“Selamat ya Bena”
“Oh iya Ra, makasih yaaa”
Clara memberi selamat pada Bena yang sudah berhasil menjadi ketua panitia dalam acara jurusan yang diadakan kali ini. Senyum dan tawa terdengar dari seluruh selasar. Acaranya cukup meriah, peserta acaranya yaitu mahasiswa baru di jurusan memberikan kesan yang baik pada acara penyambutan mereka. Di tengah selasar, terdapat sebuah papan putih besar yang dipakai mahasiswa baru untuk menuliskan kesan dan pesan acara hari ini.
Acaranya seru.
Mas Bio bagus banget nyanyinya!
Salah satu mahasiswa baru memuji penampilan Bio yang menjadi pengisi acara jurusannya.
Penampilan dramanya keren! Totalitas banget deh pemeran mahasiswa aktivisnya.
Penulis kalimat itu mencantumkan sebuah emotikon senyum dan hati di ujung kalimatnya. Selain itu ada juga yang memuji Bena yang telah menjadi ketua panitia acara.
Salut sama Kak Bena udah buat acara sekeren ini.
Bena menghampiri papan itu dan melihat tulisan yang mencantumkan namanya. Bena memicingkan matanya dan ia tersenyum bahagia melihat tulisan itu. Tulisan itu sukses membuat Bena merasa bahwa kerja kerasnya bersama teman-temannya dihargai.
“Kak Bena”
Seorang perempuan yang memakai baju warna putih dan rok hitam menghampiri Bena. Perempuan itu terlihat tersenyum malu ketika berjalan ke arahnya. Bena tersenyum ramah padanya. Ia adalah tipe orang yang tetap ramah pada siapapun, meskipun dia adalah adik tingkatnya.
“Kak Bena, selamat ya, udah buat acaranya menarik.”
“Ah, iya terima kasih. Semua panitia udah mengerahkan seluruh tenaga dan pikirannya buat acara ini. Mereka semua yang hebat bisa bekerja sama dengan baik sih”
Kata Bena sambil tersenyum. Ia kembali mengingat tulisan yang ada di papan kesan pesan. Ia menunjuk tulisan yang mencantumkan namanya dan bertanya padanya, mungkin dia adalah penulis kalimat ini. Perempuan itu mengangguk dan tersenyum pada Bena. Ia menoleh ke arah teman-temannya lalu mengangkat jempolnya. Mereka pergi begitu saja.
“Kak, boleh foto bareng gak?”
“Boleh kok.”
“Sebentar ya kak, teman-temanku lagi nyari orang buat foto kita”
Bena tersenyum simpul pada perempuan itu, lalu ia melihat teman-temannya bersama dengan Kelana. Kelana yang melihat Bena bersama perempuan lain terbelalak kaget. Dari sekian orang yang meminta untuk difoto, kenapa harus Bena yang harus ia foto? Dengan cepat raut muka Kelana berubah seperti biasanya. Tidak pernah ada senyuman yang menghiasi wajahnya dan matanya bergerak cepat seolah ia tidak perduli pada Bena.
Kelana menghitung satu sampai tiga dan mengambil foto mereka. Perempuan itu tersenyum dengan manisnya, seolah ia tidak merasa bersalah akan kejadian ini. Ia meminta orang yang disukai oleh Bena untuk memoto mereka berdua. Sedangkan Bena, ia jadi kikuk karena merasa bersalah pada Kelana. Memang ia tidak tahu kalau Kelana suka padanya atau tidak, tapi yang jelas ia tidak enak pada Kelana yang mungkin berpikir kalau ia tidak sungguh-sungguh menyukainya.
“Makasih ya Kak Bena” Kata perempuan itu, mungkin memang ia menyukai Bena, dari tadi ia tersenyum dengan manisnya pada Bena.
“Oh iya mbak, nanti aku minta fotonya ya”
Kelana hanya mengangguk pelan, kemudian perempuan itu pamit untuk pergi bersama temannya. Pada saat itu juga Bena menghampiri Kelana untuk meminta maaf, tapi Kelana tidak meresponnya. Ia seolah-olah sedang sibuk melihat-lihat hasil foto yang telah ia ambil seakan-akan tidak ada orang yang berbicara padanya.
“Na, maaf, aku gak tahu kalau kamu mau fotoin aku sama perempuan tadi”
“Na, dengar dulu. Dia minta foto aja kok, gak lebih”
“Siapa”
“Dia, perempuan tadi”
Bena bersungguh-sungguh mengucapkannya, dia malah memasang mata memelas pada Kelana.
“-yang nanya”