°Kami ini adalah teman masalalumu, lupakan kami dan cari yang baru. Kau hanya terlalu berlebihan dalam menyikapi suatu hal. Ini bukan novel berhentilah mempersulit dirimu dengan drama hatimu °
Suara bel istirahat berbunyi, syukurlah! Aku gagal fokus karena jadi bahan perbicangan di kelas.
Perutku sudah keroncongan dan apesnya lagi aku malah di panggil ke kantor saat berjalan menuju kantin, yang letaknya tidak jauh dari kantor.
Aku berpikir akan dihukum oleh Bu Ana karena cengesesan saat jam pelajarannya tadi ternyata tidak.
Tujuan Bu Ana memanggilku adalah menyampaikan amanat dari Pak Umar, guru bahasa Inggrisku.
Pak Umar memanggilku bukan tanpa alasan.
Alasan Pak Umar memanggilku ialah aku di tunjuk menjadi perwakilan sekolahku bersama beberapa orang kakak kelas untuk mengikuti lomba resensi yang diadakan setiap tahun dan itu mencakup seluruh Indonesia.
Aku diberikan dua tumpuk buku yang satunya adalah fotocopy-an dari sebuah novel dan yang satunya lagi adalah satu buku tentang ilmu filsafat dan juga hukum pemerintahan.
Pak Umar memberikan buku ini karena melihat lembaran minat dan prestasi yang pernah ku raih.
Aku memang berminat dengan sastra, waktu aku ingin mendaftarkan diri untuk masuk ke jurusan bahasa Indonesia, ternyata aku sudah terdaftar dalam jurusan IPA.
Hal Itu membuatku menyesal namun, menyesali sesuatu yang sudah terjadi itu sama saja dengan menjilat ludahnya sendiri sudahlah terlambat untuk menyesali apa yang sudah terjadi lebih baik aku terus menatap ke depan dan menikmati hidup.
Aku keluar dari kantor dan mengucapkan banyak terimakasih kepada Pak Umar karena memberikan kesempatan untukku kembali berkarya setelah padam akibat larangan keras dari Ayah dan Ibuku.
Aku memasang kembali sepatuku saat berada diluar kantor, kami memang memiliki kewajiban ketika masuk kedalam kantor guru harus melepaskan sepatu tetapi, terkadang yang menjadi pertanyaan terbesar dalam hidupku adalah mengapa kami sebagai murid melepaskan sepatu saat memasuki kantor sedangkan gurunya tidak melepaskan sepatunya dan seenaknya masuk kedalam kantor namun, hal itu tidak perlu di besar-besarkan karena memang sudah kewajibannya seorang murid menuruti semua peraturan sekolah yang terkadang tidak masuk akal.
Ketika aku berjalan keluar dari kantor, aku melihat Pak Arkan Sehatullah Al-Amin guru olahraga sekaligus guru IPA terapan dikelasku sedang duduk di meja piket lalu aku menghampiri beliau serta menyalimi tangannya.
Seperti biasa tangannya selalu saja berbau kayu manis dan lemon, sepertinya Pak Arkan senang sekali memakai parfume dengan perpaduan kayu manis dan lemon.
"Hei robot!,” Sapa Pak Arkan saat aku menyalami tangannya, membuatku kesal namun, Aku membalas ucapan pak Arkan dengan tersenyum kecut.
‘Ya Tuhan, kenapa dipanggil robot lagi sih’ Jeritku dalam hati sambil berjalan dengan langkah malas dan terus saja menunduk kebawah.
Kenapa akhir- akhir ini, aku merasa seperti diawasi yah. Mungkin hanya perasaanku saja yang terlalu peka tetapi, apa tidak aneh ketika setiap gerak-gerikku selalu di perhatikan terus sama seseorang.
“Aduh!,” Pekik seseorang membuatku tersadar jika aku telah menabraknya tetapi, justru aku yang terpental.
“Maaf, saya enggak sengaja!,” Cicitku pelan aku tidak berani melihat wajahnya karena takut.
Apakah dia akan melabrak, mendorong dan menamparku, seperti kejadian waktu SMP dulu saat salah satu geng siswi yang ditakuti di SMP Tunas Harapan bernama The Destoyer dan mereka melabrakku di lapangan.
