“KAK AIRAA!!” teriak Salsa begitu pintu kamar Aira terbuka dan menampakkan wajah perempuan dengan mata pandanya.
“Assalamualaikum, Kak. Aku masuk, ya?” tanya Salsa sopan.
“Waalaikumsalam, ayo!” Aira mengangguk dan menyuruh Salsa masuk ke kamarnya. “Lo kalau mau makan ambil di meja. Udah, gue mau lanjut tidur lagi.”
“Yah, Kak, padahal aku lagi bahagia banget hari ini,” ujar Salsa sambil berjalan menuju meja belajar dan mengambil sebungkus makanan. “Lagipula, tumben jam segini udah mau tidur aja.”
“Tungguin gue bangun. Kalau sekarang, mata gue lagi sibuk!” Setelah mengatakan itu, Aira sudah kembali ke alam bawah sadarnya.
“Hmm, iya-iya.”
Sudah berjam-jam berlalu hingga tamunya juga ikut tidur di samping Aira. Mereka terlelap hingga subuh tiba. Jadilah malam ini Salsa tidur di kamar indekos Aira.
“ASTAGFIRULLAH!” jerit Aira saat tersadar ada seseorang di sampingnya.
“Kasihan, nih, bocah. Gue tinggal tidur, dia malah ikut tidur.” Aira tidak membangunkan Salsa segera, ia malah pergi ke kamar mandi dulu untuk membasuk mukanya dan berwudhu.
Setelah selesai berwudhu, Aira mengambil mukena di lemarinya dan meletakkan sajadah di lantai. Sebelum ia salat, ia membangunkan Salsa dulu.
“Ayo bangun, udah subuh ini, Sal!” kata Aira sambil menggoyang-goyangkan tubuh Salsa. Tak butuh waktu lama, Salsa menggeliat dan mulai membuka matanya.
“Ayo salat dulu.”
***
Lagi-lagi, pagi ini mentari tak datang menyinari bumi. Hujan kembali datang menemani pagi hari seorang gadis yang sudah siap dengan seragam abu-abu putih dan jilbabnya.
Gadis itu berjalan menuruni tangga bersamaan dengan seorang gadis SMP yang juga akan pergi ke sekolah.
“Kak Salsa jalan kaki?” tanya Delvira—salah satu penghuni indekos lainnya.
“Aku bareng sama Kak Aira, Dek. Kamu sendiri?”
“Nggak tahu, Kak. Mau pesen gojek tapi hujan,” kata Delvira sendu.
“Ehm, bareng sama aku aja, yuk. Kak Aira pesen go-car kok,” tawar Salsa yang langsung membuat mata Delvira berbinar. Ia mengangguk dan mengikuti Salsa ke bawah.
Seperti biasa, setiap hujan datang pagi pasti banyak siswa yang membawa jas hujan ke sekolah. Beberapa dari mereka juga menggunakan payung. Jika sudah musim hujan seperti ini, pasti banyak siswa yang terlambat dan membuat guru piket merasa kewalahan saking banyaknya yang harus diurus.
“Btw, rincian perlengkapan untuk persami udah clear?” tanya Raihan yang kebetulan duduk di belakang meja Salsa.
“Masih perlengkapan untuk pesertanya. Untuk kegiatan belum sama sekali,” jelas Salsa.
Raihan mengangguk. “Kak Azi bilang sama gue kalau perlengkapan upacara adat catatannya dibawa sama Kak Kanza.”
“Oh iya, nanti biar gue ambil sama Tasya di Kak Kanza,” jawab Salsa sambil mengeluarkan ponselnya, berniat menghubungi Tasya IPS 2.
“Yahh, Tasya nggak sekolah. Dia sakit karena kemarin kehujanan,” kata Salsa yang baru saja mendapat kabar dari Tasya.
“Yaudah nanti sama gue aja,” balas Raihan mengerti.
“Hah?" Salsa masih melongo, tak percaya dengan ucapan Raihan yang begitu cepat. Mau tak mau Salsa menganggu menyiyakan. "Oke.”
Bel istirahat pertama sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu. Ruang kelas 11 IPA 6 sudah kosong sejak tadi, kecuali beberapa siswa yang malas pergi ke kantin. Salsa dan keenam sahabatnya sudah pergi meninggalkan kelas untuk berebut kursi di kantin.
“Soto berapa, nih?” tanya Riska yang akan memesan.
“Gue satu,” ujar Elisa yang baru saja duduk.
“Gue juga, deh,” tambah Felly.
“Semua aja gimana?” tanya Nabilla.
“Iya semuanya aja,” kata Kusnul menjawab semua teman-temannya.
“Ada yang titip es teh nggak?” tanya Salsa yang akan pergi ke stand sebelah.
“Es tehnya tiga, es jeruk dua, air putih dua,” kata Ody yang baru saja menghitung.
“Tambah susu kotak satu!” tambah Elisa.
“Oh iya, yakult satu pack jangan lupa!” teriak Ody saat Salsa sudah menjauh. Salsa hanya mengacungkan jempol tanda mengerti.
Seperti inilah suasananya jika mereka berada di kantin. Pasti ada tugasnya masing-masing. Salsa dan Riska yang bertugas meemsan, Felly dan Audi yang bertugas menghitung uang pembayaran.