RUANG HAMPA

Fadly Achmad
Chapter #16

BAB XVI What If I'm Wrong

Why must these 'specials', have feelings,

Why must I live in inside.

I wrestle with my raging ailing,

Lately, I have lost my fire.

Bagaimana jika memang aku yang salah? Salah sepenuhnya atas ruang yang ku bangun sendiri. Keterbatasan dan kekuatan ini menjadi semangat baru dalam menjalankan hidup. Aku masih terhimpit dengan angan yang memilukan. Aku tidak kecewa dengan keputusanku detik ini. Tak kan ada lagi rasa yang hambar disetiap keputusanku. Atau hanya fatamorgana dunia fana ini? Aku penyintas atas diriku dan tubuhku sendiri. Melibatkan mahluk lain untuk memenuhi kebutuhan duniawi, bukan mencari kesempatan atau kebetulan. Harga dari sebuah cinta adalah kehilangan dan aku sangat muak dengan kata kehilangan.

Aku termenung di ambang jendela, terduduk seraya membolak-balik buku pemberian Pak Freddy. Pikiranku teramat kacau pasca kejadian di rumah sakit. Aku sudah memutuskan, dan aku sendiri yang tenggelam dalam pikiranku. Aku menyendiri dalam rimbunan angan. Melayang kesana-kemari, mencoba untuk menarik benang merah dari pikiranku sendiri. Apa aku salah melakukan tindakan itu? Aku sebenarnya tidak ingin terjebak dalam pikiran seperti ini, membuyarkan segala rencana yang sudah kubangun beberapa tahun terakhir. Dan, aku tidak merencanakan untuk ini.

Renunganku pagi ini terserap begitu cepat, seperti apa yang terjadi kemarin. Sudah tiga hari aku tidak menghubungi Aldo, Rayya dan siapapun yang berkepentingan denganku. Aku mengunci diri di dalam kamar, mencoba menyusun puzzle-puzzle yang kembali berserakan. Berhamburan tanpa menyisakan penyesuaian yang tepat. Ditambah kacaunya tugas akhir semester yang teramat banyak. Harusnya aku tidak masalah akan hal itu, namun kali ini aku tampak kesulitan. What’s wrong with you Go?

“Go, kesini sebentar!” Suara Paman membuyarkan lamunanku. Memang, sudah 2 hari terakhir juga aku jarang sekali memulai percakapan dengan Paman. Dan dia pun tidak memulai percakapan juga, mungkin dia cukup memberikan waktu untuk berfikir. Dia mengetahui segalaya, entah dari mana mendapatkan informasi tersebut. Mulai dari kepulangan Diron dan juga mengenai Ibunya Rayya.

“Sebentar,” kataku.

“Bawa buku itu!”

Buku itu? Iya, buku pemberian orang tuaku yang dititipkan melalui Paman. Buku itu tersimpan rapih di dalam kotak, di bawah meja belajarku. Pasca kejadian aneh di kamarku, aku tidak pernah membuka buku itu lagi. Aku tidak ingin rahasia aneh muncul kembali. Sudah cukup.

Aku membuka kotak itu dan mengambil buku yang dimaksud. Teramat lusuh, bahkan ada sebagian sudut yang terbakar. Menghitam, meninggalkan jejak dan sejarah yang tak ku ketahui. Aku langsung mengambil jubah hitamku yang tergantung di balik pintu, mengingat hari ini angin cukup kencang. Aku langsung bergegas menuruni setiap anak tangga, menuju keberadaan Paman.

“Ini buku yang Paman maksud,” kataku seraya memberikan buku kepadanya.

“Tidak, kau duduk disitu dan buka buku itu!” perintahnya.

Aku sudah pernah berjanji kepada diriku sendiri untuk tidak akan membuka buku ini lagi. “Aku rasa, aku tidak berkepentingan untuk membuka buku ini.” Aku mengelak dengan cara seperti seadanya.

“Kau dengar Paman berkata apa? Buka buku itu,” perintahnya lagi.

Aku terduduk di sofa samping perapian, “aku tidak mau sesuatu terjadi apabila aku membuka buku ini.”

“Memang, apa yang akan terjadi?”

“Aku rasa Paman mengetahuinya.” Aku benar-benar tidak ingin sesuatu terjadi setelah aku membuka buku ini.

Lihat selengkapnya