Ruang Lain

tukang sedih
Chapter #9

9. Gosip Tidak Benar

Aku seperti berusaha bernafas di dalam air selama beberapa lama. Tidak satupun mau menolongku. Gelap dan kosong. Aku mencari-cari udara namun tidak kutemukan. Siapapun tolong bantu aku bernafas!

"Laura, buka matamu! Laura, buka matamu!" bisik Alex ditelingaku.

"Alex." Aku menangis karena kupikir aku akan mati di dalam ruang hampa udara itu. Alex memelukku dan meminta untuk meredakan tangis. Ia bilang, itu akan membangunkan adik-adikku.

"Sudah berakhir. Semua sudah berakhir." Alex berbisik di telingaku.

"Alex apa yang kau lakukan padaku?" Aku tahu Alex ada hubungannya dengan mimpi aneh yang menghampiri tidurku akhir-akhir ini. Sudah jelas suara tadi asalnya dari Alex. Alex jelas ada sangkutpautnya dengan semua ini.

"Biarkan waktu yang menjawab, Laura."

"Tidak. Kau harus menjelaskan semuanya sekarang! Atau aku akan berteriak dan katakan kepada semua orang bahwa kau adalah penyusup dari Slav." Aku betul-betul akan melakukan itu jikalau Alex tidak segera menjelaskan semuanya. Alex kalang kabut sambil memijat kepalanya.

"Kau akan tahu setelah mimpi berikutnya, Laura." Alex duduk di hadapanku dan wajahnya benar-benar berharap agar aku mau mengerti. "Aku ingin menunjukkan banyak hal kepadamu, Laura, sebelum aku menjelaskan sesuatu yang besar."

"Aku harus menunggu mimpi selanjutnya?"

"Ya."

"Apa tujuanmu sebenarnya? Soal Lilly, kau benar-benar mencintainya, kan?"

"Aku tidak bisa jawab itu." Kali ini Alex tidak menatapku. Alex tidak berani.

"Alex, jawab aku! Kau benar-benar mencintai Lilly, kan?!"

"Ya-ya! Aku mencintainya!" jawab Alex cepat lalu memijat kepalanya seperti tadi. Alex seperti sedang berada di dalam masalah besar. Aku memeriksa jam dinding di kamarku. Pukul 03.00 pagi. Aku tidak bisa memejamkan mataku lagi. Bayangan Laura tua di dalam mimpi itu yang kini mengisi kepalaku. Mimpi yang kualami akhir-akhir ini terasa aneh dan nyata.

"Alex, kau ingin tahu apa isi mimpiku kali ini?" tanyaku pada Alex yang beberapa kali menggeser tubuhnya di kasurku seperti orang gelisah.

"Ceritakan versimu!"

"Jadi kau tahu isi mimpiku?"

"Ya. Dan aku ingin tahu bagaimana kau menceritakannya."

"Itu termasuk mimpi paling lucu sekaligus menyedihkan," ungkapku sambil tertawa, Alex hanya tersenyum dari kasurku. Sambil melipat tanganku di bawah kepala, aku memutar mimpi aneh itu di kepala.

"Lucu?"

"Ya. Dan, Alex? Bagaimana kau bisa tahu isi mimpiku?" Meski itu tidak masuk akal, aku harus akui kalau Alex memang berbeda dengan anak-anak lain di sekolahku. Alex seperti dikelilingi mejik. Bahkan aku pernah bermimpi di suatu malam, Alex datang ke sekolah dengan mengenakan pakaian mirip penyihir seperti karakter Dr. Strange dalam film Doctor Strange. Segala kekuatan yang dimiliki karakter utama dalam film itu ada pada Alex. Yang membuat mimpi itu benar-benar aneh adalah aku belum pernah bertemu Alex sebelumnya. Hingga ketika masuk sekolah, aku berkenalan dengan Lilly, dan Lilly menunjukkan Alex kepadaku sebagai orang yang dicintainya. Aku tidak terlalu mempedulikan mimpi bodoh Alex si Dr. Strange. Ya, mimpi bodoh itu sudah lama kukubur. Dan sekarang muncul kembali di kepala. Setelah mimpi itu, aku terbangun dengan berita bahwa ayahku telah meninggal dunia.

"Ini belum saatnya untuk memberitahu." Suara Alex begitu misterius dan itu menyebalkan. Aku terdiam dan menatapnya kesal. "Ceritakan mimpimu, nenek tua!" godanya.

"Apa itu benar-benar aku?" tanyaku cepat. Aku tidak bisa menahan wajah tua itu untuk tak hinggap di kepala.

"Ah, jangan mengalihkan pembicaraan. Cepat ceritakan mimpimu!"

"Aku sudah tua dan sangat menyebalkan. Bayangkan saja aku ingin meninju wajah tuaku yang ringkih itu." Aku memperbaiki posisi tidurku di sofa. "Kau pasti lihat, kan? aku membentaknya sampai ketakutan." Aku melihat Alex tertawa dan menutup mulutnya agar tidak terdengar ke luar.

Lihat selengkapnya