Ruang dan Batas

Sri Winarti
Chapter #32

Bab 31

“Ilmi, ada teman kamu,’’ teriak ayahnya yang hendak berangkat bekerja sebagai satpam di salah satu Bank di kota Bandung.

Ilmi yang tengah mencuci piring pun dengan segera mengusaikannya. “Iya Yah, sebentar,’’ ucap Ilmi sambil membereskan piring-piring dan gelas. 

Setelah itu ia langsung keluar dan dilihatnya Radel tengah ngobrol sama ayahnya dengan begitu hangat, bahkan mereka sampai tertawa satu sama lain. Mereka benar-benar tampak akrab sekali. Ilmi menatap Radel sambil menyeringai, dia itu kenapa sih sampai-sampai tak membalas pesan dan bahkan tak membukanya? Marah atau bagaimana? Dan kenapa tiba-tiba sepagi ini dia sudah ada di sini? Berarti, kalau marah mana mungkin dia ke sini dong? Heran deh rasanya, dia itu benar-benar ajaib, pikir Ilmi sambil menghampiri mereka.

“Radel!’’

“Ya udah, ayah pergi kerja dulu ya!’’ ucapnya pada Ilmi. “Ilminya udah keluar, jadi saya tinggal ya, nak Radel.’’ Sambil menepuk pundak Radel.

“Baik Yah,’’ jawab Radel santun.

Yah? Maksudnya Ayah gitu? Pikir Ilmi semakin terheran-heran, kok bisa-bisanya Radel yang baru saja bertemu dengan ayahnya langsung akrab dan langsung pula memanggil dengan sebutan ayah. 

“Hai bintang Utara!’’ sapa Radel sambil melambaikan tangannya dan tersenyum dengan lebar dan indah. “Pagi yang indah ya?’’ Radel duduk di kursi.

Sementara itu Ilmi mengerutkan dahinya, lalu bertanya, “Sepagi ini kamu ke sini mau apa?’’

“Mau ketemu kamulah, masa mau ketemu tetangga kamu? Aku tuh rindu sama kamu makanya ke sini, soalnya kalau namanya rindu itu harus dilabuhkan gak boleh dipendam!’’ jawabnya santai.

“Lho Il, kok temannya gak dikasih minum sih?’’ ucap ibunya yang baru saja pulang dari pasar bersama Gian. 

“Eh ibu.’’ Radel beranjak dari duduknya, lalu ia mencium tangan ibunya Ilmi dengan santun sambil memperkenalkan diri.  

“Aku ambilin minum dulu!’’ Ilmi beranjak masuk ke dalam.

Ayo masuk!’’ ajak ibunya.

Radel masuk ke dalam rumah dan tak lama dari itu Ilmi keluar dari dapur, membawa segelas air putih dengan pipi yang memerah, karena entah kenapa kedatangan Radel ke rumahnya ini membuatnya sedikit salah tingkah? Mungkin karena ia syok, sebab Radel mendadak ke rumahnya tanpa memberitahukannya dulu. Terlebih dirinya belum mandi, karena memang baru beres bersih-bersih rumah, nyuci pakaian dan nyuci piring. Itu semua membuatnya kurang percaya diri. Takut baulah, takut kelihatan kucellah dan sebagainya.

“Kok enggak sama kuenya sih?’’

“Aku ambilin.’’ Ilmi kembali ke dapur setelah meletakkan segelas air tersebut di atas meja.

Melihat Ilmi yang salah tingkah membuat Radel menyemburatkan senyuman yang indah dan rasanya itu ia tambah gemas terhadap Ilmi.

“Dia itu beneran temen kamu?’’ tanya ibunya saat sudah memasuki dapur.

“Iya, temen aku bu,’’ jawab Ilmi.

“Kok agak beda sih?’’ ucap ibunya sambil mengeluarkan sayur-mayur dan bahan-bahan untuk membuat kue.

“Maksud ibu?’’ tanya Ilmi sambil menghentikan aktivitasnya memotong kue brownies.

“Beda aja, kayanya dia suka sama kamu. Keliatan banget dari sorot matanya, gak pacaran kan?’’ selidik ibunya sambil menilik-nilik matanya.

“Enggak.’’ Ilmi tertunduk malu.

“Ya udah sana, suguhi dia!’’                     

“Baik, Bu.’’ Ilmi kemudian beranjak untuk kembali, tetapi tiba-tiba ia teringat kalau cuman sepiring kecil seperti ini Radel tak akan puas. Ia pun meminta izin pada ibunya untuk menyuguhkan semuanya.

“Boleh.”

“Makasih, bu,’’ ucap Ilmi sambil tersenyum.

“Iya.’’

Ilmi membawa satu loyang kue brownies untuk disuguhkan kepada Radel dan sesampainya di ruang tamu ia melihat Radel tengah main tebak-tebakan dengan Gian, nampaknya seru sekali hingga mereka tertawa satu sama lain. Radel itu orangnya gampang akrab juga ya, walau dengan orang yang baru dikenalnya seperti pada Gusni, pikir Ilmi sambil menaruh kuenya di atas meja.

“Wah ini semua untuk aku?’’ tanya Radel antusias.

“Ya,’’ jawab Ilmi sambil duduk besebrangan dengannya.

Hanupis,’’ ucap Radel yang kemudian melahapnya dengan rakus, seperti tak makan tujuh hari tujuh malam, hehe. “Enak banget,’’ katanya dengan mulut yang penuh.

“Terima kasih lho nak Radel, sudah mengatakan kue buatan Ilmi enak,’’ kata ibunya Ilmi sambil mengambil catatan pemesan kue di atas televisi.

