Ruang Kelabu

Fey Hanindya
Chapter #32

31. Hanya Fobia

"Saya takut untuk berinteraksi dengan para lelaki semenjak kejadian itu. Rasanya perut ini mual seakan ingin muntah. Selain itu kepala saya juga pusing dan langsung berkeringat karena cemas berlebihan," tutur Mita, pasien yang sekarang sedang berkonsultasi denganku.

Dua bulan yang lalu, pasienku ini menyaksikan sebuah kejadian yang sangat mengerikan. Dia melihat dengan mata kepalanya sendiri sahabat dekatnya diperkosa dan dibunuh oleh dua lelaki bertopeng.

Saat itu tak ada yang bisa dilakukan olehnya, hanya gemetar yang terus menyerangnya. Rasa takut yang sangat besar membuat Mita sulit untuk berkutik sama sekali. Dia hanya bergeming tanpa suara. Bahkan untuk menghubungi bantuan pun tak terlintas di pikirannya saat itu.

Sejak kejadian tersebut, Mita mulai menghindari interaksinya dengan para lelaki. Dia bahkan mengambil cuti selama tiga bulan karena ketakutan yang menyerangnya sebab trauma yang terus saja menghantui.

Menurut gejala yang dia jelaskan padaku, ternyata Mita mengalami antrophobia. Seorang yang merasakan takut atau mengalami fobia pada kaum yang berjenis kelamin laki-laki. Memang ada beberapa penyebab seseorang mengalami fobia pada lelaki: keturunan, rasa trauma mendalam, pola asuh orang tua, dan lingkungannya.

Sama halnya denganku dulu. Namun, aku mungkin tak memiliki pikiran yang sama seperti Mita. Aku tak menganggap kalau semua lelaki itu sama bejatnya, sama buruknya. Buktinya saja papaku. Lelaki yang merupakan pahlawanku saat beliau masih ada di dunia ini.

"Saya mengerti, ini pasti berat untuk Mbak Mita sendiri."

"Saya adalah seorang akuntan. Perkerjaan saya sudah pasti akan ada interaksi dengan lawan jenis. Tak mungkin selamanya saya bisa bersembunyi dan mengurung diri di dalam kamar. Masa cuti yang saya ambil juga akan habis bulan depan." Pasienku ini memiliki semangat untuk sembuh dari fobianya itu. Namun, lagi-lagi trauma yang terus membayangi membuat orang-orang susah untuk melangkah maju.

Mita pasti sangat tertekan ketika kejadian itu terngiang kembali di kepalanya. Aku paham, karena aku pernah mengalaminya. Satu-satunya cara adalah dengan berdamai dengan trauma yang dimiliki dan berusaha untuk keluar dari bayang-bayang itu.

"Apa sebelumnya Mbak pernah terapi untuk mengatasi fobia ini? Atau dibantu oleh orang-orang di sekitar?" tanyaku memastikan.

Namun, orang yang kutanyai menggeleng tegas. "Sejak kejadian itu, saya sering mengurung diri di dalam kamar. Orang tua yang sudah kewalahan dengan keadaan saya pun hanya membiarkan begitu saja. Soalnya selama ini saya tidak pernah mau mendengar kata-kata mereka untuk menyembuhkan ketakutan ini. Bahkan, terkadang saya takut dengan papa saya sendiri."

Masalah ini memang tak bisa dibiarkan begitu saja. Dunia ini diciptakan dengan makhluk berpasangan. Kaum hawa membutuhkan kaum adam, dan begitu pula sebaliknya. Tidak bisa menilai suatu kaum hanya karena kesalah beberapa oknum saja. Mereka hanyalah orang-orang yang tak bertanggung jawab. Namun di luar itu, masih banyak orang-orang baik. Bahkan tanpa kita sadari, mereka sedang berada di sekitar kita.

"Saya akan mencoba membantu dengan melakukan beberapa tes. Jika antrophobia yang Mbak miliki itu cukup besar dan tahu Mbak tidak menyukai tes ini, kita bisa mencari cara lain. Tapi yang perlu diingat, hanya diri sendirilah yang dapat mengendalikan pikiran. Semua tergantung sugesti yang Mbak berikan kepada diri sendiri," jelasku setelah menawarkan sebuah tahap mengatasi ketakutannya terhadap laki-laki.

Rasa takut akan semakin menjadi-jadi ketika kita sendiri selalu menghindari hal yang ditakuti. Semua bisa diatasi dengan mengirim sugesti yang baik untuk diri sendiri atau mengasosiasikan rasa takut itu menjadi hal yang disukai.

Seperti halnya seseorang takut akan hubungan sosial, atau istilah lainnya fobia sosial. Coba katakan pada diri sendiri ketika berhadapan dengan banyak orang bahwa 'aku bisa terhindar dari kriminalitas, aku bisa memiliki banyak teman, dengan banyak teman aku bisa meminta bantuan mereka, akan ada banyak orang yang memberiku hadiah saat ulang tahun.' Hal-hal semacam itu. Menarik sekali bukan? Sekali lagi, semua hanya tergantung pikiran yang dibuat oleh diri sendiri. Kamu bisa karena kamu berpikir bisa, kamu takut karena kamu selalu mengungkung rasa takut itu dalam pikiranmu sendiri.

Ada beberapa tahapan umum untuk dapat menghilangkan suatu ketakutan: dari membuat orang tersebut sangat ketakutan dengan berhadapan dengan sumber ketakutan itu sendiri. Setelah tenang, aku yakin perlahan orang tersebut bisa mengatasi fobia itu.

Beberapa orang bahkan melakukan yoga atau meditasi untuk mengatur pernapasan. Hal ini dapat mengatasi kepanikan dan mengembalikan kesadaran atas gejala kepanikan yang dialami.

Aku beranjak dari tempat duduk menuju keluar ruangan. Ekor mata Mita terus membuntutiku. Langah kakiku mantap menuju tempat di mana Pak Dito berada. Ya, aku akan meminta Pak Dito bertemu dengan pasienku.

"Pak, saya boleh minta tolong untuk bertemu dengan pasien saya sebentar saja." Setelah menjelaskan apa yang keluhan yang dialami pasienku, Pak Dito akhirnya mengikutiku menemui Mita.

Aku bisa melihat sikap keterkejutan yang keluar dari diri Mita saat melihat Pak Dito masuk setelahku. Dia mulai menggerak-gerakkan tubuhnya menjauh dari tempat duduk Pak Dito. Padahal, aku meminta lelaki paruh baya itu untuk duduk di kursi yang berbeda.

Raut kecemasan benar-benar jelas terpatri di wajahnya itu. Bibirnya mulai terlihat agak pucat dan orang ini terus saja meremas-remas tangan. Aku ikut sedikit terkejut melihat gelagatnya yang seperti sedang kesulitan bernapas.

Lihat selengkapnya