu dan melangkah masuk ke sebuah bangunan berdinding bata yang berada tidak jauh.
"Tuan Aldrich," sapa seorang lelaki bertubuh kekar sambil membungkuk hormat padanya. Ia hanya balas mengangguk.
"Bagaimana? Apa dia mau mengaku?" tanyanya kemudian. Di depan mereka, tampak seorang pria dengan penampilan babak belur terikat di sebuah kursi. Ada darah mengalir keluar dari sudut bibir pria bertubuh kerempeng tersebut.
"Apa dia mengatakan sesuatu?" tanya Aldrich. Lelaki yang tadi menyapa hanya menggeleng.
"Hal semacam ini, jika kalian tidak bisa menangani, maka aku yang harus melakukannya."
Lelaki yang di sampingnya itu hanya diam dan mengangguk pelan. Aldrich tersenyum tipis dan melangkat mendekat pada si pria babak belur. Aldrich membungkuk dan berbisik pada pria yang tampak kepayahan karena telah menerima banyak pukulan tersebut,