Ruang Abu-abu

Rieldeeqa
Chapter #11

11. akustik

Sambil merapikan baju ku di dalam koper aku menemukan sebuah kotak kecil di dalam terdapat kalung yang indah pemberian ibu bertuliskan namaku dan gelang kaki perak kecil, untuk mengetahui kemana aku pergi saat masih kecil, mungkin sekarang gelang kaki ini sudah tidak muat lagi. Jika di ingat saat aku masih kecil, Oma selalu menghadiahkan ku mainan yang lucu serta baju yang indah ku kenakan saat aku masih kecil. Baju itu masih tersimpan rapi di dalam kardus di atas lemari.


Aku mengambil kardus yang berada di atas lemari dengan mengunakan kursi rias di kamarku dan meletakkannya di atas ranjang, penuh debu tapi terdapat begitu banyak kenangan di dalamnya , aku membukanya dan melihat ada buku kecil yang menarik perhatianku sudah lama sekali aku mencarinya dan tidak aku temukan.


buku diary ku waktu kelas 1 SMP. masih ku ingat aku menulis apa saja yang berada di dalam pikiran ku tentang semua kebenaran ini dan berbagai macam percobaan untuk menyakiti diriku sendiri dan terkadang sampai sekarang aku lakukan.


Aku ingat, alasan mengapa aku lebih memilih untuk tinggal bersama Oma saat SMP hingga kelulusan sekolah dibandingkan dengan orang tua ku adalah, pelampiasan amarah ibu yang tanpa sebab dan harus di tanggung oleh ku sejak aku masih SD.


Aku sangat ingat, saat bermain bersama temanku selepas pulang sekolah di sore hari tanpa pulang ke rumah, aku di pukul mengunakan apapun yang ibu lihat di jalan raya, entah itu sebilah tongkat kayu, pipa, cubitan di seluruh pahaku, ganggangnya sapu yang rusak bahkan di jewer hingga pulang ke rumah.


Tetanggaku mengatakan bahwa, ibuku memukul dengan kejam saat itu, lalu ibu menjelaskan alasan kenapa ia memukul dengan sangat brutal yaitu, teman satu sekolahku kakaknya adalah seorang pencuri dan sering menggunakan narkotika.


Ia takut jika aku bermain dengannya maka aku akan mengikuti jejaknya.


Aku bisa menerima dengan lapang dada saat ibu memukulku aku masih kelas 5 SD dulu, itu memang kecerobohan ku tetapi, saat Bima merusakkan gelas porselen milik oma, atau saat ia menghancurkan semua barang barang milih Tante Rahmah, aku adalah sasaran empuk kemarahan ibu.


Terkadang tidak segan-segan ibu memukulku ketika bima melakukan kesalahan, ibu berpikir aku yang lalai sehingga Bima bisa merusak semua barang-barang milik oma.


Ingatan ku kembali muncul dalam pikiranku, aku ingat dengan jelas jika Bima waktu itu merusak barang Tante Rahmah, dan Oma marah besar hingga memaki ibu dengan umpatan yang kasar.


"Ibu ampun bu hiks, aku akan menjaga bima Bu" isak ku dengan suara parau, aku tidak sanggup menahan rasa sakit pada tubuh ku. Tubuhku lebam di sekujur paha ku.


Ibu memukul dengan menggunakan botol kaca dan memecahkan ke dinding tembok yang mengapit kami.


"Jika kamu lalai menjaga Bima lagi, ibu akan membunuhmu dengan botol kaca ini. Ibu bisa punya anak lagi, kehilangan anak susah di atur Seperti kamu bukan masalah. " Maki ibu membuatku menangis semakin sejadi-jadinya, ibu tidak pernah menginginkan kehadiranku dalam hidupnya.


" Kamu itu bukan binatang, kamu tidak dungu riella! Ibu lelah setiap hari harus di maki oleh Oma mu." Ujar ibu setelah lelah mencubit tubuhku dengan tangannya dan kembali memukul ku dengan tangan.


