Ruang

Aida Nabila
Chapter #9

Bahagia

Kelana bangun dari kasurnya. Tidak, ia tidak tidur, bahkan sejak malam ia tidak tidur. Bantal yang ia pakai sudah basah terkena air matanya. Kelana melihat kaca dan melihat matanya yang membengkak. Entah apa yang dipikirkan gadis ini. Hidupnya seperti sudah hancur sejak kemarin. Bena melamarnya dan dia malah kabur darinya. Semua kesalahan yang dilakukan Kelana, seperti tidak ada habisnya. Sejak bersama Bena, dia sering sekali membuat hati Bena terluka, ia tak tahu harus bagaimana. 

Ponsel Kelana berdering, tetapi Kelana tidak mengangkatnya. Ia membaca semua pesan yang Bena kirim.

Kelana, ayo kita ketemu kalau kamu udah tenang. Aku siap dengerin kamu, apapun yang mau katakan, aku tetap akan mendengarnya.

Kelana, sejak bersama kamu, aku ngerasa bahagia. Tolong kasih aku kesempatan buat berada di dekat kamu lagi. 

Kelana, jangan lupa istirahat dan makan. 

Kelana menahan tangisnya, bagaimana bisa dia menyakiti perasaan lelaki yang baik padanya? Bahkan saat ia meninggalkannya saja, dia tetap mengingatkan untuk makan.

Tuhan, aku tidak mau menyakiti hatinya. Tapi bagaimana bisa aku percaya padanya?

Mungkin, Bena melihat pesannya yang sudah dibaca Kelana. Ia tak henti-hentinya menelepon Kelana. Kelana mematikan ponselnya dan menaruhnya di meja. Ia meringkuk ketakutan, ia tak bisa menahan tangisnya. Ia menangis sejadi-jadinya. Mungkin saja bila teman kos di sebelahnya sedang tidak KKN dan ospek organisasi, mereka akan mengetuk pintu Kelana saat ini. 

Kelana kembali terbaring di kasurnya, kali ini ia mengambil earphone dan laptopnya. Ia tak mau mengambil ponselnya dan melihat Bena yang berusaha menghubunginya lewat telepon atau pesan. Perlahan, tangisnya mulai mereda dan ia akhirnya bisa tidur dengan tenang.

***

Aku mengirim pesan dan berkali-kali menelepon Kelana, sayangnya tidak pernah ada jawaban dari Kelana. Aku akan menyalahkankan diriku sendiri bila terjadi hal yang tidak baik pada Kelana. Jika Kelana sampai sakit atau celaka, aku tidak bisa memaafkan diriku. Seharusnya saat itu, aku tidak usah melamarnya saja. Aku ingin menjaganya sampai akhir hayatku, aku ingin berada di sampingnya saat senang maupun susah. Apa Kelana tidak bisa merasakan perasaannya? Aku mengecek ponselku, melihat bahwa Kelana hanya membaca pesanku. 

Ada apa dengan Kelana?Apa dia baik-baik saja?

Aku mengerti kalau Kelana butuh waktu sendiri, tapi aku tidak bisa membohongi hatiku. Aku ingin bertemu dengannya dan menanyakan semuanya. Bukan tentang apakah dia mau menerima lamarannya, ada yang lebih utama. Apa yang membuat dia menghindar? Apa yang salah dengannya sampai dia merasa ketakutan seperti kemarin?

Aku memutuskan untuk pergi menemui Kelana. Aku mengendarai motorku, di perjalanan, aku melihat warung bubur dan teringat akan Kelana. 

Dia pasti belum makan.

Aku berhenti di warung itu dan membeli sebungkus bubur dan sebotol air putih. Saat sampai di depan kos Kelana, aku mengetuk pintu rumah itu. Aku tidak melihat siapapun disitu, lalu aku menunggu seseorang yang mungkin saja datang ke sini. Aku mengecek ponselku dan tetap tidak ada jawaban apapun dari Kelana. Sudah lama menunggu, aku melihat ada seorang perempuan yang datang. 

“e, mas ada apa ya?”

Lihat selengkapnya