Di jam istirahat berikutnya aku memberanikan diri untuk menemui Alex di perpustkaan. Seperti kata Alex kemarin, 'jangan memikirkan apa yang akan orang-orang katakan tentang kita'. Lagipula aku tidak kuat duduk berlama-lama di kelas berikutnya atau duduk di kantin dengan kepungan tatapan yang siap menerkam.
Alex sudah berada di sana sebelum aku, ya, karena ini markasnya. Atau besar kemungkinan Alex sudah berada di sini sebelum istirahat. Alex tengah tidur. Wajahnya ditutup dengan sebuah majalah langganan sekolah. Aku tidak ingin membangunkannya karena ia tampak begitu pulas sampai-sampai tidak menyadari kedatanganku yang memanggil-manggil namanya. Alex tidak tidur di tempat ia biasa duduk. Ia berada di antara rak yang lebih jauh ke dalam perpustakaan.
Butuh puluhan detik untuk menyadari ada bercak darah di telapak tangan Alex. Karena panik, aku langsung menyingkirkan majalah yang menutupi wajahnya. Alex terluka. Wajahnya babak belur. Bagaimana mungkin Alex bisa tertidur dengan kondisi seperti ini?
"Alex!" Aku mengguncang tubuh Alex beberapa kali, namun ia tidak segera bangun. Aku menepuk-nepuk pipinya yang berdarah dan masih saja tidak ada respon darinya. Aku berteriak keras-keras untuk meminta tolong kepada siapapun yang berada di tempat ini. Namun Alex menutup mulutku dengan salah satu tangannya dan bilang kalau ia baik-baik saja. Aku menggeleng dan terus berteriak karena panik. Alex benar-benar terluka parah. Bahkan ia mengaduh kesakitan di daerah perutnya.
"Laura..."
"Siapa yang melakukan ini padamu?"
"Aku baik-baik saja." Alex terbatuk-batuk dan menggenggam telapak tanganku sambil mengatakan, "semua akan baik-baik saja."
"Kau bisa berdiri?" tanyaku kemudian. Setelah memikirkan sesuatu lewat wajahnya yang tersenyum kepadaku, aku bertanya, "ada apa?"
"Aku mimpi indah," ucapnya sambil mengerang dan memegangi perutnya.
"Kau bisa berdiri?" Aku mengabaikan ucapannya karena kupikir ini bukan saatnya membicarakan hal seperti itu. "Kita harus ke unit kesehatan." Aku berteriak sekali lagi dan berharap seseorang mau membantuku untuk membawa Alex yang terlalu lemah, namun Alex lagi-lagi menahanku.
"Jangan lakukan itu, Laura. Kita akan keluar dari sini begitu bel masuk berbunyi." Aku tidak tahu apa yang berada di pikiran Alex saat ini. Bisa-bisanya ia mengatakan itu sementara lukanya begitu parah. Aku bahkan tidak sanggup melihatnya lagi. Aku tidak bisa menahan tangisanku. Siapa yang melakukan ini padamu, Alex?
"Alex.. Kau.."
"Turuti saja apa yang kukatakan, Laura. Aku baik-baik saja."
"Aku akan ke unit kesehatan dan mencari sesuatu yang bisa membantumu." Aku menghapus sisa airmataku dan berusaha membopong Alex untuk bangkit setelah ia terus mengatakan bahwa ia akan baik-baik saja. "Kau harus berbaring untuk mengurangi rasa sakit di perutmu." Aku membaringkan tubuh Alex di sebuah kursi panjang di ujung rak buku besar ini. Karena perpustakan sekolah cukup luas dan jam istirahat sangat jarang pengunjung, maka tidak satupun orang yang muncul meski sejak tadi aku berteriak meminta tolong.
"Kau keras kepala," ujarnya setelah kuberitahu kalau aku akan pergi.
Aku memutar bola mata kesal karena ia tidak sadar bahwa yang keras kepala adalah dirinya. "Sebaiknya kau intropeksi diri dulu, Bodoh." Aku meninggalkan Alex dan berlari ke ruangan kesehatan sekolah. Ada beberapa orang di sana. Mereka berhenti mengobrol begitu menyadari siapa yang masuk dengan terburu-buru. Aku tidak peduli dan hanya mencari apa yang kubutuhkan lalu pergi dari sana.
"Kita seperti buronan," ucapku lirih ketika membersihkan luka di wajah Alex. Alex mendadak tampak sedih ketika kuucapkan kalimat itu. Aku tahu ia sedang merasa bersalah. "Kau terluka tetapi seperti tidak berhak mendapatkan penanganan dari sekolah."
"Aku baik-baik saja."
"Kau yang baik-baik saja, aku tidak. Kau pikir aku bisa baik-baik saja melihatmu seperti ini." Aku menghapus airmata di pipiku lagi. Mungkin apa yang kulakukan di wajah Alex tidak selembut yang tadi, namun ia tidak mengaduh meski berkali-kali tubuhnya tersentak karena terkejut.
"Semua akan baik-baik saja."
"Siapa yang melakukan ini?"
"Bobby.." Apa? Kenapa bisa... Bukankah... Apa masalah Bobby? Kenapa ia sampai tega menghajar wajah Alex sampai babak belur?
"Kenapa mereka melakukan itu kepadamu?"