Aku tidak pernah berurusan dengan Geng yang terkenal suka menghancurkan barang-barang dan mengklami apa yang mereka lihat sebagai miliknya namun, mereka melabrakku hanya karena aku berbicara dengan Adam Hanifah -Salah satu pangeran SMP Tunas Bangsa yang tampan- saat istrahat. Aku berbicara dengan Adam karena kami satu kelompok waktu itu.
Seluruh seantro SMP Tunas Harapan tahu jika Kiara Aliavena -Ketua dari geng The Destroyer- tersebut menyukai Adam bahkan mengejarnya dengan berbagai cara yang ia punya serta menyingkirkan siapa saja yang menghalangi untuk mendapatkan Adam.
Untung saja aku melawan dengan mempermalukan balik setelah pulang sekolah, seperti ia mempermalukanku di lapangan waktu istrahat.
Aku bahkan sudah muak berkali-kali di panggil ke BK- Bimbingan Konseling untuk anak murid yang bermasalah- karena membuat onar tetapi, Bu Hanifa dan Pak Haman tidak pernah memarahiku atau menghukumku seperti anak murid bermasalahan lainnya mereka justru mengajakku bermain catur.
Duh! Aku malu ketika mengingat sikapku yang tidak terpelajar dengan wajah yang Alim ini, ketika menduduki bangku menengah pertama, aku dan sahabatku senang sekali membuat keributan di jalan raya setelah pulang sekolah.
Balapan mengunakan sepeda di jalan raya sambil bermain peran seolah kami adalah super hero yang akan menaklukan dunia, atau sekedar bernyanyi lagu Anime. Ketika dilampu merah kami dengan lantangnya mengucapkan sampai jumpa dengan mengunakan bahasa jepang.
Aku tertawa pelan mengingat kejadian waktu itu, tunggu kenapa aku jadi keingatan masa lalu sih. Sadar Riella ini masih di sekolah.
“Kamu enggak papa dek?,” Tanya Seseorang yang berada di hadapanku saat ini membuatku menatap wajahnya, kenapa dia tersenyum sih.
Kenapa nggak marah? Saat aku melirik kearah lambang kelasnya, Mampus! Yang ku tabrak kakak kelas, malah manis lagi orangnya.
“Eh gak papa kok kak, tapi kenapa kakak nggak marah?,”Tanyaku balik, membuatnya justru tertawa pelan.
“Santai aja kali, jangan berlebihan, lagi pula kamunya kan gak sengaja!." Jawabnya sambil tersenyum.
‘Tuhan, bisa-bisa aku kena diabetes mendadak.
Riella bangun! Jangan tenggelam dalam pesonanya, tapi biarlah ku tatap saja karena aku penasaran, soalnya kalau gak dilihat mubazir' Jeritku dalam hati aku menepuk pipiku perlahan rupanya ini bukan mimpi.
“ Dek, kamu kenapa? Kamu sakit kah, mau kakak antar ke UKS!,” Tanyanya membuatku hatiku meleleh.
‘Astaga Bu, aku di perhatiin Ama kakak kelas udah gitu senyumnya bikin diabetes lagi, mimpi apa aku semalam? Perasaan tadi malam aku jatuh dari ranjang deh gara-gara tante menendangku kebawah,' Girangku dalam hati, sambil tersenyum manis menatap wajahnya.
'Apa aku harus jatuh dari ranjang dulu baru ketemu sama kakak kelas yang bikin diabetes ini, nanti malam aku bakalan usahain jatuh dari ranjang lagi deh biar ketemu lagi sama dia!," Lanjutku dengan tekad yang membara didalam hati.
Nolak aja kali yah, pura-pura sok jaim di depannya dia.
“Enggak deh kak, Riella nggak sakit kok. Hehehe cuman kaget aja. Permisi kak!,” Ucapku langsung berjalan menuju ke kelasku.
Aku malu saat dia menatapku dengan dalam, aku terus saja menghindari tatapan mata ku agar tidak bertemu dengannya.
Sempatku lirik bet namanya Muhammad Huda Asyiffa, nama yang indah dan manis, semanis orangnya menurutku.
Aku bersenandung kecil dan sangat bersyukur saat Pak Umar memberikanku dua tumpukan buku yang harus di resensi ini.