Ruang Lain

tukang sedih
Chapter #10

10. Malam Berkabung

Sejak kembali dari tempat pembuangan sampah, aku tidak melihat Alex lagi. Biasanya sepulang sekolah ia akan berkumpul dengan Bobby dan yang lain sebelum pergi bekerja. Apa Alex tidak masuk kelas hari ini dan mengurus Frans yang sakit?

Kuputuskan untuk menanyakan hal itu kepada Alan yang kebetulan sedang tidak bersama Bobby dan yang lainnya di gerbang sekolah. Alan menghampiriku begitu melihatku berjalan ke arahnya di tengah kerumunan. Aku yakin Alan tidak akan mau menghampiriku jika ia sedang bersama Zach dan yang lain. Hari ini aneh, mereka tidak berkumpul seperti hari-hari biasanya.

"Hey, Laura, kau tidak bersama Alex?" tanya Alan takut-takut. Ah, itu adalah pertanyaan yang seharusnya kutanyakan kepadanya.

Yang terjadi di minggu malam kemarin kembali berputar di kepalaku. Alan sepertinya adalah orang baik dan tidak seperti Bobby beserta kumpulannya. Alan yang membantuku menjauh dari bajingan-bajingan kotor itu. Seharusnya aku tidak terlalu kasar kepadanya, bukan? karena nyatanya sampai sekarang tidak ada efek buruk yang timbul dari tindakannya yang kupikir belagak baik.

"Kupikir Alex bersamamu dan yang lain," jawabku dengan nada yang berusaha bersahabat. Setelah apa yang terjadi di malam itu, apa tidak sebaiknya aku meminta maaf pada Alan?

Ah. Sepertinya tidak perlu.

"Alex akhir-akhir ini seperti menghindar. Aku tidak tahu masalah apa yang sedang menimpanya. Terakhir kali aku berbicara dengannya di kafe malam itu," jelas Alan dengan raut wajah khawatir. "Kalau Alex mau memberitahu masalahnya padamu, tolong beritahu aku, Laura. Mungkin aku bisa sedikit membantu Alex." Aku hanya mengangguk dan pergi setelah meminta izin untuk pergi. Aku tidak tahu kenapa Alan berpikir bahwa Alex akan memberitahu masalahnya kepadaku, sementara Alex menjauhkan diri dari kumpulan Bobby.

Apakah masalah Alex adalah soal Frans yang sakit? Tapi kenapa Alex menghindar dari Bobby dan yang lain hanya karena Frans sakit? Ah, apa perlu aku menghubungi Alex? Tapi pertanyaan seperti apa yang harus kutanyakan nantinya?. 'Alex? Kau dimana? Apa kau baik-baik saja?' Apakah itu tidak berlebihan. Oh, ya, bukankah Lilly memang ingin titip salam kepada Alex? Itu bisa jadi basa-basi yang baik.

Alex menerima panggilanku tanpa menunggu lama. Selang beberapa detik aku belum bisa membuka mulutku untuk mengatakan apapun yang sebenarnya sudah tersusun di kepala. Hingga Alex yang bersuara terlebih dahulu. "Aku tidak masuk sekolah. Frans benar-benar membutuhkanku," jelasnya dari seberang.

"A—apa kau baik-baik saja?"

"Ya, aku baik-baik saja."

"Baiklah." Baiklah, ya, baiklah aku seperti orang paling tolol saat ini. Apalagi yang harus kusampaikan?! Ayolah berpikir! "Aku lupa menyampaikan titip salam dari Lilly setelah acara Selasa Rohani selesai."

"Okey.." jawabnya dengan nada yang sedikit aneh. Apa Alex masih menunggu sesuatu? Ah, ya, seharusnya aku harus menutup sambungan sekarang juga, karena sudah tidak ada lagi yang ingin kusampaikan.

"Okey. Itu saja, Alex. Aku harus siap-siap bekerja."

"Sampai jumpa besok di sekolah."

"Ya, sampai jumpa, sampaikan salamku pada Frans. Semoga Frans cepat sembuh."

"Nanti akan kusampaikan." Setelah itu, aku cepat-cepat menutup sambungan. Setidaknya aku sudah lega karena tahu Alex baik-baik saja.

***

Aku sudah menyangka ini akan terjadi, Mrs. Lisa berdiri di depan pintu rumahnya sambil berkacak pinggang dan memanggilku dengan panggilan khasnya itu, dengan jemari yang di ayunkan seperti memanggil anak kecil untuk diberikan permen. Aku memang sudah berjanji untuk mampir di rumahnya sepulang bekerja.

Aku benar-benar menyesal sudah berjanji kepada Mrs. Lisa di sore hari melelahkan seperti ini. Apalagi tujuan Mrs. Lisa adalah untuk memperkenalkan putra semata wayangnya, yang kata kakak senior terkenal rupawan dan sangat baik itu. Belum lagi kabar beredar kalau Evan adalah pengusaha muda di luar kota dan sering menyempatkan diri untuk mengajar di universitas terkenal di luar kota.

Kalau tidak salah, umur Evan saat ini masih 24 tahun dan tercatat menjadi salah satu dosen termuda di sana. Aku tidak bisa berpenampilan semenjijikkan ini di depan Evan. Kalau Mrs. Lisa bukan salah satu guru yang mengajarku di sekolah, maka saat ini aku sudah bersiap lari.

"Masuklah, Laura! Kemarin aku lupa memberitahu Evan kalau kau bisa bertemu dengannya sore hari. Evan sampai membatalkan urusannya untuk bertemu denganmu."

Lihat selengkapnya