Sudah terhitung satu minggu Hafitra tak masuk sekolah dan terlihat Erina menatap lekat-lekat bangku yang tertempel nomer peserta ujian semester genap Hafitra Deandito. Begitupun dengan Fauliza dan Ihfa yang kemudian mencoba khusyuk mengisi soal. Ini kali pertamanya Hafitra sampai tak masuk ketika ujian, namun mereka sangat berharap di hari kedua ujian tergelar, Hafitra akan mengikutinya.
Sementara itu terlihat Ilmi yang tengah khusyuk mengerjakan soal-soal di ruang sebelahnya, tiba-tiba tertegun diam, teringat Hafitra. Sedang apa ya dia sekarang?Tanyanya dalam hati berharap Hafitra baik-baik saja dan besok bisa ikut ujian.
Hah, ujian kenaikan kelas kali ini terasa berat bagi mereka, sebab selain memikirkan jawaban-jawaban, mereka juga memikirkan sahabatnya yang tengah terpuruk. Berulang kali mereka mencoba untuk fokus, tetapi tetap saja ada waktu di mana pikiran mereka bekerja mengenai hal-hal tentang Hafitra.
“Il, Il?’’ panggil Radel sambil menepuk-nepuk pundaknya, sebab kebetulan ia duduk di belakangnya.
Ilmi berbalik padanya.
“Sulit nih nomer lima, kasih tahu dong isinya!’’
“Radel, makanya ngapalin dong!’’
“Semalam nyoba ngapalin Il, tapi kepikiran kamu, jadi berdoa aja biar semesta dan rasi bintang menetukan arah musim hati kamu, hanya bermusim cinta untuk aku aja selamanya. Habis itu digoda setan, matanya berat banget, terus tidur deh.’’
Lagi ujian begini masih sempat-sempatnya menggombal, dasar Radel, pikir Ilmi semakin jengah. Rasanya Ilmi malu sama adik kelasnya yang duduk di sampingnya dan di samping Radel. Tidak tahu tempat dan waktu emang.
“Radel, Ilmi jangan ngobrol!’’ ucap Bu Laili. “Gak usah dibantuin Radel ngerjain, biar sendiri!’’
Ilmi merengkuhkan kepala penuh hormat. “Baik bu.’’ Lalu berbalik dan kembali mengerjakan soal.
Radel pun memilih trik legendaris untuk mengisi soalnya, yaitu dengan cara menghitung kancing. Dan esainya ia isi ngaco dengan kadang-kadang mengambil jawaban dari pernyataan pilihan ganda. Terus di bawahnya ia menulis kalimat ini, mohon maaf Pak, jika jawaban saya tak sesuai yang diharapkan. Saya gak tahu isinya apa, karena kalau bapak sedang menerangkan, saya tidur. Mohon dimaklumi dan terima kasih atas perhatiannya, wassalammu’alaykum.
Kemudian ia mengumpulkannya dan sebelum keluar kelas ia berkata, “Semangat Ilmi, gambatte yo!’’ sambil mengepalkan tangan dan tersenyum nyengir, menunjukkan barisan giginya yang putih.
Sementara itu terlihat Ilmi tertunduk malu, sebab adik-adik kelasnya kini tengah menatapnya. Tanpa wajah berdosa, Radel keluar kelas dan tak terlihat lagi. Namun selang beberapa detik dari itu, ia kembali dan melakukan hal yang sama, menyemangati Ilmi hingga dimarahi bu Laili karena mengganggu. Tak sampai di situ, beberapa detik kemudian, kepalanya masuk lewat jendela. “Ilmi!’’ panggilnya sambil tersenyum. “Semangat ya!’’
“Udah cukup nyemangatin pacarnya,’’ ucap bu Laili yang rasanya sudah jengkel.
Rasanya Ilmi semakin malu, lalu riuhlah teman-temannya.
“Bukan Bu, kami enggak pacaran,’’ sanggah Ilmi.
“Bentar lagi pacaran kok,’’ seru Radel.
“Pepet terus sampe dapat!’’ teriak Radit.