Minggu ini terlihat lenggang, tidak ku dapati ibu maupun ayah hari ini, apa mungkin mereka sedang mengantar Bima ke rumah sakit, syukurlah jika begitu. Semoga saja ibu dan ayah berbaikan dan lebih menguntungkannya lagi ibu tidak melihat mata sembab ku.
Semalaman aku tidak bisa tidur dan hanya berkutat dengan soal matematika untuk menghilangkan rasa sakit yang ada di hatiku. Semalam rasanya sungguh merobek Sukma ku.
aku tidak tahu, jika perjodohan ayah dan ibuku meninggalkan luka cukup dalam untuk mereka berdua, senyum yang mereka perlihatkan kepada semua orang adalah kebohongan.
Aku juga baru saja mengetahui dari tetangga sekitar jika Kehidupan Oma dan kakekku telah rusak karena orang ketiga masuk dalam kehidupannya.
Tetangga ku bersyukur, jika nenek ku selama ini bersikap baik kepada ibuku. Saat itu aku masih terlalu kecil untuk memahami kata pilih ayah atau ibu.
Dan sampai sekarang pun aku benar-benar tidak paham, mengapa ibuku mau menerima perjodohan dengan laki laki yang tidak ia cintai.
Menurut cerita yang aku dengar dari ibu, waktu itu beliau ingin bekerja mencari nafkah untuk ibu dan adik-adiknya yang ada di kampung, pada Saat itu ibuku tinggal dengan istri pertama dari kakek ku dari ibu, ketika aku sering berkunjung ke rumahnya aku memanggilnya dengan sebutan Uti Aminah.
Di mulai lah perjodohan sepihak tanpa melibatkan ibuku, Karena uti Aminah merasa ayahku adalah orang terbaik untuknya, sangat terbaik untuk menorehkan luka yang cukup dalam kepada anak-anaknya lalu pernikahan pun terjalin sebulan setelah perjodohan.
Ayahku sangat mencintai ibuku dengan sepenuh hati namun ketika adikku Bimantara Aditya putra lahir, terlihat cinta itu sedikit memudar. Ayah semakin jarang pulang ke rumah dan selalu sering mampir untuk membeli kue kering di rumah seorang perempuan bernama Agnesia Dwi Cokro Widodo, sahabat ibuku dalam perantauannya.
Terkadang aku sangat aneh melihat sikap Tante Agnes terhadap ayahku, karena sering sekali melakukan kontak fisik dan ucapan yang seringkali mengandung bujukan serta rayuan.
Jika benar, Oma menyuruh ayah menikah lagi dengan Tante Agnes maka, surat perceraian akan melayang saat itu juga.
Aku tau ibuku adalah wanita yang menggenggam kesetiaan dan ibuku selalu bekerja keras, untuk bertemu dengan banyak bos perusahaan di luar sana demi proyek yang mereka kerjakan dan Oma selama ini tidak pernah mengetahui bahwa proyek pemerintah yang selama ini ayahku kerjakan adalah hasil jeri payah ibuku dalam negosiasi bersama para teman-temannya.
Sungguh aku juga baru tau fakta jika, keluarga besar Oma sangat membenci Bima, Aku sendiri tidak tahu alasan pasti namun, Oma selalu mengatakan jika Bima adalah anak pembawa sial bagi kehidupan ayah.
Aku sangat marah ingin rasanya ku untuk mengatakan hal yang sama bahwa kehadiran Oma dalam hidup kami adalah benalu yang berduri dan sudah pasti akan di basmi, tapi kalimat itu selalu ku urungkan.
Aku tidak mengerti sebenarnya apa kesalahan Bima padahal ia hanya sulit tumbuh berkembang seperti anak seusianya, ia memiliki tubuh dewasa namun perangainya seperti anak kecil dan selalu berobat ke dokter kejiwaan dan spesialis syaraf tiap minggunya dengan obat-obatan yang berbeda untuk mengontrol emosi dan menstabilkan kinerja otaknya.
Aku semakin hanyut dalam pikiran ku tak sadar jika air panas di dalam teko telah mendidih dan mengeluarkan suara uap yang berisik. Mungkin segelas cokelat hangat akan menenangkan pikiran ku namun ternyata aku salah, suara Bima dan sabuk pinggang yang beradu sama nyaringnya menghalangi niatku, ku matikan kompor milikku dan segera menuju ke ruang keluarga.
Aku melihat Oma yang datang ke rumahku kali ini, membawa sabuk pinggang yang ia ketatkan dan memukul tangan Bima dengan sabuk itu ternyata Bima ada di rumah, lalu kemana perginya orang tua ku itu menjadi tanda tanya terbesar dalam diriku sekarang.
"Apaan ini, apa yang oma lakukan kepada Bima"ujar ku melihat Bima yang menangis sejadi-jadinya, dan memeluknya.
Oma memasang wajah tidak perduli sembari merapikan bajunya ia berkata " Ia menyenggolku dan aku memberikan dia sedikit pelajaran" ujar Oma membuat ku meradang.
"Oma selalu saja menyakiti Bima," ujarku membuat Oma membuang muka dan bersikap acuh.
"Lebih baik Oma pergi dari rumahku ini atau aku akan berteriak bahwa ada kekerasan dalam rumah ini," ancam ku membuat Oma mendengus kesal.
"Tadinya aku mencari ayahmu dan menyuruh pergi dari rumah yang kalian tempati ini karena Yuda serta Rahmah akan menepati rumah ini, pernikahan mereka sebentar lagi akan di tentukan." Ujar Oma membuatku terperanjat kaget, Tante Rahmah, adik terakhir dari ayahku akan menikah dengan kak Yuda.
aku cukup senang mendengar berita itu namun, mendapati kami akan di usir dari rumah Oma yang tidak pernah di tempati dulunya ini membuat ku sedih.
"Jika sampai Yuda datang dan melihat adik mu Bima itu akan memalukan, sudah dia cacat, bertingkah seperti orang bisu dan menghabiskan banyak uang untuk pengobatannya." Maki Oma membuatku tidak sadar meneteskan air mata ku. Sungguh, sangat menyakitkan mendengar kata kata hinaan dan merendahkan seperti itu dari mulut Oma.