Ruang dan Batas

Sri Winarti
Chapter #39

Bab 38

Rasanya Ilmi tak semangat dan lesu, mungkin tenaganya terkuras karena dari kemarin hingga saat ini tak hentinya memikirkan Radel. Bagaimana kalau ia benar-benar bunuh diri? Karena tak sanggup lagi menanggung beban kesedihan dan luka yang begitu besar. Atau bagaimana kalau ia benar-benar pergi jauh? Pergi sih tak apa, asalkan jangan bunuh diri. Namun rasanya Ilmi tak siap saja berpisah dengannya, akan sangat menyakitkan. Semoga saja ia tak bunuh diri ataupun pergi, harapnya.

“Wah Erina, tarian kamu keren banget,’’ puji Wicky tulus. “Dan pastinya permainan biola Sera enggak kalah keren dongss,’’ ucapnya lagi dengan nada gemas.

“Makasih,’’ ucap Erina dan Sera.

Tiba-tiba Wicky tertegun diam. Andaikan saja Risa tetap di sini, perayaan hari remaja nanti akan lebih menyenangkan, pikirnya menyesali keadaan.

“Nia, nanti mau pake baju apa pas puncak perayaan?’’ tanya Erina penasaran. “Kalau Fau, Il?’’

“Hmm baju apa ya? Bingung, masih lama juga,’’ ucap Nia

“Dua minggu lagi, bentar lagi dong artinya?’’ seru Fauliza.

Terlihat Ilmi diam, tak menghiraukan pertanyaan sahabatnya. Enggak pergi atau bunuh diri kan, Del? Tanyanya dalam hati semakin khawatir sambil mengalihkan pandangan dari bangku Radel ke layar ponselnya, lalu ia membuka aplikasi watshApp dan lineSiapa tahu ada pesan dari Radel, namun ternyata tidak ada. Bahkan Radel sangat sulit untuk dihubungi, pesan-pesan diwatshAppnya juga belum kunjung ceklis dua dan membiru, begitupun dengan pesan linenya. Pesan-pesannya via sms pun belum sampai, bahkan ditelpon tidak pernah aktif.

“Ilmi, kalau osis pake baju kaya gimana? Pake seragam terus pake almamater dan pin pas tanggal sebelas dan 12nya, lalu malamnya pake kaos kaya tahun lalu?’’ tanya Erina.

“Hah?’’

Erina mengulangi pertanyaan.

“Iya, kaya tahun lalu aja Er.’’

Tak lama bel masuk berbunyi dengan seiring bu Lea memasuki kelas dan memulai pelajaran. Sampai pelajaran bu Lea usai, Radel pun tak kunjung datang. Ke mana sih dia?Tanya Ilmi dalam hati, semakin khawatir.

Tok...tok...tok...terdengar seseorang mengetuk pintu sambil mengucapkan salam, lalu bu Lea menyuruhnya untuk masuk setelah menjawab salamnya. Pintu pun terbuka dan dilihatnya oleh bu Lea dan para siswa, ibunya Radel. Seketika mata Ilmi membulat sempurna dan  jantungnya berderu dengan kencang. Pikirannya pun dipenuhi oleh terkaan-terkaan yang negatif mengenai Radel. Ilmi benar-benar khawatir bahwa Radel benar-benar pergi atau bunuh diri. Sungguh Radel, jangan sampai ada berita kepergianmu atau kematianmu, harap Ilmi.

Ibunya Radel hanya tertegun diam di ambang pintu sambil menderaikan air mata, membuat bu Lea dan para siswa terheran-heran serta membuat Ilmi semakin resah dan khawatir. Ibunya kira, Radel ada di sini, sekolah seperti biasanya. Tetapi ternyata tidak dan dari semalam ia tak pulang-pulang, di hotel ayahnya juga tidak ada, begitupun di taman Balai Kota. Eza, Gena dan Fida juga tak tahu keberadaannya. Jadi, kamu di mana Nak? Kamu benar-benar marah ya? Kamu tambah benci mama, ya? Tanyanya dalam hati, semakin resah dan khawatir .“Saya ingin bicara dengan Ilmi.’’

“Baik,’’ ucap Ilmi sambil merengkuhkan kepala, lalu ia menghampirinya.

Kemudian mereka beranjak dari kelas 12 IIS-5, setelah meminta izin kepada bu Lea. Mereka memilih berbicara di taman sekolah. “Apakah kamu tahu, Radel pergi ke mana?’’ tanya ibunya Radel.

Ilmi menundukkan kepala sedalam-dalamnya. “Maaf Tante, saya juga tidak tahu ke mana ia pergi?’’ ucap Ilmi.

Lihat selengkapnya