Ruang Memori

bibliosmia
Chapter #11

Tempat Pulang Yang Baru

Malam itu sedikit berselimut haru, Yohan membawa Aca keluar dari rumah orang tuanya, semua tentang hidup Aca sekarang berpindah sepenuhnya ke pundak Yohan. Baik atau buruknya Aca, semua hanya akan tergantung dirinya sendiri dan suaminya, seisi keluarga berharap, Aca bisa lebih banyak tersenyum.

“Aca pamit, Bu.” Aca berdiri menggenggam tangan Ibunya.

“Iya.” Ibu menjawab singkat, karena tidak tahan menahan haru, seminggu yang lalu mereka semua masih merasa Aca adalah puteri kecil mereka, tapi malam ini ketika 4 koper sudah masuk ke dalam mobil Yohan, mereka baru menyadari puteri kecil mereka sudah harus pergi dan keluar dari rumah.

“Pak, Aca pamit.” pamit Aca pada Bapaknya.

“Sering-sering ke sini ya!” jawab Bapak mengelus kepala Aca, hanya dijawab anggukan oleh Aca.

“Aca pamit, Mas.” Aca berdiri di antara kedua kakaknya yang sudah mulai melow sejak acara pamit-pamitan itu dimulai. “Hm” jawab kedua Kakak Aca kompak, tidak mengeluarkan kata lain.

“Jawab yang bener kenapa sih?” Aca mulai mengeluarkan kejudesannya, tapi tiba-tiba Arya dan Aryo langsung mendekap Aca kuat. Dalam waktu yang cukup lama, mereka saling memeluk, memejamkan mata, diam dalam lamunan masa kecil, terlihat tetesan air mata mulai keluar dari mata ketiga saudarah itu. “Kita pasti kangen ngejahilin kamu, Ca!”

“Aca pasti sering-sering ke sini kok.” jawab Aca pelan.

“Jangan!” jawab Aryo sambil tertawa dalam tangisnya.

Ok, kalo gitu tiap hari ke sininya.” jawab Aca yang juga menangis sambil tersenyum.

Deal.” jawab Arya yang juga tertawa dalam tangisnya, suasana semakin haru ketika Yohan mulai berpamitan, setiap jabat tangan meninggalkan pesan agar Yohan, menjaga Aca dengan baik.

“Bapak titip Aca, jaga dia, kalau ada sesuatu yang kurang dari apa yang dia lakukan, tolong ajari dia, jangan bentak dia, jika suatu hari ada sesuatu yang salah dari pernikahan kalian, tolong jangan tinggalkan Aca begitu saja, cukup kembalikan dia ke rumah ini!!” pesan Bapak yang sangat dalam.

“Saya akan jaga Aca seperti saya menjaga diri saya sendiri, saya tidak akan meninggalkan Aca, selama semua kesalahan bisa kami perbaiki bersama.” jawab Yohan.

“Yohan?” panggil Ibu lembut.

“Iya Bu?” Yohan mendekati Ibu.

“Aca perempuan yang terlalu kuat pendiriannya, banyak hal yang harus kamu pelajari untuk mengerti dia, tapi yang harus kamu tau, selama hidupnya dia tidak pernah mengecewakan Ibu sebagai Ibunya.”

“Yohan akan mencintai Aca, seperti Ibu mencintainya.”

malam itu semua barang sudah masuk ke dalam mobil Yohan, disusul oleh dua orang yang akan segera pergi dari rumah itu, “Hati-hati di jalan!!” kata terakhir dari keluarga Aca.

Mobil itu kini melaju meninggalkan rumah yang duapuluh tiga tahun Aca tempati, dari hanya seperti gubug kecil, hingga berkali-kali direnovasi, diperbesar sedikit demi sedikit, hingga akhirnya menjadi istana ternyaman untuk keluarga Hadiwijaya.

-||-

Tidak butuh waktu berhari-hari untuk menuju kediaman Yohan, atau rumah baru untuk Aca, cukup satu setengah jam dan kini mereka sudah tiba di rumah yang tidak kalah indah dari rumah Aca sebelumnya.

“Ini rumah kita.” kata Yohan memperkenalkan huniannya pada Aca, sedangkan Aca hanya diam, kagum melihat seluruh isi rumah itu.

“Ini rumah Mas Yohan?” tanya Aca.

“Rumah kita, Ca,” Aca diam tanpa senyum, kemudian mengikuti langkah kaki Yohan, yang terus menunjukkan semua sisi ruangan rumah itu.

“Ini kamar kita.” Yohan mengajak Aca memasuki kamar meraka.

Ok” jawab Aca singkat.

“Kamu istirahat, saya mau ambil barang-barang kamu di depan.” Yohan beranjak ingin keluar dari kamar. “Mas, bisa kita ngomong sebentar?” ucap Aca menghentikan langkah Yohan.

“Boleh, apa?” Yohan menunggu, kalimat apa yang akan keluar dari bibir Aca.

“Maaf sebelumnya, saya tau kita sudah menikah, saya tau kita sepasang suami dan istri, tapi apa Mas Yohan bisa ngerti bahwa kita menikah karena perjodohan? Bisakah kita sama-sama memberi waktu diri kita untuk beradaptasi? Atau belajar untuk saling mencintai, supaya rumah tangga ini bisa kita lewati sampai tahun-tahun ke depan nanti.” Aca berkata serius.

“Bukannya dari dulu saya sudah bilang ke kamu, kalau saya mencintai kamu?” jawab Yohan memandang Aca.

“Tapi bukannya kamu juga orang yang ngebuat saya patah hati? gimana saya harus percaya bahwa kamu mencintai saya, setelah pata hati yang kamu beri ke saya?”

“Kita menikah. Apa itu nggak membuat kamu percaya, bahwa saya mencintai kamu?”

“Kita dijodohkan, itu yang saya tau.”

Lihat selengkapnya