Kegelapan di sekitar mereka semakin pekat, membungkus setiap inci ruang di sekeliling Naya dan Nard. Hanya ada suara desiran angin yang bergema, mengelilingi mereka seperti bisikan yang tak pernah berakhir. Naya merasakan tubuhnya semakin berat, dan perasaan takut mulai merayapi pikirannya.
"Apa yang akan terjadi sekarang, Nard?" tanya Naya, suaranya tergetar. "Apakah ini akhir dari segalanya? Apakah kita akan terjebak di sini selamanya?"
Nard tetap diam sejenak, tampak memikirkan sesuatu yang jauh lebih dalam. Wajahnya yang biasanya tenang kini dihiasi raut kekhawatiran yang jarang terlihat. Ia mengalihkan pandangannya ke arah horizon yang gelap, tempat bintang-bintang yang bergerak seakan berpacu dengan waktu.
"Kita berada di ambang sebuah keputusan besar, Naya. Di dunia ini, tak ada yang pasti," jawab Nard dengan suara berat. "Setiap langkah kita akan mempengaruhi masa depan yang kita hadapi. Kamu harus memilih, Naya. Pilihanmu akan menentukan bagaimana takdir kita berakhir."
Naya menggigit bibirnya, merasakan getaran yang sangat kuat di dalam tubuhnya. Ia tahu bahwa segala keputusan yang diambilnya kini bukanlah sekadar hal kecil yang bisa diabaikan. Ia merasa seperti sedang berada di persimpangan jalan, sebuah titik yang sangat menentukan.
"Pilih apa?" tanya Naya, mencoba untuk memahami kata-kata Nard. "Apa yang harus aku pilih? Aku bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan di sini!"
Nard menatapnya dengan mata yang tajam. "Kamu harus memilih untuk melangkah ke depan, atau kembali. Tapi ingat, setiap pilihanmu akan membawa konsekuensi yang tak bisa diubah."
Naya terdiam, merasakan setiap kata yang keluar dari mulut Nard mengisi ruang kosong dalam pikirannya. Dia tahu bahwa ia tidak bisa kembali. Tak ada jalan mundur, dan perjalanan ini sudah membawa mereka terlalu jauh untuk berhenti. Namun, memilih untuk melangkah maju juga berarti menghadapi segala sesuatu yang tak bisa ia prediksi.
"Jika aku memilih untuk melangkah maju," kata Naya dengan suara pelan, "apa yang akan terjadi?"
Nard menghela napas panjang, tampak merenung. "Jika kamu memilih maju, kita akan masuk lebih dalam ke dalam kekuatan yang mengatur dunia ini. Kita akan bertemu dengan entitas yang memiliki kekuatan jauh lebih besar dari yang kita bayangkan. Mereka adalah penguasa dari dunia ini—dan mereka akan menguji kita."
Naya menatapnya dengan mata penuh pertanyaan. "Penguasa? Apa maksudmu?"
"Penguasa waktu," jawab Nard, suaranya serius. "Mereka yang bisa mengubah arah takdir dengan satu kata. Kita harus siap menghadapi mereka, karena mereka tidak akan memberikan apa pun dengan mudah."
Sebuah ketegangan terasa semakin berat di udara. Naya bisa merasakan adrenalin mengalir dalam tubuhnya, dan di saat yang sama, ketakutan itu semakin mencekam. Ia ingin mundur, namun perasaan dalam dirinya mengatakan bahwa ia tidak punya pilihan lain. Takdir mereka telah ditentukan sejak lama, dan langkah mereka tidak bisa dihentikan.
"Jika aku memilih untuk maju," kata Naya akhirnya, matanya penuh tekad, "aku harus siap menghadapi apa pun. Aku tidak akan mundur lagi."
Nard menatapnya sejenak, dan meski raut wajahnya tetap datar, Naya bisa melihat sedikit kekaguman di matanya. "Kamu akhirnya mengerti, Naya. Tidak ada jalan yang mudah dalam perjalanan ini. Semua yang kita lakukan di sini akan membawa kita pada takdir yang belum kita ketahui. Tapi kita harus berjuang. Kita harus bertahan."
