RUANG DAMAI PANCAWARNA

Nurul Awaliyah
Chapter #8

Merah: Ingin Diraih

"Night!" Gue langsung menunjukkan senyuman lebar sepaket dengan sekotak pizza di tangan kiri dan beberapa minuman favorit yang terbungkus keresek putih minimarket di tangan kanan kepada Andrea ketika dia membuka pintu rumahnya. Dia tersenyum dan mempersilakan gue masuk. Kami berdua langsung menuju balkon di lantai dua rumahnya.

"Kebiasaan lo. Jam berapa ini coba." Dia protes, tapi gue tahu dia juga bahagia melihat gue tiba-tiba muncul di depan rumahnya. Ini bukan kali pertama atau kali kedua seperti judul lagu Raisa, tapi ini kali kesekian. Nggak bisa dihitung. Nggak heran kalau mereka menjuluki gue "Ninja Dys" alias suka tiba-tiba muncul depan rumah Andrea, depan kosan Arumi, depan kantor mereka berdua, bahkan depan kantor Digta atau Handika. Cuma gue yang berhak menemui mereka di mana saja dan kapan saja. Dan, nggak ada yang boleh nolak.

"Baru juga jam delapan. Gue tadi awalnya mau ngajak Arumi. Tapi dia baru balik lembur bagai quda. Udah jadi karyawan tetap aja dia masih banting tulang."

"Arumi just being Arumi. Dan elo just being elo." Dia terkekeh.

"Sepi banget. Bokap lo ke mana?"

"Belum balik. Masih ngantor. Lo ke sini sendiri?"

"Kakak lo? Bawa mobil sendiri gue. Tapi tadi sempet ketemu Handika. Ngopi bareng bentar."

"Mas Candra nggak tau deh ke mana. Gue nggak mantau. Lah, tadi si Digta nanyain lo."

"Yah ... nggak bisa cuci mata dong gue." Apakah Andrea sudah bercerita bahwa dia punya kakak yang super duper ganteng paripurna? "Gue lagi nggak mau ngomong sama si Digta."

"Paling Mas Candra bentar lagi balik. Dusta, nggak mau ngomong sama dia paling ntar malem elu berdua teleponan, Dys." Dia tertawa sangat puas.

"Haha." Gue dan Digta memang bagai Tom and Jerry tapi selalu saling menyayangi.

"So ... ada apa?" Andrea selalu tahu, ketika gue muncul tiba-tiba pasti ada hal yang ingin gue bicarakan.

"Kelihatan banget, ya?"

"Banget. Banget. Banget."

"Gue juga udah ngomongin hal ini sama Arumi. Gue juga udah ngomongin hal ini sama Handika. Rasanya gue pengin ngomongin hal ini juga ke elo."

"Serius banget. Soal apa?"

"Gue ... takut aja. Banyak hal yang gue takutin akhir-akhir ini."

"Takut? Seorang Gladys takut akan sesuatu?" Andrea menempelkan telapak tangannya di kening gue. Mungkin dia kira gue lagi sakit karena bicara hal yang nggak-nggak.

"Haha. Gue serius, Dre."

"Oke. Oke. Serius. Hal apa yang bikin lo takut? Dan kenapa lo harus takut akan hal itu?"

"Gue takut sendirian. Takut aja. Akhir-akhir ini gue takut banget sendirian."

"Hah? Ini bukan Arumi yang merasuki tubuh lo, kan? Kenapa lo ketularan Arumi yang takut sendirian? Lo takut hantu muka datar datengin lo?"

"Gue serius, Drea." Kali ini gue nggak tahan ingin menoyor kepalanya.

Lihat selengkapnya