Ruang Lain

tukang sedih
Chapter #13

13. Reuni Kecil

Semoga ini adalah hal baik, Billy datang kepadaku dan bilang Eru ingin mengajakku ke pasar malam. Eru sudah di rumahku sebelum aku sampai. Aku ingin sekali cerita soal Mrs. Lisa yang seperti berusaha mendekatkanku dengan anaknya. Tetapi akhir-akhir ini mengobrol dengan Eru membuatku berpikir ratusan kali. Eru berbeda dari biasanya, ia lebih terang-terangan menunjukkan rasa cemburu.

Eru sudah rapi dengan kaos dan celana khas anak muda yang keren. Ia membawa motor butut yang jarang terlihat keluar dari garasi. Walaupun tujuannya ingin mengajakku keluar malam ini, ia belum bicara denganku sejak aku sampai di rumah. Ia hanya menyampaikan keinginannya kepada Billy, lalu Billy membisikkannya di telingaku.

"Katakan padanya kalau aku tidak akan pergi kalau bukan dia yang menyampaikan secara langsung!" ucapku keras-keras berharap Eru mendengar di ruang tv. Billy menyampaikan itu kepada Eru. Kemudian Billy menemuiku lagi dan bilang kalau Eru ingin aku menyetujuinya terlebih dahulu, lalu Eru mau mengobrol denganku. "Bilang padanya kalau aku tidak akan setuju kalau tidak mau menemuiku terlebih dahulu!" Itu adalah harga mati. Bagaimana mungkin aku yang harus mengalah sementara ia yang meninggalkanku tanpa pamit malam itu.

Akhirnya Eru menemuiku di dapur. Ia tidak menatapku. Hanya duduk di kursi dekat meja makan. Aku juga tidak mau membuka suara. "Aku ingin menepati janji yang kemarin." Ia berujar tiba-tiba. Aku benci kalimat itu, seolah-olah tujuannya kali ini hanya untuk memenuhi kewajiban menepati janji. Kenapa Eru jadi begitu menyebalkan akhir-akhir ini?

"Itu seolah-olah aku memaksamu, Eru!"

"Oh, ayolah, Laura, aku tidak ingin berdebat denganmu. Aku ingin berdamai. Aku tidak kuat harus bertengkar terus seperti ini!"

"Kau pikir aku menginginkannya?" Eru menatapku sejenak lalu menunduk kembali. "Kau egois!"

"Kalau memang ini salahku, tolong maafkanlah, Laura. Aku tidak akan melarangmu melakukan apapun asalkan kau mau memaafkanku! Bobby, Zach, atau Alex. Terserah! Aku tidak akan memaksakan kehendakku kalau akhirnya akan seperti ini." Eru kini menatapku dengan tatapan memohon. Aku sudah sering melihat Eru seperti ini sebelumnya.

Aku belum bisa mengatakan apapun melihat Eru yang kini menunduk dengan tubuh bergetar. Apa ini terlalu menyakitkan baginya? "Jangan seperti ini, Eru."

"Aku tidak akan memaksakan kehendakku lagi," ucapnya lirih, lalu mengatakan, "karena kau tahu apa yang terbaik untukmu."

"Tidak, aku membutuhkan pendapat darimu, Eru. Aku mohon jangan berubah."

Aku memeluk Eru yang bangun dari duduknya. Aku tak tahu apa yang lebih nyaman dari pelukan sahabat seperti Eru. Eru seperti kakak sekaligus teman terbaik seperti halnya Lilly. "Kau mau memaafkanku, kan?"

"Kupikir ini adalah salahku, mengabaikan perkataanmu padahal itu baik untukku."

"Sekarang ikut aku! Kita harus mengganti sepatumu yang sudah jelek," ucapnya sambil tertawa.

"Tentu saja."

Aku pergi tanpa membersihkan diri terlebih dahulu. Aku tidak ingin Eru menunggu.

Sesampai di tempat yang di maksud oleh Eru, kami segera dikerumuni oleh teman-teman lama saat aku bersekolah di Serdam dulu. Oh, ya, ada Zoe dan Leon. Mereka berdua adalah mantan teman sebangkuku dulu, sahabatku setelah Eru. Zoe selalu suka menjodohkanku dengan Eru padahal ia cukup tahu bagaimana perasaanku kepada Eru. Leon pun sama, tetapi tidak seheboh Zoe. Walau begitu, kami berempat adalah team yang sangat baik di sekolah. Selama tiga tahun belajar di Monroe, kami tidak pernah berpisah kelas.

Leon sudah tidak melanjutkan sekolah karena orangtuanya ingin Leon segera menggantikan usaha tekstil mereka. Orangtuanya berpikir kalau Leon adalah anak yang pintar, dan dengan itu sang ayah berpikir kalau pendidikan terakhirnya sudah cukup untuk menjalankan usaha keluarga. Hal seperti ini sudah banyak terjadi di desaku, berhenti sekolah di usia muda. Jadi, itu bukanlah sesuatu yang perlu dikhawatirkan. Lagipula keluarga Leon termasuk keluarga paling kaya di desa ini.

"Ini pertemuan yang tak terduga. Ada Laura dan Leon manusia paling sibuk," sindir Zoe yang datang dengan James kekasihnya. Aku dan Leon tertawa sementara Eru mengangguk-angguk setuju dengan Zoe.

"Ya, kupikir kita harus sering-sering bertemu seperti ini," timpal Eru. Sebenarnya itu adalah kalimat yang sering kami ucapkan sebelum berpisah, tapi tidak benar-benar terealisasikan karena kesibukan masing-masing. Eru juga akhir-akhir ini sudah mulai bekerja.

"Oh, ya, bagaimana perkembangan hubungan kalian?" tanya Leon kepada Eru dan aku. Zoe langsung ikut nimbrung begitu mendengar pertanyaan Leon.

"Masih seperti dulu, tampaknya." Zoe yang menjawab. Aku dan Eru tak banyak berekspresi, hanya mengatakan baik-baik saja, masih seperti dulu. Inilah kenapa aku sedikit malas jika berkumpul dengan Zoe dan Leon. Mereka sering sekali mempertanyakan hal-hal yang tidak jauh berbeda dengan perkembangan hubunganku dengan Eru. Memangnya mereka berharap hubunganku dengan Eru akan seperti apa? Seharusnya Zoe juga mengerti kalau aku tidak akan menyukai Eru sebagai kekasih. Kalaupun sekarang, atau nanti entah suatu saat aku menyukai Eru, aku akan berusaha memendam dan menghapus perasaan itu sesegera mungkin.

Lihat selengkapnya