“Gimana, ketemu nggak jawabannya?” ucap gadis berjilbab krem yang sibuk membolak-balik halaman buku di depannya itu.
“Belum, kebanyakan nggak nyambung sama soal!” pekik gadis berkaca mata itu. Ia fokus menggeser-geser layar ponselnya.
“Gila! Masa jawabannya harus baca artikel dulu?!” teriak gadis itu sambil merapikan peniti di jilbabnya. Sekarang ia terlihat lebih kacau dari biasanya.
“Buset, apaan ini! Iklan mulu perasaan!” gerutu gadis yang sedang memandang laptopnya kesal. Hijab kremnya itu sudah melorot ke bawah karena kesal.
“Sumpah, di internet nggak ada, woy!” jerit gadis yang memakai hijab bertali itu. Ia sudah muak menatap layar ponselnya berkali-kali. Dari sekian situs, sama sekali tidak ada jawaban yang sesuai dengan keingannya.
“Nomor 14 udah lo tulis?” tanya Elisa sambil melilitkan helai jilbabnya ke samping. Ia terlihat kelelahan menulis banyaknya jawaban dari teman-temannya yang bertugas mencari jawaban di internet dan buku.
“Ini lagi ditulis, lo lanjut nomor 15 aja. Jawabanya dibawa Felly,” ucap Kusnul yang terus menulis sambil sesekali menggulung lengan seragamnya.
Elisa mengangguk, ia menghampiri Felly yang duduk di depan jendela. “Fell, nomor 15 gimana?”
“Udah gue kirim di grup,” balas Felly tanpa mengalihkan perhatiannya dari ponsel. Ia sangat fokus membaca artikel untuk mencari sekilas jawaban dari soal lainnya.
Sudah sejak pulang sekolah mereka berkumpul di indekos Salsa untuk mengerjakan tugas Biologi dari Pak Giring. Beliau selalu memberi tugas mengerjakan soal-soal yang sangat banyak. Sehingga membuat tujuh gadis itu bekerja sama agar lebih mudah dan tidak terlalu berat.
Malam ini juga mereka berniat untuk bermalam di tempat Salsa hitung-hitung menemani gadis itu. Meskipun kamar Salsa yang tidak terlalu luas, mereka sudah biasa tidur berdesak-desakan.
“Ya Allah, tangan gue pegel banget!” pekik Kusnul sambil membanting pensil di tangannya. “Salsa tuker, ah! Gue yang nyari aja, lo yang nulis.” Kusnul berjalan menghampiri Salsa di kasur dan segera bertukar tempat dengannya.
“Lo nggak sekalian tuker, El?” tanya Salsa begitu duduk di samping Elisa yang masih terus menulis.
“Enggak, tulisan gue udah terlanjur bagus ini!” jawab Elisa yang memang suka menulis. Ia sangat pandai membuat tulisan yang bebeda-beda gaya. Hanya dia yang sanggup menulis jawaban milik teman-temannya dengan gaya tulisan berbeda agar tidak dicurigai oleh guru.
“Mending nggak usah, El. Tulisan lo udah yang paling terbaik di buku gue!” kata Nabilla yang sedang mengangkat toples untuk menghabiskan camilan itu.
“Itu mah emang lo aja yang males nulis, Bill!” sentak Riska.
“Lo sendiri juga nggak mau nulis, Ris! Nggak usah ngatain gue,” balas Nabilla tak terima.
“Udah mau maghrib, nggak ada yang mau mandi dulu?” lerai Ody yang segera berdiri dan mengambil tasnya yang berada di tumpukan dekat pintu.
“Mandi bareng yuk, biar cepet!” ujar Ody yang langsung dihadiahi tatapan tajam dari keenam sahabatnya.
***
Malam sudah cukup larut, tapi tidak membuat tujuh gadis itu meninggalkan tempatnya. Sekarang, mereka sedang menikmati drakor di laptop milik Felly sang penggemar k-pop garis keras. Bayangkan sendiri, bila ada tujuh gadis menonton drama Korea yang bucin di satu laptop yang diletakkan di atas bantal yang ditumpuk. Sungguh miris keadaanya.
“Pantat gue udah panas, nih. Kayanya kelamaan duduk di kasur!” pekik Riska yang duduk di barisan paling belakang.
“Berdiri aja, lo!”
“Ya capek lah. Masih episode 10 itu.”
“Duduk panas, berdiri capek. Mati aja lo!”
“Punya pantat sakit, nggak punya pantat sedih!”
Semua gadis tertawa mendengar celetukan terakhir dari Nabilla dan Kusnul. Memang mereka berdua selalu membuat lelucon seperti itu.
“Ngomong-ngomong, kok gue ngidam martabak, ya?” ujar Elisa tiba-tiba.
“Lo nggak ada makanan lagi, Sal?” tanya Felly yang juga lapar lagi. Padahal mereka sudah menghabiskan stok makanan Salsa dan makanan hasil delivery tadi.
“Ibu, nggak masak, Sal?” tanya Nabilla yang baru saja menjeda film.
“Kayanya enggak, soalnya dari pagi Ibu nggak ke sini,” kata Salsa yang tahu jika Ibu pemilik indekos ini yang hari ini tak datang berkunjung.
"Ahh, gue ada ide!” seru Elisa yang buru-buru mengambil ponselnya di atas meja.
“Mau order lagi, El?” tanya Kusnul.
“Iya, tapi ini gratis kok.”
Teman-temannya menatap Elisa bingung, bagaimana bisa pesan makanan tapi gratis? Inilah Elisa, gadis unik yang bisa melakukan hal-hal di luar dugaan.