Ruang Kelabu

Fey Hanindya
Chapter #25

24. Kleptomania

Setelah adegan drama yang terjadi antara diriku dan Mas Awan, sekarang kami mulai membuka komunikasi yang lebih intim satu sama lain. Walaupun tak banyak hal yang berubah, namun aku sangat menyukai suasana rumah yang sekarang. Tak ada yang perlu ditakutkan lagi.

Perasaanku mulai terbebas dari hal yang selama ini kuresahkan. Memang benar nasehat Bu Mirna dan Pak Dito, inti yang terpenting dalam permasalahan rumah tangga adalah keterbukaan dan kejujuran dalam komunikasi.

"Rin, bagaimana kalau aku minta Asep sama Dadang buat bantu aku di toko?" Mas Awan membuka pembicaraan dengan sebuah pertanyaan saat kami sedang sarapan.

"Ide bagus, Mas. Biar pekerjaanmu jadi lebih ringan. Lagian kamu juga udah kenal dekat sama mereka, Insya Allah lebih aman," sahutku sembari membalikkan telur dadar yang hapir matang.

Benar juga, aku tidak pernah memikirkan hal itu sama sekali. Pelanggan toko roti kami yang semakin banyak, tentu membuat Mas Awan terkadang menjadi sangat kewalahan. Dia pasti akan sangat terbantu jika dua sahabatnya mau membantu di toko roti.

"Nanti usai sarapan, kamu langsung hubungi mereka saja, Mas." Sebuah saran yang langsung terlintas dipikiran saat meletakkan beberapa menu sarapan pagi di meja.

Mas Awan selalu berangkat lebih dulu daripada aku sendiri. Dia harus membuka toko roti pagi-pagi. Kebanyakan pelanggannya juga datang di kala pagi hari. Mungkin mereka membeli roti untuk sarapan atau pengganjal perut.

***

Di sinilah aku sekarang, duduk di kursi empuk yang terus saja kuputar-putar dari tadi. Sudah dua jam sejak klinik ini dibuka, tapi belum ada pasien yang datang. Aku sedikit merasa bosan. Padahal, seringkali aku akan melakukan pekerjaan lain sembari menunggu pasien yang datang.

"Bu, ada pasien!" ucap Zara dari balik pintu ruanganku.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Akhirnya, kebosananku terbunuh sudah.

Seorang perempuan paruh baya masuk sambil menggandeng tangan anak lelakinya yang mungkin berusia 18 tahun. Sekilas aku tak bisa melihat permasalahan apa yang mungkin dialami oleh kedua orang ini. Siapa yang membutuhkan konsultasi, dan siapa yang tidak. Mereka terlihat normal.

"Saya Lani. Ini anak saya, Andi." Perempuan paruh baya itu memperkenalkan diri setelah aku mempersilahkan mereka duduk. "Sebenarnya yang akan berkonsultasi adalah anak saya."

Aku melirik sekilas ke arah remaja yang duduk di samping Bu Lani, dia tampak acuh—seakan tidak memiliki masalah apa pun.

Awalnya aku mencoba mendekatkan diri dengan Andi dengan mengobrol ringan mengenai dirinya, sekolahnya, dan pertemanannya. Sesekali sang ibu menjelaskan kondisi anaknya yang menjadi keresahan dirinya beberapa waktu ini.

Dilihat dari luar, anak ini memang tampak normal. Namun, menurut informasi yang kudengar dari Bu Lani, aku menyimpulkan bahwa anak ini mengidap kleptomania.

"Saya sering menemukan barang-barang yang bukan miliknya di kamar. Tapi waktu ditanya, dia tidak pernah menjawab sama sekali. Karena saya takut dengan keadaan Andi, makanya saya bawa ke sini," jelas Bu Lani sambil sesekali mengelus tangan anaknya.

"Tapi, tolong jangan laporkan anak saya ke polisi. Dia bukan penjahat. Barang-barang yang diambil juga bukan barang berharga dan sudah saya kembalikan ke pemiliknya," sambungnya dengan memasang tampang panik.

Penderita kleptomania memang mengalami gangguan yang membuat mereka sulit untuk menahan diri saat mencuri. Barang curiannya pun tidak selalu barang berharga seperti halnya yang dicuri oleh perampok. Mereka kerap mengambil barang hanya untuk kepuasan saja. Walaupun begitu, setelah mencuri pengidap kleptomania tidak akan pernah mengakui perbuatannya. Ada rasa malu yang mendera.

"Tentu saja tidak, Bu. Keputusan Ibu sudah tepat dengan membawanya ke sini. Kami tidak akan melaporkan permasalahan pasien. Kleptomania memang biasanya muncul saat remaja. Apa keluarga ibu ada yang memiliki riwayat kleptomania? atau gangguan kepribadian?"

Sebuah gelengan kepala langsung dilakukan oleh Bu Lani. Sebenarnya, yang sering menjadi pengidap kleptomania kebanyak berjenis kelamin perempuan. Jadi, kasus Andi mungkin adalah kasus yang jarang ditemui, mungkin sangat langka.

"Tapi, memang kelakuan Andi mulai aneh sejak tiga bulan lalu. Dia lebih sering marah-marah secara tiba-tiba. Saat ditanya ada masalah apa, dia malah semakin marah. Kadang-kadang saya takut sama anak saya sendiri," tutur wanita paruh baya itu. Dia sesekali menatap iba anaknya.

Aku mengerti kenapa pasien kleptomania sering marah-marah. Selain emosinya yang kurang stabil, mereka juga merasa bersalah atas perilaku mencuri yang telah dilakukan. Sebenarnya penderita tidak dapat menolak dorongan untuk mencuri (walaupun barang yang dicuri bukan barang berharga). Mencuri sudah menjadi candu.

Penderita juga seperti manusia normal pada umumnya, mereka sadar bahwa mencuri adalah salah, merasa cemas saat mencuri. Namun, hal itu terjadi saja secara spontan. Bisa dilakukan di tempat umum, ataupun saat berada di rumah temannya.

Lalu barang hasil curian dibawa kemana? Mereka hanya menyimpannya saja. Tidak pernah digunakan untuk kebutuhannya.

"Aku minta maaf, Ma. Mama pasti malu punya anak yang sering mencuri." Pasien yang dari tadi hanya duduk tenang, sekarang mulai membuka suara, menatap ibunya dengan wajah penuh penyesalan.

"Tidak apa-apa, Andi. Kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri seperti itu. Kita perbaiki sama-sama, ya. Kamu pasti sembuh, asalkan kamu sendiri yang harus melawan dengan kuat keinginan untuk mengambil barang orang lain. Yang terpenting adalah memiliki tekad yang kuat dan sering intropeksi diri," tuturku menyemangatinya.

Memang benar, semua tergantung pada diri kita sendiri. Jika ingin sembuh, namun diri sendiri masih ragu, hasilnya adalah nihil. Yakinkan pada diri sendiri bahwa aku bisa. Aku bisa.

"Iya. Aku akan berusaha untuk sembuh," jawab Andi menganggukkan kepalanya.

Banyak sekali penjelasan yang kuberikan kepada anak ini. Aku berharap dia masih berada di tahap awal. Jika sudah pada level akut, tidak akan cukup hanya dengan konsultasi psikologi. Dia membutuhkan psikiater untuk sembuh. Psikiater akan memberikan obat yang akan menurunkan dorongan untuk mencuri dan rasa senang yang ditimbulkannya.

Lihat selengkapnya