Ruang Kata

Firsty Elsa
Chapter #21

BAB 20

Malam ini semua sahabat Salsa berkumpul di rumah orang tua Salsa. Tujuan mereka adalah untuk berkumpul terakhir kalinya bersama Salsa karena besok siang, Salsa sudah akan pindah ke Medan.

“Ada yang mau request lagu?” tanya Riska yang berkeinginan untuk menyanyi. “Pita suara gue udah meronta-ronta nih.”

“Jangan yang sedih-sedih gitu pokoknya,” saran Ody yang mengambil kacang almond di dekat Felly.

“Perasaan lagu jaman sekarang pada galau semua,” sahut Felly.

“Lagunya Mas Pam juga galau tuh, sampe luar negeri lagi!” kata Kusnul yang memang pecinta lagu berbahas inggris.

“Mas Pam?” tanya Salsa bingung.

“Iya, Mas Pamungkas. Yang lagunya tulang itu loh,” jawab Kusnul yang mencoba menjelaskan.

“To the bone anjir!” sahut Ody tiba-tiba.

“Nah iya, lupa gue judulnya. Itu aja, Ris,” saran Kusnul.

“Kan lo tahu gue males nyanyi kalau liriknya gue nggak hafal. Lainnya gitu lah,” balas Riska melas.

“Lagunya Budi Doremi bagus.” Elisa menyeletuk dari arah kamar mandi.

“Yang mana? Budi Doremi nggak cuma ciptain satu, El,” sahut Nabilla yang sedang berusaha membuka toples Tupperware kuning.

"Yang itu loh, jangan datang lagi cinta..." kata Elisa menyanyikan potongan lagunya.

Nabilla dan Riska mengeryit bingung. "Salah lapak bego! Itu lagunya Petrus!" kata Riska penuh kekesalan.

"Oh, berarti yang itu, biar aku yang pergi, biar aku yang berhenti..."

"Itu Aldi, Elisaaa!" balas Nabilla kesal.

"Aldi? Mantannya Salsa? Ya Allah Sal, lu sebelum sama Raihan pernah sama Aldi ternyata?!" Elisa terkejut saat mengetahui hal itu. Sungguh.

Kini giliran Salsa dibuat bingung. "Salshabilla Andriani, bukan Salsabilla Aulya! Capek gue, El!"

"Ohh yang itu..." Elisa mangut-mangut.

"Ngerti?" Nabilla memastikan.

"Engga."

***

Selasa Pagi.

Laki-laki berjaket hitam itu sudah menyusup masuk ke dalam kamar seorang gadis. Namun yang dicari malah tidak ada di rumah. Percuma juga dia buru-buru datang ke sana. Laki-laki itu membuka ponselnya, berusaha menghubungi gadis itu.

Sementara itu di kamar Salsa, penuh dengan tubuh sahabat-sahabatnya yang memang menginap di sana. Apalagi posisi tidur mereka yang berantakan membuat suasana kamar tak jauh dari kapal pecah.

Ranjang Salsa terisi oleh tiga orang gadis yang tidur tak beraturan. Ody yang berada di pojok dinding, kakinya tertindih tubuh tambun Kusnul. Lalu di sebelahnya ada Felly yang tidur dengan lebih nyaman, meski kakinya tertindih kaki Kusnul.

Di bawah, Salsa tidur di dekat lemari bersama Nabilla yang menghadap ke lorong ranjang. Meski sempit, mereka masih bisa memposisikan diri. Berbeda dengan Riska dan Elisa yang tidur di dekat meja belajar. Mereka tidur saling berpelukan, dengan tubuh Elisa yang lebih rendah dari Riska.

drrtt…drtt…drtt…

Bruk!

“ADUH!”

Elisa terkejut saat ponselnya terjatuh mengenai kakinya. Ia reflek menjerit yang membuat Riska dan yang lainnya ikut terbangun.

“Kenapa? Ada apa?” tanya Riska yang masih setengah sadar.

“Sakitt.” Elisa mengelus-elus kakinya pelan. Ia mengambil ponselnya dan membantingnya pelan di atas karpet halus itu. “Ponsel sialan!”

“Ada apa, El?” tanya Nabilla yang ikut terbangun, meski matanya tetap tertutup.

“Hape gue jatuh.”

“Kok bisa?” tanyanya lagi.

“Ada telepon ternyata, hehe,” balas Elisa yang baru sadar layar ponselnya menghubungkan pada seseorang. Elisa menggeser tombol warna hijau dan segera menempelkan ponselnya pada telinga. Sedangkan Riska dan Nabilla kembali tidur tanpa peduli siapa yang menelepon sepagi ini, pukul 03.00.

Lihat selengkapnya