Fade away, let's get lost, You don't have to worry, baby
Let's get lost, Slip away, it's just us
You don't have to worry, baby
Let's get lost
KEHILANGAN.
Apa rasanya sebuah kehilangan? Kehilangan dari barang yang disayangi. Kehilangan dari pikiran yang kita kagumi. Kehilangan seseorang yang secara lahir dan batin menyayangimu. Atau kehilangan kedua orang tua secara misterius dan hingga sekarang tidak diketemukan. Apa rencana semesta kepadaku? Aku selalu saja mempertanyakannya tanpa mengetahui jawabannya. Aku mencoba untuk memahami rencana semesta tanpa mempertanyakannya. Aku akan selalu menjadi aku. Aku hilang tanpa jejak. Aku tenggelam hingga ke dasar samudera. Aku terkunci dalam ruang hampa.
Hari sudah malam, tat kala kicauan burung bersemayam dalam rimbunan pohon Pinus. Kicauan burung tidak hanya mengisi kekosongan malam, juga memenjarakan pikiran. Aku menatap langit, begitu indah ciptaan Sang Maha Kuasa, tanpa sempat dipertanyakan. Langit begitu pekat, hanya bintang-bintang yang menggantung menghiasi relung bumi ini. Bulan juga tidak malu untuk menampakkan dirinya, membantu bintang untuk menyinari bumi. Indah, yah memang terasa indah.
Aku melihat sekelilingku, begitu banyak canda dan tawa mengisi malam ini. Api unggun sudah dinyalakan sedari sore dan terus dinyalakan hingga waktu mengetuk jiwa yang bebas ini. Bernyanyi, terbahak-bahak, bersandiwara dan juga bercerita. Begitu indah, pada dasarnya, energi yang dikeluarkan oleh mereka. Aku hanya terpaku menatap sekeliling, dan tidak bergeming. Aku hanya menikmati alunan musik bercampur dengan suara angin yang mulai memelan. Ditemani dengan sebatang rokok, dan seseorang yang, yasudahlah!
“Kenapa kau tidak ikut bicara, Go?” Akhirnya suara itu muncul. Suara yang kurang lebihnya sempat ku kenal.
Aku menoleh kearahnya, “aku tidak tahu apa yang harus dibicarakan,” jawabku.
“Mungkin dimulai dari ucapan terimakasihku karena pernah mengantarkanku ke Sabintang Coffee.” Rayya menguncir rambutnya ke belakang.
“Iya sama-sama. Kau tidak perlu berhutang budi atas kejadian itu.”
Dia tertawa kecil. “Aku bahkan tidak berfikir ke arah situ.”
“Bagaimana kau mengetahui namaku?” tanyaku sambil menghembuskan asap rokok ke atas, agar melindungi orang sekitar dari bahaya pasifnya rokok.
“Sudah ku katakan, aku akan mencari namamu Go.”
Aku terdiam sejenak, seberusaha itukah dia untuk mencari namaku. “Ok,” kataku cukup untuk membetulkan perkataanku.
Aku melihat Rayya mengusap lengannya perlahan. Memang angin di malam hari ini cukup rimbun. Aku juga dapat merasakan suhu semakin dingin. Aku berdiri dan langsung menghampirinya. “Mungkin kau lebih membutuhkannya dari pada aku.” Aku langsung memberikannya jaket yang dipinjamkan oleh Aldo. Buatku ini cukup dingin tetapi kemeja flanelku masih dapat memberikan kehangatan.
Dia langsung mengulurkan tangannya untuk menerima jaket ini. “Terima kasih.” Dia juga langasung mengenakan jaketnya.
Aku kembali ke tempat dudukku. Aku juga dapat melihatnya tersenyum tipis. Seakan telah memenangkan sebuah pertandingan dan dia lah sang pemenangnya. Tidak. Ini bukan sebuah pertandingan. Terkadang aku terperangkap dalam pikiranku sendiri.
“Ren, ceritakanlah kenapa tempo hari kita tidak jadi hangout?” seru Aldo.