Radel menghentikan aktivitasnya, lalu berterima kasih banyak kepadanya dengan santun.

“Sama-sama.’’

“Ibu mau buat kue sekarang?’’ Ilmi beranjak.

“Iya.’’

“Aku bantuin.’’

“Udah temenin aja temen kamu!’’ suruhnya, kemudian ia kembali ke dalam dapur.

“Gian mau?’’ tawar Radel.

“Gak mau, Gian mah udah bosen hampir tiap hari makan.’’

“Ya udah, aku aja yang makan.’’

“Ya.’’ Gian kemudian beranjak.

“Mau ke mana?’’ tanya Ilmi.

“Mau maen ah.’’ Gian beranjak ke dapur dan minta izin kepada ibunya. Setelah dapat izin dari ibunya, ia pun berpamitan pada Ilmi dan Radel, lalu ia berkata, “Pacar teteh ganteng dan baik.’’

“Hah?” Ilmi mengerutkan dahi. Kok bisa sih Gian anggap Radel pacar aku? Tanyanya dalam hati terheran-heran sambil sejenak menyelayangkan pandangan ke Radel yang kini tengah senyum-senyum sendiri. “Bu..bukan pacar,’’ jelas Ilmi pada Gian.

“Tapi calon suami,’’ ucap Radel sambil tersenyum dengan lebar.

“Eh?’’ Ilmi membeliakkan mata.

“Oh bukan pacar, tapi calon suami. Emangnya mau nikah? Kan, sekolahnya juga belum lulus, belum nanti kuliah?’’

Radel tergelak, lalu berkata sambil tersenyum. “Nanti aja nikahnya kalau udah dewasa”

Sementara itu terlihat Ilmi masih melongo, tak habis pikir.

“Baiklah.’’ Gian kemudian pergi.

“Amiinin Il, bukan malah melongo kaya gitu!’’

Ilmi mengecilkan pupil mata dan mulutnya, lalu menggeleng-gelengkan kepala dan terlihat Radel kembali memakan kuenya hingga habis.

“Hah, enak sekali.’’

“Aku anterin kamu sampe depan.’’

“Ngusir nih?’’ 

Ilmi menggaruk-garuk pipinya yang sama sekali tak gatal. “Gak ngusir, siapa tahu kamu memang mau pulang.’’

“Gaklah, nanti aja. Lagian aku mau belajar sama kamu.’’ Radel mengeluarkan buku catatan dan buku paket matematika dari dalam sweater dan meletakkannya di atas meja, lalu ia tersenyum dengan lebar .“Bentar lagi ujian kenaikan kelas, maka kita harus siap-siap kan?’’

“Iya,’’ jawab Ilmi sambil menyeringai.

Tunggu, ini tuh beneran atau cuman akal-akalan Radel sih? Akal-akalan dong, karena ia ingin memiliki waktu dan ruang bersama Ilmi. “Ayo ajarin aku matematika.’’ Radel membuka bab pertama untuk dipelajari bersama Ilmi.

“Yang jago matematika itu Ihfa lho, kalau aku mah enggak terlalu bisa.’’

“Bisa.’’

“Sok tahu.’’

“Bukan sok tahu, emang iya. Ayo dong ajarin! Kalau punya ilmu itu kan harus dimanfaatin biar berkah.’’

“Ok, sebisanya aja ya?!’’

“Ya. Ini gimana caranya?’’ tanya Radel sambil menunjukkan soal nomer satu.

“Bentar, aku ambilin dulu pensil.’’ Ilmi beranjak dan terlihat Radel tersenyum penuh kemenangan, lalu matanya melarak-lirik ke sana ke mari hingga ia mendapati sebuah foto Ilmi bersama Gian, ibu dan ayahnya. Selain itu ia juga melihat foto sepasang perempuan dan laki-laki yang kira-kira usianya 25 sampai 27-an, mungkin itu saudara Ilmi, bisa paman dan bibinya, pikir Radel.

Tak lama dari itu Ilmi kembali sambil membawa pensil. “Kamu tuh katanya mau belajar, tapi gak bawa pensil,’’ ucap Ilmi sambil kembali duduk.

“Aku lupa, tapi kan ada di kamu.’’

Lalu Ilmi mengajari Radel. Sesekali Ilmi tertawa saat Radel menciptakan rumus tak karuan, sesekali Ilmi dan Radel begitu serius dan sesekali Radel menatap Ilmi dengan lekat-lekat, hingga Ilmi tertunduk dan sedikit salah tingkah. Waktu pun terus melintas dan tanpa terasa sudah jam setengah sembilan saja.

“Assalammu’alaikum!’’

“Wa’alaikumsalam, masuk!’’ suruh Ilmi.

“Heuh, kenapa ada si tolol di sini?’’ ungkap Fauliza kesal bukan main, melihat Radel sudah berduaan saja dengan Ilmi, pakai modus belajar lagi? Pikir Fauliza yang kini tengah mendengus benci.

Daebak, Radel sekarang rajin belajar, sampai bela-belain ke rumah Ilmi,’’ ucap Erina polos yang kemudian pergi ke dapur, karena mencium aroma kue yang begitu menggiurkan. Ya, mereka itu sudah tak sungkan lagi pada keluarga Ilmi, sebab mereka sudah seperti keluarga juga.

“Jangan bilang ini modus!’’ ungkap Hafitra sambil menoyor kepala Radel, hingga ia meringis kesakitan.

“Kebiasan banget sih, maen noyor-noyor kepala orang.’’ Radel nyolot bukan main sambil mengusap-usap kepalanya.

Lihat selengkapnya