“Iya nanti aku akan kesana. Tunggu aku,” kataku. Aku langsung mematikan sambungan telepon. Rayya sedang berada di balai, sedang berinteraksi dengan anak-anak di sana. Sudah dua bulan semenjak proyek bedah balai itu kita laksanakan. Dan libur semester tahun ini sangat berbeda. Karena kehadiran Rayya dalam hidupku.
Aku masih terduduk di ambang jendela. Ini adalah tempat favoritku ketika aku sedang berpikir. Aku mengambil sebuah kotak di bawah meja belajarku. Kotak itu berisikan buku pemberian kedua orang tuaku. Terakhir aku membukanya ketika melihat wajah Rayya di tengah-tengah dentuman cahaya hitam dan putih. Hingga saat ini, belum pernah ku buka lagi. Aku mencoba untuk membukanya, berusaha untuk mengendalikannya.
Aku mengusap punggung buku sebagai tanda penghormatanaku kepada peninggalan kedua orang tuaku. Aku membuka perlahan buku ini, benar saja cahaya hitam dan putih terbentuk di tengah-tengah kamarku. Namun kali ini lebih terkendali dan tidak menjadi masalah bagiku.