Ruang dan Batas

Sri Winarti
Chapter #5

Bab 4

Semalaman habis Radel memikirkan Ilmi, hingga ia susah tidur. Takut Ilmi sakit karena pulang bermandikan air hujan dan itu karenanya. Dilihatnya Ilmi tengah tertunduk beralaskan kedua tangannya. Mungkinkah ia sakit? Jika sakit kenapa sahabat-sahabatnya malah menghiraukannya? Fauliza sibuk mengobrol bersama Nia. Erina sibuk menonton serial Korea, dan Hafitra sibuk bermain game online. Terlihat pula Ihfa, sibuk dengan buku-buku pelajarannya. Di mana pun dan dalam waktu apapun, rasanya ia tak pernah berhenti belajar. Itu karena, ia ingin mewujudkan mimpinya, mengubah kata mustahil menjadi nyata. Ia ingin masuk ke perguruan tinggi dengan beasiswa dan sukses di masa depan untuk mendapatkan status sosial serta kehormatan yang tak pernah didapatkannya bersama ibunya. Belajar juga adalah caranya lari dari rasa sepi dan dari luka yang ditorehkan dunia,  dengan tak menerima kehadirannya dan menjadikannya terasingkan. Bahkan ia juga tak memiliki satu orang pun teman, hingga waktunya hanya dihabiskan dengan belajar dan bekerja. Hidup yang benar-benar monoton dan membosankan.

Sementara itu terlihat teman-teman sekelasnya yang lain sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang sibuk bergosip ria, mulai dari menggosipkan artis-artis negeri ini sampai menggosipkan kelas sebelah. Ada yang sibuk dandan, sibuk menonton anime, sibuk ngevlog. Iya, siapa lagi kalau bukan Dodon yang ingin sekali menjadi youtubers terkenal?

“Hai guys, sebelum kalian semua nonton vlog aku, jangan lupa like, scrubsibe, share, and coment ok!” ucap Dodon sambil tersenyum dengan manis. “Pokonya tong poho! ( jangan lupa). Aku kali ini mau ngasih liat ke kalian kegiatan teman-teman kelasku kalau sedang enggak ada guru dan gak diberi tugas. Kalian bisa liat sendiri kan, apa yang mereka lakuin!” Lanjutnya yang kemudian beranjak dan merekam teman-temannya yang lain. Terlihat teman-temannya ada yang menutup wajah, ada yang acuh tak acuh, ada juga yang melambai-lambaikan tangan sambil menyuguhkan senyuman termanis.

“Dan ini dia guys, teman kelasku yang hobinya belajar mulu. Bagus nih buat kalian contoh, agar sukses di masa depan. Karena enggak ada kesuksesan tanpa perjuangan dan enggak ada yang pandai di dunia ini tanpa belajar. Anjay bijak banget,’’ serunya heboh.

Terlihat Ihfa mengalihkan pandangan ke arahnya dan menatapnya tajam-tajam bak serigala yang siap menerkam mangsanya.

“Ganggu,’’ kata Ihfa dingin hati.

“Eh maaf Fa, silahkan lanjut deh!” Dodon pergi meninggalkannya sambil menggerutu dalam hati, gitu amat, pantesan aja enggak punya temen.

Terlihat pula ada yang sibuk menendang-nendang bola sepak ke tembok, ada yang sibuk main lempar-lemparan bola basket, ada juga yang terlelap tidur.

“Dan aku mau ngasih tahu, si Radel temen aku nih siswa yang teladan banget. Alias telat edan kalau ke sekolah,” tutur Dodon sambil merekam Radel yang tengah berjalan menuju bangku Ilmi tanpa menghiraukannya sama sekali.

“Ilmi, kamu enggak sakit, kan?’’ tanya Radel sambil mengangkat pundak Ilmi, hingga ia terduduk tegak sambil membuka mata. Ilmi kaget bukan main karena tingkahnya itu.

Seketika teman-temannya tertarik memerhatikan mereka, termasuk Ihfa yang selalu acuh tak acuh. Ah ini Ilmi, seacuh apapun ia akan tertarik untuk melihat peristiwa tersebut. Terlihat mata Ilmi membulat sempurna, ia pun menepis tangan Radel dari dahinya. “Antara aku dan kamu harus ada batas, gak boleh ada kontak fisik! Mari saling jaga sikap,” tegas Ilmi.

“Ish,” dengus Radel kesal. “Jidat kamu enggak panas, kok.”

“Emang iya enggak panas, karena aku enggak sakit,’’ nada bicaranya itu tetap saja kalem, walau mungkin ia sedang kesal kepada Radel.

“Aku kira kamu sakit, soalnya kamu kemarin hujan-hujanan gara-gara aku heuh,” ucapnya setengah berteriak sambil membeliakkan mata.

“Kemarin kamu apain Ilmi?’’ tanya Fauliza dengan nada membentak.

“Ngapain sih nanya-nanya? Kaya wartawan gosip aja.’’

