RUANG DAMAI PANCAWARNA

Nurul Awaliyah
Chapter #4

Toska yang Menenangkan

"Iya."

"Gue setuju."

"Gue ikut aja, deh."

Mengangguk. Diam. Setuju-setuju saja dengan apa yang kami usulkan. Tidak pernah mendebat atau protes untuk sesuatu hal. Itulah Arumi.

Apa-apa yang keluar dari mulut Arumi rasanya selalu menenangkan kami semua. Seperti kutipan-kutipan indah yang selalu ia temukan atau kata-kata yang ada di pikirannya sendiri.

"Andrea." Sembilan tahun lalu aku secara resmi memperkenalkan diriku seraya mengajaknya berjabat tangan.

"Arumi." Ia mengangguk kecil dan menyambut tanganku.

"Fakultas Ekonomi?"

Arumi hanya mengangguk.

"Saya Fakultas Sastra." Aku cukup tidak tahu malu karena memberi tahu tanpa ditanya.

"Wah? Keren banget." Aku ingat sekali matanya begitu berbinar saat itu.

"Keren? Biasa aja kali, Rum."

"Nggak, Andrea. Saya pikir itu keren. Bagi saya sastra itu keren, walaupun saya nggak begitu ngerti, sih."

"Terus tahu dari mana itu keren kalau kamu nggak begitu ngerti?" Aku sedikit menggodanya.

"Ya ... keren aja. Menurutku sastra itu mewakili kita. Mewakili isi hati manusia. Dengan kata-kata, dengan gaya bahasa. Itu sih sedikit yang saya tahu."

Mendengar jawaban Arumi saat itu membuatku berpikir, apakah Arumi bisa membaca pikiranku?

"Terus kalau kamu tahu ini keren, kenapa kamu nggak coba mendalami?" Aku menggodanya sekali lagi. Ia terdiam. Cukup lama sampai aku yang akhirnya kembali buka suara. "Karena orang berpikir nantinya akan minim lapangan pekerjaan? Orang berpikir akan susah bagi orang sastra cari duit? Pasti itu kan yang ada dalam pikiran orang awam?"

Ia tersenyum kecil.

"Jadi, ini nggak keren-keren banget kan, Rum?"

Kemudian tawa kami berdua meledak saat itu.

"Terlepas dari apakah sastra itu keren atau tidak. Bagiku orang-orang yang ada di dalamnya sangat keren. Termasuk kamu, Andrea. Kamu keren. Setidaknya saat kamu memilih jalan "sastra" saat itu juga kamu sebenarnya sudah tahu apa yang akan kamu lakukan setelahnya. Kamu sudah merencanakan nanti kamu akan ngapain. Nggak semua orang berani ambil resiko. Dan nggak semua orang pandai dalam hal merencanakan. Ketika semua orang memilih jalan demi sebuah keuntungan. Kamu memilih jalan untuk memberikan batinmu sebuah kepuasan."

Saat itulah untuk pertama kalinya Arumi menenangkanku. Ketika banyak orang menentang akan jalan yang kupilih, ada seseorang yang tahu bagaimana jalan pikiranku bekerja. Ketika banyak orang meragukan jalan yang kupilih ini benar atau salah, ada seseorang yang secara tidak langsung meyakinkanku.

Lihat selengkapnya