Mungkin memang benar, ibu membenciku. Ia sangat menyayangi bima. Bukan aku yang salah, tapi aku yang harus menerima akibatnya. Ibu tidak ingin Bima semakin sakit. Tapi apakah ia tau bahwa setiap pukulan yang ia berikan kepada ku melukai hatiku.


Aku hanya seorang anak kelas 5 SD yang selalu menuruti semua perkataannya namun, selalu salah di matanya. Apakah jika aku mati, Oma dan ibu akan bahagia? Toh aku juga, sudah tidak memiliki harapan apapun lagi untuk hidupku ini.


Suara ibu yang memarahi ku semakin jelas masuk di gendang telinga ku.


" Ibu sudah bilang jaga Bima tapi kamu tidak menjaganya dengan baik." Teriak ibu dengan amarah yang sangat membara.


Entah darimana ibu mendapatkan sapu besi dengan ganggang lemah itu dan ia memukulku hingga ganggangnya patah menjadi 2 dan badan merah semua.


" Kamu tuh kapan bisa kapoknya sih, di bilang jangan main terus, keluyuran. Bima rusakin barang Oma, ibu lagi masak di dapur. Jagain adik kamu." Amarah ibu semakin menjadi.


"bandel banget, Oma itu akan menjelekkan kita di depan keluarga besar dan ibu akan di hina. Kamu bisa ngerti ga sih," ucapan ibu, membuatku terdiam aku tidak bisa merasakan sakit.


Ibu dengan cubitan ibu yang membuat badanku lebam semua.


" Aku ga main Bu, aku cuman tanya pr besok." Ujarku membela diri di tengah isakan ku yang semakin menjadi, cubitan ibu melayang di mana-mana membuat kepala ku sedikit pusing karena lelah menangis.


" Kamu berbohong, lebih baik kamu tidur sana. Gaada jatah makanan untukmu hingga besok " Amarah ibu menghentikan cubitannya dan pergi dengan meninggalkan aku yang duduk menahan tangisku.


Hari-hari ku selalu terlibat kemarahan ibu, ketika bima pergi ke rumah orang lain ia akan merusak tanaman milik tetanggaku dan membuatnya menjadi mainan miliknya.


Aku menjadi sasaran empuk hingga di tendang oleh ibu. Belum lagi saat aku ingin bermain dengan temanku sebayaku mereka sering mengejek ku dan melempari ku dengan batu batu kecil hingga kepalaku berdarah, bukannya di obati ibu malah melayangkan tamparan kepadaku.


" Sudah ibu bilang, kamu ini selalu buat ibu darah tinggi. Kamu bukan keledai yang dungu. Jangan main dengan mereka paham, mereka anak nakal." Maki ibu, membuatku diam.


Ibu menamparku dengan sangat keras hingga membuat sudut bibirku berdarah. Ia mencubit ku bahkan tidak perduli dengan teriakan kesakitan yang aku lontarkan hingga mulutku lelah.


" Kamu sama aja seperti Oma mu, mirip kalian brengsek. Sikap kamu yang membangkang kalau tidak di didik dengan benar akan menjadi seperti wanita setan itu." Rutuk ibu dengan wajah marah dan membuatku semakin lelah dengan keadaan.


" Ibu hanya menyuruh kamu belajar, biar ga bodoh. Kamu ini bukan hewan. Tolong ngerti kondisi ibu sedikit aja," jelas ibu di sertai cubitan di tubuh ku, sepertinya lebam ini tidak akan hilang.


Aku lelah, semua yang aku lakukan salah di mata ibu. Aku belajar dan tidak bisa menjaga Bima, ibu memukul punggung ku dengan sapu yang baru saja ia beli hingga patah.


Aku lelah, belum lagi makian Oma dan hinaan keluargaku saat aku hanya ingin bermain bersama keluargaku. Aku tidak ingin terus belajar dan mendapatkan nilai yang tinggi, aku lelah dengan keadaan yang menuntut ku untuk menjadi sempurna.


Lihat selengkapnya