Semua bermula dari sebuah laporan yang masuk pada di sebuah kantor polisi. Laporan kasus tersebut terjadi pada sebuah sekolah di mana para siswa yang masih kanak-kanak mengalami peristiwa seperti keracunan. Setelah diselidiki, dokter di rumah sakit yang memeriksa anak-anak tersebut menyatakan bahwa itu adalah kecanduan.
"Jenis obatnya sama seperti narkotika, hanya saja kadarnya lebih ringan, tetapi jika pada anak-anak, tentu itu memberikan efek yang lebih huruk daripada orang dewasa," jelas sang dokter pada Nessa. Kasus itu telah dilimpahkan padanya dan rekan-rekan dia yang dari tim khusus untuk menangani narkotika. Tangan Nessa tergenggam erat, tidak menyangka bahwa pengedar obat bahkan tega menjadikan anak-anak sebagai sasaran.
Saat tengah berbicara dengan Nessa, dokter di depannya mendapat panggilan. Segera beliau bergegas menuju kamar salah satu pasien. Segera Nessa mengikuti. Salah seorang anak yang kecanduan kini berada dalam kondisi kritis. Nessa melihat betapa busa keluar dari mulut anak lelaki tersebut. Tubuhnya mengejang dengan kuat dan mata membeliak ke atas. Ayah dan ibu anak tersebut terus menangis di samping buah hati mereka. Suster dan perawat kemudian menyuruh mereka dan Nessa keluar. Sebelum keluar, Nessa sempat melihat dokter memberikan pacu jantung dan CPR pada anak yang kemudian tidak sadarkan diri.
Di luar, orang tua anak itu terus saja menangis. Nessa hanya berdiam diri tidak jauh dari mereka. Ia sendiri begitu geram pada para penjahat yang tega melakukan hal keji tersebut.
Tidak berapa lama, dokter keluar. Raut wajahnya tampak lelah. Orang tua si anak segera menghampiri dan bertanya. Sang dokter tampak ragu, tetapi ayah dan ibu anak tersebut terus mendesak agar memberitahu kondisi putra mereka. Nessa berbalik, air mata dia nyaris menitik. Tanpa mendengar pernyataan dokter, ia tahu hal terburuk telah terjadi.
***
Saat pemakaman anak tersebut, Nessa juga turut hadir. Wajah dia tampak begitu kaku dan lurus. Sepulang dari sana, ia langsung bekerja melakukan penyelidikan. Rekaman kamera dari tempat-tempat dekat sekolah telah dikumpulkan. Orang-orang yang berada dekat sekolah diberi pertanyaan. Semula tidak ada titik terang hingga salah seorang petugas melihat rekaman seorang pemuda yang berbicara dengan seorang anak kecil. Meski tidak terlalu jelas dengan apa yang dikatakan pemuda itu, ia tampak memberikan sesuatu dengan senyum yang terlalu dibuat-buat di wajah.
Pencarian pada pemuda tersebut dilakukan. Tidak lama ia berhasil dibekuk di sebuah tempat yang tidak jauh dari sekolah. Peristiwa yang terjadi memang telah ditutup dari khalayak, sehingga pemuda tersebut masih tetap berada di sana tanpa tahu yang terjadi.
Interogasi dilakukan dan ancaman penjara seumur hidup membuat pemuda itu ketakutan. Ia kemudian mengungkap siapa yang menyuruh. Preman yang menyuruh pemuda itu juga ditangkap. Setelah sekian lama diinterogasi, ia kemudian menyebut nama Andy dan kawan-kawannya. Dari situ, Nessa dan yang lain bergerak untuk menangkap Andy.
***
"Aku tahu bagaimana perasaanmu. Aku juga ingin para penjahat itu segera tertangkap, tapi amarahmu tidak akan menyelesaikan itu," ucap komandan Muldrich sambil menatap Nessa.
"Saya tahu. Saya minta maaf untuk itu."
Kapten Muldrich duduk sambil tetap menatap Nessa.
"Dia tidak bodoh. Dia tahu kau membenci dia, memendam amarah padanya. Dia sengaja memanfaatkan itu."
"Dia sengaja membuatmu marah agar tidak fokus pada penyelidikan tentang dalang di balik kasus."
Nessa mengangguk. Ia kemudian berjanji untuk lebih tenang dalam menangani kasus, meski tetap ingin menangkap penjahat secepatnya.
***
"Andy telah ditangkap polisi. Saya khawatir ia tidak akan bisa menahan mulutnya untuk tidak bicara," ucap seorang pria pada Aldrich.
Aldrich menyulut rokok di tangan kemudian tersenyum kecil.