Pukul tujuh pagi, suasana sekolah sudah ramai dengan siswa kelas sepuluh yang sedang antri untuk check in. Banner dengan tulisan ‘Selamat Datang Peserta Persami Penerimaan Siswa Baru SMA Persatuan’ sudah terpampang jelas di depan gerbang. Banyak siswa yang masih berkumpul menunggu teman satu sangganya. Karena syarat check in adalah kelengkapan anggota sangga.
Riska yang bertugas menjaga tempat check in sedang sibuk mengurus absen dan membagikan SKU. Di sampingnya ada Nabilla yang sibuk memeriksa tas peserta agar tidak ada benda-benda terlarang yang dibawa.
“Sangga 4 lengkap, ya?” tanya Riska sambil menghitung peserta di depannya.
“Iya, Kak.”
Selain itu, di dalam sekolah beberapa panitia sudah disebar untuk menjadi pemandu peserta menuju ruang tidur mereka. Sama seperti yang sedang dikerjakan Fauzan.
“Kelas apa, Dek?” tanya Fauzan.
“X IPA 4, Kak,” balasnya sopan. Fauzan mengangguk, ia menunjuk ke arah kelas XII IPS 2 yang digunakan ruang tidur X IPA 4 dan X IPA 3 perempuan.
Setelah peserta selesai upacara pembukaan dan pemantapan materi, peserta berkumpul di GOR berdasarkan kelasnya masing-masing. Lomba yel-yel yang sudah dipersiapkan sejak beberapa minggu lalu akan dilaksanakan.
Juri yang ditunjuk adalah Raihan, Satria, dan Salsa. Mereka bertiga sudah duduk di kursi juri yang disiapkan. Sementara itu, beberapa perwakilan kelas sudah antri untuk mengambil undian.
Hingga tiba saatnya ishoma, Tasya dan Nabilla membagikan nasi kotak pada seluruh peserta dan panitia. Mereka makan siang bersama di GOR.
“Oke adik-adik, setelah makan siang silahkan untuk salat zuhur bagi yang muslim. Setelah selesai jangan lupa untuk kembali lagi dan melanjutkan lomba yel-yel,” kata Satria yang berdiri di depan microfon.
***
“Tante, maaf sebelumnya, apa Tante sudah membicarakan ini dengan Salsa?” tanya Aira sopan. Sejak tadi, Ibu Salsa kembali datang dengan beberapa orang yang disuruh untuk membereskan barang-barang Salsa di kamar.
“Saya sudah tidak punya pilihan lain. Suami saya harus kembali bekerja lagi, dan saya mau Salsa ikut dengan saya,” jelas Ilana.
“Tante, bukannya saya mau ikut campur, tapi bukankah lebih baik kalau menunggu Salsa dulu dan dibicarakan baik-baik?” Aira masih berusaha membujuk. Namun, sepertinya Ilana tidak peduli. Dia terus menyuruh orang suruhannnya membereskan isi kamar anaknya itu.
Tak lama kemudian, seorang gadis muncul dari tangga dengan tergesa-gesa. Ia masih memakai baju tidur dan sandal rumahnya. Ditambah dengan helm yang masih terpakai di kepalanya.
“El? Itu kamu?” Suara Ilana membuat orang-orang terkejut.
Elisa nyengir, ia masih mengatur napasnya. “Hai, Tante Ila. Lama nggak ketemu, hehehe,” kata Elisa canggung.
Aira mengerutkan kening saat mendengar sapaan yang muncul dari mulut Elisa. Gadis itu ternyata sudah mengenal orang tua Salsa.
Elisa melepas helmnya dan menghampiri Ilana untuk menyalaminya. “Eh, Tante, itu siapa?” tanya Elisa sambil menatap laki-laki di samping Ilana.
“Itu Papanya Salsa, El.” Ilana menatap Elisa dengan tatapan yang sulit diartikan. Namun, Elisa memahani itu, ia mengangguk dan tersenyum.
Elisa masih diam, ia mendekat ke arah Aira. “Itu gimana ceritanya, Kak?” bisik Elisa. Aira tak menjawab, ia hanya menghela napas pelan dan menggeleng.
“Tante, kenapa Tante melakukan ini? Apa ini juga kemauan Salsa?” tanya Elisa memberanikan diri.
“Tante sudah tidak ada pilihan lagi, El. Salsa harus ikut Tante apapun yang terjadi. Mau tidak mau.” Ilana menegaskan setiap perkataannya.
Elisa meneguk ludah pelan, ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Ilana memang sudah keras sejak dulu. Salsa pernah bercerita tentang itu.
“Elisa, antarkan Tante ke sekolah kamu. Tante mau jemput dia sekarang,” kata Ilana yang langsung membuat mata Elisa melebar.
“Hah?”
***
Salah satu acara yang paling ditunggu-tunggu oleh peserta persami adalah renungan malam. Setelah upacara adat, kegiatan ini akan dilaksanakan di pinggiran api unggun.
Semua peserta sudah berkumpul dan duduk melingkar api unggun. Salsa sudah berdiri di samping sound sistem yang ditunggu oleh Satria. Ia yang bertugas sebagai pembicara pada renungan malam ini.
“Adik – adik... Dalam nuansa keheningan malam. Diantara lirihnya hembusan angin dan kemilau cahaya bintang, adalah jiwa-jiwa kita. Yang kembali meniti detak waktu yang telah terlampaui. Sejenak kita menjernihkan hati dalam kepasrahan pada yang Maha Kuasa...” Suara lembut Salsa mulai terdengar. Seluruh peserta menunduk hanyut dalam pikirannya.