Seminggu berlalu, setelah kejadian malam itu semua berbeda. Tak ada lagi Geng Mobal yang selalu mewarnai keramaian kelas. Bukan hanya Salsa dan Raihan yang menjaga jarak, Geng Mobal juga sedang berjarak.
“Semalam ada masalah apa, sih? Kok Raihan sampai marah-marah di rumah gue,” kata Satria yang sedang duduk di samping Elisa. Kebetulan karena Salsa sedang duduk bersama Nabilla, gadis itu memilih mengalah dan duduk di belakang bersama Satria.
Elisa mengangkat bahu acuh. Ia masih fokus dengan Bu Alin di depan yang sibuk menjelaskan materi matematika. Namun, Satria tak menyerah, ia memegang kepala Elisa dan memutar sembilan puluh derajat agar menatap wajahnya.
“Balikin atau gue ngambek?”
Tanpa menunggu lama, Satria mengembalikan posisi kepala Elisa pada tempatnya. Akan lebih berbahaya kalau gadis itu ngambek.
“Oke anak-anak, karena materi kita sangat banyak, saya akan membagi kelompok menjadi lima kelompok. Anggotanya saya sudah urutkan absen agar mudah untuk penilaian. Suara lantang Bu Alin membuat mata ngantuk anak-anak kaum belakang melotot tak percaya. Apalagi mereka yang mendapat absen awal, pasti saja akan presentasi lebih awal dan harus segera menyelesaikan tugasnya.
“Bu ini tidak boleh tukar, ya?” usul Riko sambil berdiri.
“Tidak boleh! Kamu mau tukar sama siapa memangnya?” tanya Bu Alin.
“Biar bisa sama Elisa yang yang jago ngetik, Bu,” balas Riko jujur.
“Tidak perlu, kamu sendiri yang harus ngetik!” kata Bu Alin tegas. Beliau juga menyuruh anak-anak berkumpul dengan kelompoknya masing-masing untuk membahas bagian materinya.
Riko berjalan ke depan menuju kelompoknya yang sengaja memilih barisan depan. Diikuti oleh Satria yang juga sekelompok dengannya. Saat Satria berdiri, lengannya dicekal oleh tangan manis gadis di sampingnya.
“Apa?” tanya Satria pada Elisa yang menatap Satria sendu.
“Jangan nanya aneh-aneh,” ucap Elisa pelan. Dari nadanya ia terlihat khawatir.
Satria tersenyum, tangannya terulur untuk mengacak puncak kepala Elisa. Dia benar-benar sedang khawatir pada sahabatnya itu. “Percaya sama gue, gue nggak kaya dia, kok,” balasnya sambil menaikkan alisnya jahil
“Dih!”
***
Tidak ada yang berbicara satu sama lain. Semua sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Duduk mereka juga saling berjauhan. Hanya Riko dan Satria yang masih kumpul satu kursi. Riko memandang Satria dengan tatapan bertanya-tanya seolah meminta jawaban atas keheningan ini. Namun nihil, Satria malah menyuruh Riko untuk tidak bertanya lebih lanjut.
“Jadi mau gimana ini? Kok diam semua.” Risma, teman sekelas yang kebetulan satu kelompok dengan mereka juga merasa aneh.
“Rai, gimana? Biasanya lo yang paling aktif kalau gini,” kata Tino yang duduk di samping Risma.
Raihan diam, ia hanya menggeleng tanpa ekspresi. Melihat suasana seperti ini, Tino dan Risma semakin bingung.
“Gini aja, gue aja yang ngetik di power point, kalian cari aja materi sama contoh soalnya. Nanti kalau udah kirim aja lewat WA gue, gimana?” Satria mengambil alih, ia tahu keadaan seperti ini memang harus ada yang menengahi.
“Oke, gue sama Tino yang cari materi bagian A,” kata Risma yang diangguki oleh Tino.
“Gue sama Riko.”
“Gue sama Riko.”
Salsa dan Riska mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan. Riko yang mendengar namanya disebut merasa sangat takjub. “Bisa-bisanya pada ngrebutin gue!” katanya bangga.
“Yaudah gue ngetik aja sama Satria,” kata Salsa mengalah.
“Nggak ada, gue nggak mau ya nanti jadi operator terus gantian sama lo,” tolak Satria. “Lo sama Raihan aja,” saran Satria yang langsung mendapat pelototan mata dari Salsa.
“Gue sama Riko aja, mau kan Ko?” tanya Salsa memohon. Melihat wajah melas Salsa, Riko memilih mengangguk mengiyakan. Toh, bukannya lebih mudah jika satu tim sama Salsa daripada sama Satria.
“Udah ya, berarti Riska sama Raihan bagian C, ya.” Satria menutup bukunya bersamaan dengan bel pulang sekolah berbunyi. Semua siswa kembali ke tempat duduknya masing-masing untuk persiapan berdoa dan pulang.
***
Hari ini persiapan persami kembali di gelar. Semua anggota pramuka ikut berkumpul karena dua hari lagi persami akan dilaksanakan. Semua pesiapan sudah 90% selesai, tinggal menunggu surat ijin peserta kelas sepuluh terkumpul dan semua akan selesai.
“Sal, pembagian kamar sudah selesai?” tanya Ayu sang bendahara. Ia sedang berkeliling untuk menanyakan sampai mana tugasnya dan butuh uang atau tidak.
“Udah, tapi masih mau ditanyain sama Raihan,” balas Salsa sambil mengecek kembali buku catatannya.
“Oh iya, tadi katanya ada yang nggak diizinin sama orang tua. Tugas penggantinya belum disiapin juga,” kata Ayu mengingatkan.
“Iya, masih nunggu Satria gue. Pertimbangan tugas biar nggak keberatan.”
Ayu mengangguk, ia ijin untuk keluar ruangan dan kembali pada tugasnya. Sementara Salsa, gadis itu juga ikut berdiri dan keluar ruangan. Ia mencari sosok cowok yang memiliki tanggung jawab besar akan hal ini.
“Raihan ke mana?” tanya Salsa pada salah satu anggota yang sedang membangun menara dari tongkat pramuka.
“Di bawah tiang, lagi diskusi sama Kak Azi.”
“Oke, makasih!” Salsa segera menyusul, di sana sudah ada Raihan, Satria, Azi, Liora dan Sean. Salsa mendekat dan bersalaman dengan mereka.
“Gimana, Sal? Aman?” tanya Liora.