Setelah beberapa lama perjalanan dari rumah Ilmi, akhirnya merek sampai di salah satu Mall ternama di Bandung. Terlihat langkah Fauliza terhenti ketika melihat sebuah mobil berwarna hitam dengan plat nomer yang dikenalnya, mobil Radel. Lalu ia menendang mobil Radel sekuat-kuatnya, meluapkan amarah dan kekesalan karena dia suka mengusilinya dan selalu menyebalkan.
Seiring mobil Radel berbunyi, seiring itulah Fauliza melanjutkan langkah kakinya sambil menggandeng lengan Erina dan Ilmi, berpura-pura tak melakukan apa-apa. Sementara itu Hafitra berusaha menjelaskan baik-baik dan meminta maaf kepada satpam yang menghampiri mobil Radel, karena telah membuat sedikit keributan dan kekekhawatiran.
“Lain kali jangan begitu lagi!’’
“Baik Pak, terima kasih dan mohon maaf sekali lagi,’’ ucap Hafitra santun sambil merengkuhkan kepala, lalu ia menyusul sahabat-sahabatnya.
“Ih parah Fau, sampe nendang mobil Radel,” kata Erina sambil geleng-geleng kepala. “Nanti kalian saling cinta lho, terus pacaran.”
“Ih, kamu tuh kebanyakan nonton serial Korea, tahu?”
“Emang iya kok Fau, kebencian itu beda tipis sama cinta. Gitu kan, kata pepatah juga?” Ilmi membetulkan kata Erina.
“Apaan sih? Bikin kesel sama kaya Radel,” keluhnya.
Fauliza terus saja cemberut, padahal Ilmi dan Erina sudah minta maaf. Beruntung saja ia memiliki sahabat yang pengertian, yang dapat memaklumi sifat buruknya.
“Udah dong jangan cemberut terus, jelek tahu kaya Plankton,’’ seru Erina. “Senyum deh!’’
Fauliza dengan terpaksa tersenyum. “Udah,’’ katanya ketus.
“Apanya yang udah, senyumannya jelek gitu,’’ goda Erina.
“Fau, masa marah sih?’’ seru Ilmi
“Iya, enggak marah deh.’’
“Kalian beli popcorn sama minuman, aku beli tiket,’’ kata Hafitra ketika mereka sampai di depan bioskop. “Uangnya, uang kamu dulu ya Er, nanti aku ganti,’’ katanya lagi, yang kemudian beranjak ke loket pembelian tiket.
Setelah membeli tiket, popcorn, dan minuman bersoda mereka langsung memasuki bioskop karena sebentar lagi filmnya akan dimulai.
“Bagaimana rasanya masuk bioskop, Ilmu hitam?’’ tanya seseorang yang duduk di samping Ilmi.
Sontak saja pandangan Ilmi yang baru saja duduk teralihkan pada seseorang yang suaranya sangat dikenal. Dilihatnya si biang kerok Radel tengah menatapnya sambil mengunyah popcorn. Setelah kunyahannya habis, Radel nyengir kuda menunjukkan barisan giginya yang rata dan putih. Terlihat pula di samping Radel, ada Naumi dari kelas sebelas MIA-3, pacarnya yang baru jadian tiga bulan ini.
Ilmi menatap Radel dengan datar-datar saja, lalu ia memilih mengalihkan pandangan ke layar bioskop yang sudah memutarkan film, dari pada menanggapinya.
“Pasti kamu bahagia banget, kan? Akhirnya, akhirnya bisa tahu bioskop,” ledek Radel sambil tertawa cekikikan.
Ilmi kembali tak menghiraukannya, ia memilih tetap menatap layar bioskop, berusaha khusyuk menonton.
“Itu yang layarnya besar, namanya layar bioskop. Bukan layar tancep ya, inget-inget!” jelas Radel, seolah-olah Ilmi tidak tahu.
Ilmi tetap memilih fokus menatap layar, jika diladeni pastinya Radel tidak akan berhenti mengoceh. Hari ini ia harus kembali mengalah dan tak boleh terpancing amarah karena sikapnya yang menyebalkan.
Radel merasa kesal diabaikan Ilmi, ia pun menguyah popcorn dengan jumlah yang lebih banyak dari sebelumnya sambil menatapnya. Yang Radel mau, Ilmi itu kesal dan marah, bukan malah dirinya yang kesal. Kadang sikap masa bodo itu benar-benar ampuh untuk menghadapi suatu hal, seperti Ilmi yang bersikap masa bodo pada tingkah Radel. Ya, ada beberapa hal yang perlu dimasa bodokan.
“Haaa...” Sebagian para penonton berteriak saat sosok hantu menampakkan diri, termasuk Fauliza yang duduk di samping Ilmi. Naumi juga menjerit sambil meremas tangan Radel, dan parahnya ia sampai menyundul pelipis Radel, hingga kembali berdarah.
“Gila setannya,” keluh Fauliza sambil mengatur napas.
“Ini masih gak ada apa-apanya, Fau,” ucap Erina yang memang tidak takut dengan hantu rekaan manusia itu.
“Mi, sakit nih ah,” geram Radel sambil mengelap darah di pelipis kanannya, bekas pukulan telak Prayoga tadi. “Gak usah lagi nyender-nyender kepala kalau kaya gini!”
“Maaf!” ucap Naumi merasa bersalah. “Iya deh, enggak akan nyender lagi.” Ia menyandarkan punggungnya ke kursi dan berpeluk tangan.
Terlihat Ilmi, Fauliza, Erina, Hafitra, Radel, dan Naumi khusyuk menonton. Mereka mulai larut dan tenggelam dalam scan-scan film hantu tersebut. Suasana mencekam mulai merasuk ke dalam diri mereka dan tiba-tiba, hantunya yang mengerikan muncul bersama dentuman musik yang membuat siapapun merasa jantungan.
“Haaa...” Sebagian penonton berteriak, dan parahnya lagi Radel berteriak dengan kencang sambil memegang tangan Ilmi dan popcorn yang ia pegang berhamburan ke pangkuan Ilmi, serta ke arah siapapun yang ada di dekatnya. Ilmi meringis mendengar teriakan Radel, kencang sekali dan itu membuat telinganya sedikit sakit.