Ruang Bersamamu

F. Chava
Chapter #13

Tujuan

Syafrie menjelaskan kalau Ibu tidak henti-hentinya menelepon ke kosan kami. Penjaga kos yang semula ramah meladeni, akhirnya karena tak tahan malah mencabut kabel telepon.

Setelah lewat jam 12 malam, Syafrie dan Donny baru sampai kosan. Penjaga kos yang mengetahui kalau aku dekat dengan mereka, langsung memberitahu bahwa aku belum kembali sejak siang.

"Aku ingat, Rud. Kamu bilang mau ambil uang buat beli komputer. Firasatku nggak enak. Jadi, aku dan Donny sepakat untuk nyari kamu."

"Makasih. Untungnya ada kalian disaat-saat genting. Kebayang kalau harus jalan kaki sampai kosan, kayaknya sebelum sampai, aku pasti pingsan duluan."

Mereka terdiam. Sepertinya sibuk dengan pikiran masing-masing. Atau bisa jadi, membayangkan bagaimana jadinya kalau aku benar-benar jalan kaki ke kosan berdua dengan Nàdya dengan kondisi seperti ini.

Aku mulai merasakan punggungku remuk. Untuk menghirup dan mengembuskan napas saja, terasa seperti tulang-tulangku ikut tercabut.

Aku memperkenalkan Nadya kepada mereka. Aku bercerita bahwa Nadya adalah seorang mahasiswi yang berasal dari Jakarta. Aku juga menceritakan niat Nadya yang ingin kabur dan bersembunyi di Metro karena beberapa temannya sudah ditangkap, bahkan ada yang menghilang tanpa jejak.

Mereka mengangguk-angguk. Raut wajah Donny dan Syafrie tampak paham dengan apa yang terjadi dengan Nadya.

"Ngomong-ngomong, Rud. Boleh aku bertanya?" Donny menolehkan kepalanya kepadaku.

"Apa?"

"Apa yang terjadi sama kamu sampai kayak gitu?" Sorot matanya memperhatikan setiap luka baret yang kudapatkan di kedua lengan. Aku mulai merasakan perihnya.

"Dia menyelamatkanku," kata Nadya.

Aku mulai menceritakan awal mula perkenalanku dengan Nadya. Tentang situasinya yang berada dalam bahaya, juga tentang persembunyian kami di kios kecil yang berada di Jalan Padang, jalan yang tepat bersebelahan dengan gedung Plaza Pos.

Dan bagaimana kami bisa berlari sampai bertemu dengan mereka berdua. Tak ketinggalan kuceritakan perkelahianku dengan salah satu lelaki itu.

"Lalu, bagaimana kamu bisa selamat dari lelaki yang membawamu, Nad?" tanya Donny.

Ah, pertanyaan itu juga yang sedari membelenggu pikiranku. Kulihat lagi penampilan Nadya, tidak tampak luka berarti pada tubuhnya. Selain kakinya yang lecet akibat kupaksa berlari meski tubuhnya sudah mengeluh lelah, tidak ada lecet di bagian tubuhnya yang lain.

"Ah, ya--" Nadya menggaruk kepala belakangnya, dia kemudian menyengir. "Ada, lah. Kalian nggak perlu tahu. Yang penting, aku bisa selamat."

"Lho, justru aku perlu tahu," timpalku. "Lihat luka-luka ini, aku nyaris mati mengalahkan intel itu, kenapa kamu malah baik-baik aja?" Aku menunjukkan luka baret yang menghiasi kedua lengan. Aku juga merasakan sesak pada ulu hati, punggung yang seperti remuk, dan wajahku yang terasa peruh juga pedas.

"Nanti, akan kusampaikan kalau kita udah sampai." Nadya bergeming, di dalam mobil, dia tetap tidak mau bicara apa yang dia lakukan sehingga bisa selamat dari intel itu.

Lihat selengkapnya