Di tengah percakapan mereka, langit yang gelap mulai berputar. Bintang-bintang bergerak lebih cepat, seolah-olah mereka sedang memasuki lubang hitam yang menarik segala sesuatu ke dalam dirinya. Kabut putih mulai menyelimuti mereka, dan dunia yang sebelumnya begitu luas kini terasa semakin sempit.
Tiba-tiba, di tengah kegelapan yang semakin mendalam, sebuah suara terdengar dari arah yang tak jelas.
"Sudah saatnya kalian membuat pilihan."
Suara itu bergetar di udara, keras dan menggelegar, namun di saat yang sama, terasa penuh dengan kekuatan yang mendalam. Naya dan Nard berpaling, mencari sumber suara yang datang dari segala arah.
"Siapa yang berbicara?" tanya Naya, berusaha menenangkan diri meskipun hatinya berdebar kencang.
"Jangan takut, Naya," suara itu kembali terdengar. "Kami adalah penjaga takdir. Kami adalah penguasa waktu."
Suara itu kini semakin jelas, seolah-olah mereka sudah berada di pusat dari segala kekuatan yang ada di dunia ini. Naya bisa merasakan getaran kekuatan itu dalam tulang dan darahnya. Ini bukan lagi tentang pilihan pribadi—ini adalah ujian dari alam semesta itu sendiri.
"Apakah kalian siap untuk mengetahui apa yang akan datang?" suara itu bertanya lagi, lebih tajam daripada sebelumnya.
Naya menatap Nard, dan tanpa kata-kata lebih lanjut, keduanya melangkah maju, siap menghadapi apa pun yang akan datang. Ini adalah langkah mereka yang tak bisa dibatalkan.
"Kami siap," kata Nard dengan tegas, suara penuh keyakinan.
Dunia di sekitar mereka mulai berputar lebih cepat, waktu seakan terhenti, dan mereka berdua melangkah ke dalam kegelapan yang mengelilingi mereka. Setiap keputusan yang mereka buat akan menentukan takdir, dan mereka harus siap untuk menghadapi dunia yang tak pernah mereka lihat sebelumnya.
Naya dan Nard melangkah dengan hati yang penuh ketegangan. Suara yang menggelegar sebelumnya kini memudar, digantikan oleh hening yang mencekam. Mereka berada di suatu tempat yang tak bisa mereka kenali, seakan melintasi dimensi lain, yang terasa sama sekali asing namun begitu akrab di dalam hati mereka.
Udara terasa dingin, seakan seluruh alam semesta menahan napasnya. Namun, ada sesuatu yang menggelora di dalam tubuh mereka, semacam tarikan gravitasi yang tak bisa dijelaskan. Setiap langkah terasa lebih berat dari yang sebelumnya.
Ketika mereka melanjutkan perjalanan, sebuah bayangan gelap muncul di hadapan mereka. Bayangan itu perlahan mulai membentuk sosok, tinggi dan penuh wibawa, mengenakan jubah hitam yang mengalir seperti kabut.
"Kalian akhirnya datang," suara itu terdengar, namun tidak dari sosok itu, melainkan seperti bergema dari segala arah. "Aku tahu kalian tidak akan mundur begitu saja."
Naya menelan ludahnya, berusaha menenangkan diri. Ia tak bisa melihat wajah sosok itu, hanya bayangan misterius yang mengelilinginya. Tapi dari aura yang dipancarkan, ia tahu bahwa ini adalah kekuatan yang jauh lebih besar dari yang pernah mereka hadapi sebelumnya.
Siapakah mereka? Siapa yang berbicara?
Sosok itu kemudian melangkah maju, dan pada saat itu, bayangan kabut mulai berputar mengelilingi mereka. Sosok yang menakutkan itu akhirnya menunjukkan wajahnya. Wajahnya, meskipun tampak manusiawi, memiliki elemen yang jauh lebih asing—seperti wajah seorang dewa yang telah melintasi waktu itu sendiri.
"Siapa kau?" Naya berani bertanya, meski suaranya gemetar. Ia merasa seperti sedang berbicara kepada sesuatu yang jauh lebih tua dari alam semesta ini.