“Di sini mah panas Fit, enggak ada tempat lain apa?’’ protes Erina sambil membetulkan kacamatanya ketika mereka sampai di sebuah pesawahan.
“Gak pa-pa, biasanya juga waktu kecil suka ngejemur diri di atap rumah, berlaga di pantai.”
“Ih, seenaknya ngarang cerita.” Erina tak terima walau memang iya pada kenyataannya.
“Emang bener.’’
“Udah deh! Berisik tahu,’’ ucap Fauliza ketus.
“Fa, waktu kecil suka main layang-layang enggak?’’ tanya Hafitra
“Enggak, tapi pernah beberapa kali sama Radel.”
“Oh iya, ya. Kamu sama Radel pernah sahabatan waktu kecil, tadi denger kok. Tapi kenapa bisa retak gitu persahabatannya, apa alasannya karena kamu...?” tanya Ilmi namun terpotong oleh Ihfa.
“Bukan, tapi karena salah paham.”
“Salah paham gimana maksudnya?’’ tanya Fauliza penasaran.
Ihfa menceritakannya secara rinci dan seusai itu mereka langsung menerbangkan layang-layang. Hari ini dan seterusnya, sebisa mungkin Hafitra bersama sahabat-sahabatnya menggantikan apa yang hilang dari Ihfa dan mewujudkan apa yang diinginkannya. Ya, mereka akan selalu berusaha melakukannya, semoga saja berhasil.
Layang-layang Hafitra dan Ihfa terbang mengudara, menari bersama angin. Sementara itu layang-layang Ilmi, Erina, dan Fauliza masih saja sulit untuk diterbangkan. Arghh, itu menjengkelkan. Kenapa mesti sesulit itu? Hingga rasanya mereka ingin menyerah saja, tak mau menerbangkannya. Namun, tak baik bukan menyerah begitu saja? Jika kita menyerah pada hal-hal kecil, lalu bagaimana kita akan meraih mimpi kita yang besar? Mengejar mimpi rintangannya lebih besar dan tak serta-merta bisa terbang dengan gampang. Hal besar, dimulai dari yang terkecil, bukan?
“Wih, wih terbang.” Fauliza heboh sendiri dan terlihat wajahnya begitu berseri-seri. Bahagianya ia bukan main, karena layang-layangnya terbang mengudara.
Terlihat Ihfa dan Hafitra tertawa saat melihat reaksi Fauliza yang bagi mereka berlebihan. Tak lama dari itu pun layang-layang Ilmi dan Erina menyusul terbang.
“Il, Er, Fau, kita putuskan layang-layang Ihfa sekarang!” Hafitra berkomando.
Ihfa tertegun, lalu menatap satu persatu sahabat-sahabatnya kini. Ia tidak mengerti, mengapa Hafitra mengomandokan Ilmi, Erina, dan Fauliza untuk memutuskan benang layang-layangnya?
Sebisa mungkin Ilmi, Erina, dan Fauliza memutuskan benang layang-layang Ihfa. Kalau Hafitra tidak usah ditanya, ia lumayan jago kalau soal main layang-layang. Rasanya bagi Ilmi, Erina, dan Fauliza memutuskan benang layang-layang Ihfa sulit sekali, hingga rasanya sangat gemas. Mereka juga hebohnya minta ampun. Mau memutuskan benang Ihfa saja sambil berteriak-teriak coba, membuat telinga Ihfa dan Hafitra sakit. Ini pertama kalinya Ihfa melihat Ilmi seperti itu, bebas, lepas, dan secantik kupu-kupu liar.
“Ayo, ayo putus!” teriak Fauliza sambil terus mengendalikan layang-layangnya.
“Ah, ah, mau ke mana?’’ teriak Erina saat layang-layangnya terbang tak karuan. “Eh, eh jangan ke sana!’ teriaknya lagi saat layang-layangnya mulai menjauhi layang-layang Ihfa.
“Eh, ke layang-layang Ihfa bukan ke layang-layang Fau,” ucap Ilmi sama hebohnya dengan Erina dan Fauliza.
Terlihat Ihfa dan Hafitra tertawa melihat tingkah mereka yang super heboh, dasar ya perempuan. Tak lama layang-layang Erina jatuh ke sawah dan itu cukup membuatnya kecewa, sementara itu sahabat-sahabatnya malah tertawa. Apalagi melihat ekspresi wajahnya yang nampak kesal, kecewa, dan gemas. Tak lama dari itu pun, benang layangan Fauliza putus oleh benang milik Ilmi.
“Ah Ilmi, gak sesuai rencana nih,” eluh Fauliza kecewa dan agak kesal.
“Maaf!” ucap Ilmi sambil tertawa kecil.
Beberapa detik kemudian, benang layang-layang Ihfa putus oleh Hafita dan terbang di bawa angin entah ke mana? Kemudian Hafitra dan Ilmi menurunkan layang-layangnya.
“Bersama layang-layang itu Fa, kami harap semua kepedihan dalam hidup kamu terbang sejauh mungkin dan tak akan kembali lagi. Kami harap tali-tali kesedihan dan kesepianmu dengan hadirnya kami sebagai sahabat terputus, dan yang ada hanyalah kebahagiaan, kebersamaan untuk saling mengisi satu sama lain,” ucap Hafitra sambil tersenyum.
Kini Ihfa mengerti tujuan mereka memutuskan layang-layangnya untuk sebuah perumpamaan dari pengharapan mereka yang kini hadir sebagai sahabatnya. Ya, tentu saja kehadiran mereka kini bagi Ihfa benar-benar telah memutuskan tali-tali kesepian, kepedihan, dan kesedihan. Ia benar-benar bahagia, karena pada akhirnya ia tak lagi sepi.