“Radel apain Ilmi? Sampe khawatir Ilmi sakit,” tanya Erina penasaran.

“Kamu apain Ilmi?’’ tanya Hafitra sambil menoyor kepalanya, kesal ia karena pasti Radel mengusilinya.

“Il, kamu sakit?’’ tanya Fauliza panik sambil menempelkan punggung tangan kanannya di dahi Ilmi. “Kamu diapain sama si Radel?”

“Aku gak apa-apa dan enggak diapa-apain sama Radel.”

“Kemarin kamu pulang naek apa? Jalan kaki? Ngapain pake pergi hujan-hujan heuh? Pas aku ke halte kok gak ada sih, padahal gak lama aku nyusul kamu,” tanyanya sewot.

“Pinjeum pintunya Doraemon,” jawab Ilmi asal bunyi dan nadanya tetap datar.

Sementara itu terlihat sebagian teman-temannya melongo melihat tingkah Radel yang sangat mengkhawatirkan Ilmi. Mereka berpikir, pasti Radel menjahili Ilmi dengan keterlaluan, makanya ia mengkhawatirkannya. Atau mungkin ia memang peduli padanya?

“Udah deh Ilmi, kalau diapa-apain ngomong aja! Kalau perlu tuh laporin dia sama dinas sosial,” celetuk Wicky,  laki-laki kemayu itu dengan nada kesal.

“Berisik, mending urusin bh kamu!” sentak Radel pada Wicky.

Nu gelo.’’

“Radel suka ya sama Ilmi? Khawatir amat,” tuduh Lala cemburu, karena sejak kelas sepuluh ia sudah menaruh hati padanya.

Nimbrung wae (Ikut serta saja) si teletubbies. Daripada nimbrung, mending sana berpelukan sama Tinky Winky, Po, dan Dipsy!” teriaknya tak suka. “Jika kamu enggak sakit ngapain posisi kamu kaya gitu coba? Buat orang merasa bersalah aja. Kamu tahu gak? Aku mikirin kamu semalaman dan enggak bisa tidur, takut kamu sakit. Kalau kamu sakit nanti aku disalahin.” Lanjutnya kepada Ilmi, sewot.

Ilmi mengerutkan alis sambil menatapnya jengah, padahal tidur di kelas jikalau tidak ada guru dan tugas adalah salah satu kebiasaannya, jika tidak membaca buku, menonton anime atau mengobrol dengan sahabat-sahabatnya. Iya, ia suka tidur di kelas kalau ia sudah bergadang di pondok bersama santri-santri lainnya, baik yang menetap atau santri kalong sepertinya.

Ilmi dan Radel itu sekelas sudah satu tahun lebih, masa tidak tahu kebiasaan Ilmi sih? Radit sama Dodon saja tahu. Tetapi maklum saja sih kalau Radel tidak tahu, orang dia jarang di kelas. Kalau ada di kelas juga ia suka tidur atau menonton anime, main game online, atau instagram-an.

Ilmi menghela napas. “Kalau aku sakit enggak akan nyalahin kamu kok, lagian hujan enggak mengaruhi tubuh aku, jadi nyantai aja!” katanya kalem. “Makanya kalau usil jangan keterlaluan, untung aja ada angkot yang baik mau masukin aku walau basah kuyup. Untung aja aku punya seragam sama sepatu dua.”

Alhamdulillah deh.” Radel tersenyum nyengir merasa lega, lalu ia beranjak ke bangkunya menyimpan tas dan melepaskan sweater gombrang warna kreamnya, lalu ia bermain tendang-tendangan bola bersama Nufi di bagian kelas paling belakang.

Terlihat Ihfa dan sahabat-sahabatnya menghela napas kasar sambil menatapnya jengah. Harusnya ia minta maaf dengan apa yang telah dilakukannya, ini malah tersenyum nyengir merasa lega dan tak menghiraukan apa-apa lagi. Sudah membuat orang kehujanan, terus pas nyaman-nyamannya tidur dibangunkan.

“Il, tidur lagi aja!” saran Hafitra.

“Enggak Fit, jadi enggak ngantuk sekarang mah.

Tak lama dari itu Bu Ninis yang tengah piket memasuki kelas tersebut untuk mendata siswa yang tidak hadir. Radel dengan cepat menyembunyikan bola ke dalam kolong meja dengan cara menendangnya. Sementara itu Radit yang tengah asyik main lempar-lemparan bola basket bersama Toni dengan reflek menyembunyikan bola di belakang punggungnya.

“Risa sakit, Didi alpa, Rida alpa, Medina alpa,” ucap Erina yang merupakan absensi kelas tersebut.

“Baik,” timpal Bu Ninis sambil mencatat. “Kenapa ya, kok Medina sering alpa akhir-akhir ini?’’ tanyanya heran.

“Gak tahu Bu, gak ngasuh dia,” celetuk Gena.

“Kurang tahu, Bu,” jawab Erina dan sebagian siswa.

Lihat selengkapnya