Terdengar suara peluit berbunyi dengan nyaring memenuhi telinga seluruh siswa-siswi kelas sebelas IIS-5, yang kemudian berhambur berlarian mengelilingi lapangan. Terlihat Gena berlari ke tengah-tengah lapangan, bermaksud mengambil pintasan. Namun Pak Dindin melihatnya hingga ia berteriak menyuruhnya kembali ke lintasan. Sementara itu terlihat Radel menarik-narik ujung kerudung Ilmi dan ketika Ilmi berbalik, seperti biasa Radel tersenyum nyengir dengan lebar tanpa wajah berdosa. Setelah itu ia berlari menuju Nia dan melakukan hal yang sama terhadapnya. Bukan hanya itu, ia juga menjitak kepala Siska, menepuk pantat Wicky, menarik rambut Fauliza, lalu memeletkan lidah. Tak sampai di situ, Radel juga menyenggol bahu kiri Sera hingga ia meringis kesakitan, padahal Radel tak keras-keras amat kok menyenggolnya. Tetapi, kenapa ya? Mungkin bahu Sera tengah terluka atau cedera, makanya meski tak terlalu keras ia tetap kesakitan. Ya, mungkin, pikir Ilmi yang kini tengah memerhatikannya.
“Radel!’’ teriak Fauliza jengkel, lalu ia mempercepat larinya untuk mengejar Radel.
Saat ia berhasil mengejar Radel, ia tak segan-segan menarik rambutnya dengan kencang hingga Radel meringis kesakitan.
“Biasanya jika terus berantem akhirnya mereka akan saling mencintai, kan?’’ seru Erina kepada Ilmi.
“Entahlah, masalah hati gak ada yang tahu.’’
Pliiitttt... peluit kembali terdengar, menandakan putaran sudah selesai. Pak Dindin menyuruh siswa dan siswi bermain basket secara gantian. Giliran pertama tentu saja siswa perempuan dan terakhir siswa laki-laki. Terlihat Radel sangat hebat bermain basket hingga rasanya cukup menakjubkan, namun Hafitra juga tak kalah hebat darinya.
Plak....bola basket mengenai punggung Ilmi yang tengah berlatih beberapa teknik basket bersama Nia, dan itu cukup sakit. Ilmi berbalik dan dilihatnya Radel tengah tersenyum tanpa wajah berdosa sambil melambai-lambaikan tangan. Ya, siapa lagi pelakunya kalau bukan Radel? Dan ia benar-benar sengaja melemparkan bola basket tersebut, sungguh tak berperasaan.
Ilmi mengambil bola basket tersebut, lalu melemparkannya kepada Hafitra, membuat Radel sangat kecewa karena Ilmi tak marah. Wajahnya itu selalu saja kalem-kalem, tidak berekspresi lain. Ah, tidak seru, pikir Radel yang kemudian mengambil bola dari genggaman Hafitra dan melemparkannya ke punggung Fauliza.
“Itu sama saja seperti mengibarkan bendera perang dunia ketiga,” eluh sebagian teman-temannya.
Betul saja, Fauliza mengambil bola basket tersebut dan dengan bengisnya ia mencerca Radel. Tak mau kalah, Radel merebut bolanya dan memarahi Fauliza hingga Pak Dindin meniup peluitnya dengan keras. Ampun deh mereka tuh, memang musuh sejati.
Setelah pelajaran olahraga usai, Ilmi dan sahabat-sahabatnya langsung pergi ke kantin karena memang kebetulan setelah pelajaran tersebut istirahat pertama. Sementara itu terlihat Radel berbaring di atas meja dengan menjadikan kaos olahraganya sebagai alas kepala, hingga di tubuhnya hanya tertanggal t-shirt warna putih. Sedangkan Gena, berbaring dengan bertelanjang dada di atas teras, dan Fida duduk bersandar punggung sambil mengipas-ipaskan buku ke lehernya.Tak lama dari itu Eza datang membawa empat gelas plastik minuman yang terdiri dari es jeruk, milkshake, dan dua kopi dingin. Ia pun memberikan minuman titipan teman-temannya itu satu persatu-satu. Radel menyuruh Gena memegang es jeruknya, lalu ia memakai kembali kaos olahraganya dengan seiring Gena meminum es jeruknya itu.
“Ah, teu baleg si Gena mah jus aing diinum (Ah gak bener si Gena mah jus aku diminum).’’
“Ngasaan atuh Del (nyobainlah Del).’’
Radel mengambil es jeruknya kembali, lalu mengelap-elapkan ujung sedotannya dengan kaosnya yang berkeringat itu.
“Ih ganteng-ganteng jorok, dilap sama bekas keringat. Amit-amit 17 turunan jangan sampe nanti punya anak kaya si Radel.’’ Gena heboh sendiri sambil mengelus-elus perutnya, bertingkah seperti perempuan hamil.
“Bodo amat, dari pada bekas mulut sia.’’ Radel kemudian meminum es jeruknya sambil beranjak, mengambil tas Fauliza dan kemudian ia membawanya pergi.
“Si Radel mau ngapain?’’ Fauliza berseru sambil membeliakkan mata, ketika melihat Radel dengan santainya berjalan menuju ke arah kelas sepuluh sambil meminum es jeruk dan menjingjing tasnya.
“Emangnya apa, Fau?’’ tanya Ilmi sambil menatap wajahnya yang nampak kesal dan was-was. Lalu ia mengalihkan pandangannya ke arah Radel.
“Dia pasti mau usil lagi.” Fauliza beranjak dengan pipi yang merah padam.
“Er!” panggil Ilmi.
“Apaan?’’
“Ayo!” ajaknya sambil berjalan mengikuti Fauliza.
Erina kemudian beranjak sambil mengajak Hafitra.