“Kelana! tunggu”
Bena melihat Kelana yang sedang berjalan ke luar kampus. Lalu, ia memutuskan untuk mengejarnya. Kelana berhenti dan tersenyum padanya. Lalu berkata, “ayo sini, aku tinggalin kamu kalau lama jalannya.”
Kelana berpura-pura akan berjalan kembali sampai-sampai Bena berlari ke arahnya.
“Ayo jalan.”
Kelana hanya menjawab singkat, “ya”, ia tersenyum dengan manisnya. Bena mendekat pada wajah Kelana dan menatapnya dengan tatapan jahil.
“Cie cie yang senyum-senyum sendiri, seneng ya bisa deket sama aku”
“Ih, apaan si? Sok tahu banget”
Kelana berjalan duluan ke arah parkiran. Memang sudah beberapa hari ini menjadi kebiasaan Bena untuk mengantar jemput Kelana. Bena dan Kelana menaiki motornya dan melaju di jalanan. Di persimpangan jalan,Bena mengambil arah kiri, padahal seharusnya arah kosan Kelana ada di kanan.
“Bena, kita mau kemana?”
“Kamu lapar kan abis kelas?, kita makan bareng dulu sebelum pulang ke kosan.” Jawab Bena.
Kelana mengiyakan tawaran Bena dan mereka akhirnya sampai di restoran yang cukup ramai. Seorang waittress memberikan buku menu dan Bena memilih Chinese fried rice dan lemon tea. Kelana menyamakan pesanannya dengan pesanan Bena.
“Bena, ngapain harus pergi ke restoran sih?, kita kan cuma pesen nasi goreng doang”
“Udah, gak apa-apa, jarang kan kita makan disini”
Kelana tidak memperpanjang obrolannya, ia membuka tas yang ia bawa dan mengambil gunting kuku. Ia meminta Bena untuk menyimpan tangannya di atas meja. Di bawah telapak tangan Bena, ia menaruh tisu untuk menyimpan potongan kukunya agar tidak berserakan. Bena tertawa melihat Kelana, bahagia dengan semua tingkah lakunya.
“Cewe tuh ajaib ya, bisa menyimpan semua barang di tasnya”
“Aku cuma bawa buku, tempat pensil, dompet, sama gunting kuku doang ya, gak semua barang aku masukin ke sini”
“Lagian, aku perhatiin tangan kamu waktu kita jogging dulu, kuku kamu tuh udah panjang. Aku kira kamu udah potong kukunya, tapi sampai sekarang aja kukunya masih panjang tuh.”
Kelana menunjukkan gunting kuku pada Bena dan berkata, “potong kukunya dari tangan kanan dulu ya, jari telunjuk kanan sampai jari kelingking dan yang terakhir jempol kanan. Tangan kiri dimulai dari jari kelingking sampai ke jempol kiri”
Kelana meletakkan gunting kuku di atas meja dan berkata, “nih, potong sendiri”
“Tanganku udah di atas meja nih, nanggung udah siap buat dipotongin kukunya sama kamu”
“Ogah, kamu kan bisa sendiri”
“Yaudah gak usah dipotong”
Kata Bena, ia melipat tangannya di depan dada.
“Dih, manja banget sih lelaki satu ini.”
Kata Kelana, meskipun berkata begitu, ia tetap mengambil gunting kuku dan meminta telapak tangan Bena berada di atas tangannya.
“Sini tangannya”
Kelana memotong kuku Bena dengan hati-hati, Bena tersenyum ketika melihat Kelana yang sedang serius memotong kukunya. Saat waittress datang membawa makanannya, Bena memberi isyarat untuk menyuruhnya tidak datang dan mengganggu momen kebersamaannya dengan Kelana. Ia ingin menikmati tiap detiknya melihat Kelana.
“Biasanya aku yang bawa makanan ke meja pelanggan, sekarang malah aku yang dibawain makanan”
Kelana mengingat harinya yang terasa sibuk saat bekerja, dan sekarang dia bisa bersantai menunggu makanan disini, bersama Bena.
“Na, kamu gak usah kerja di restoran itu, kamu bisa cari tempat kerja lain yang lebih ngehargain kamu”
Kelana mengangkat kepalanya dan menatap Bena, ia melihat tatapan teduh, tatapan itu membuat hatinya merasa tenang. Mungkin hadirnya Bena dalam hidupnya adalah untuk menjaga dirinya.
“Cari lingkungan kerja yang buat kamu merasa aman, dan mendukung kamu. Aku gak bisa lihat kamu direndahin sama orang lain”
Kelana melihat ke arah lain, lalu berkata, “Aku gak tahu harus kerja dimana Bena. Cari kerja sambilan itu gak semudah yang kamu bayangin”
Bena mengusap pelan kepala Kelana.
“Na, pokoknya kamu harus selalu sedia parfum buat jaga-jaga, kita gak tahu ada orang yang ada niat jahat sama kamu sendiri. Kamu bisa telepon aku kapanpun kamu ngerasa butuh bantuan”
Kelana tersenyum dan melanjutkan kegiatannya memotong kuku Bena.
“dah, selesai.”