Sudah lebih dari delapan jam Niken terbaring di ruang ICU tanpa membuka matanya, Aca dan Saras yang masih menunggu di luar dengan pakaian tidur mereka, bahkan Aca sudah melewatinya dengan satu botol infus, beruntung sekarang sudah dilepas. Percaya atau tidak, hari-hari berat akan dilewati mereka, Niken tidak punya siapa-siapa kecuali Saras dan Aca, hanya mereka yang Niken punya. Hari minggu seperti ini biasanya Niken paling sibuk mengajak berolahraga, tapi hari ini anggap saja Niken sedang beristirahat.
“Lo pulang deh Ca, istirahat!” Suruh Saras, tapi Aca menggeleng, “Kalo kita berdua sama-sama di sini, terus sama-sama capek dan sakit, nanti nggak ada yang bisa diajak ngobrol sama Niken, kalo dia sadar nanti.”
“Kalo gitu lo yang pulang” pinta Aca.
“Badan lo yang udah sampe limitnya, kenapa harus gue yang pulang?” Saras menjawab tegas.
“Ok gue pulang, tapi nanti sore gue balik lagi.” ucap Aca yang mengakui, bahwa tubuhnya sudah tidak sanggup lagi berdiri.
“Iya.”
Aca berdiri menghadap pintu kaca ruang ICU, melihati Niken yang sekarang berjuang di dalam sana, setelah itu Aca mengajak Yohan untuk pulang berisitirahat, Aca mengalah karena tubuhnya memang sudah sampai pada batasnya.
Di perjalanan pulang, Aca tetap diam menahan sakit dan pedihnya batin yang baru saja tersobek-sobek, Aca memalingkan wajahnya keluar jendela, tak henti menghapus air mata yang jatuh ke pipinya, kali ini batin Yohan ikut tersakiti melihat Aca terpuruk, tidak tahu harus berbuat apa, yang Yohan bisa lakukan adalah tetap berada di samping Aca.
“Saya di sini.” ucap Yohan sambil pelan meraih tangan Aca dengan tangan kirinya, Yohan memberanikan diri menggenggam tangan Aca. Aca membiarkan tangan mereka saling menggenggam, pandangan yang sejak tadi terbuang keluar jendela kini menatap Yohan dengan dalam, Yohan yang menyadari Aca melihatnya, hanya berani memberikan senyuman kecil, berharap Aca tenang karena Yohan berada di dekatnya.
“Kamu, bisa temenin saya lebih lama?” tanya Aca sambil terus menatap Yohan yang sedang menyetir mobil dengan satu tangan.
“Saya akan menetap selama apapun yang kamu mau.” jawaban Yohan membuat tangis Aca pecah, seketika Aca melemparkan tubuh kecilnya kepelukan Yohan, hari ini Aca seakan menemukan rumahnya, membiarkan hatinya tenang dalam payungan Yohan, “Nangis aja, gapapa!!” Yohan melingkarkan tangannya menutup kedua mata Aca. Membiarkan Aca menangis sekencang dan selama yang dia mau.
Kadang, seseorang yang datang pada kita ketika mereka menangis memang hanya butuh tempat untuk menangis, bukan meninta kita untuk menyuruhnya berhenti menangis.
-||-
Sudah tiga hari Niken berada di rumah sakit, sebelum 48 jam dari komanya, Niken sudah sadarkan diri meskipun belum banyak berbicara, Niken hanya bisa berbicara dengan Saras ataupun Aca, sepengetahuannya dia mengalami kecelakaan malam itu tepat pukul sepuluh, ada truck pabrik yang menabraknya dari samping sehingga mobilnya terpental menabrak pembatas jalan lalu terguling, setelah itu yang dia ingat hanyalah dia yang sedang bahagia menghabiskan waktu di salon, tanpa sadar sudah hampir 48 jam dia tertidur pulas.
“Ini hari keberapa gue di sini?” tanya Niken ke Aca dan Saras.
“Hari ketiga.” jawab Aca mengangkat ke-tiga jarinya ke atas.
“Siapa yang ngijinin kepala gue di botakin?” tanya Niken sambil memegang kaca, memperhatikan kepalanya yang sekarang sudah tak berambut lagi, sedangkan Aca dan Saras panik setengah mati mendengar pertanyaan ini.
“Itu ...” Saras takut menjawab, “Ken, yang penting sekarang ini adalah kesehatan lo, bukan perkara rambut” jelas Saras hati-hati.
“Heh! Gue abis dari salon ya, itu rambut gue permak sampe abis duit sejuta, gokil banget taunya di botakin gini?” Niken berteriak kesal.
“Tapi bagusan botak kok.” Saras mencoba leluconnya.
“Sialan!” Niken tertawa kecil sambil memukul pelan pundak Saras dengan tenaga yang belum seutuhnya kembali.
“Hahaha,” Aca ikut tertawa, “Rambut lo di apain sampe abis duit sejuta?” sambung Aca bertanya.
“Banyak, ini, itu, kalo tau bakal botak gue botakin aja kemaren cuma limapuluh ribu ini.”
“Hahaha, makanya kalo nyalon ngajak-ngajak biar nggak kena tulah lo.” mereka tertawa, berusaha membuat musibah ini sebagai lelucon, tapi bagaimanapun mereka adalah tiga orang perempuan yang berhati lembut, selayaknya perempuan lain, sekeras apapun cara mereka untuk menutupi kesedihan, air mata akan tetap turun dengan sendirinya.
Di sela tawa itu, Niken meneteskan air matanya, menunjukkan betapa sedihnya dia mengalami hal sesulit ini, Niken menutupi wajahnya dengan kedua tangan, “Lo tetep cantik Ken, tetep lebih cantik dari kita berdua.” Aca mencoba menenangkan Niken.
“Gue tau.” jawab Niken yang masih menutupi wajahnya.
“Tetep paling semuanya di antara kita.” tambah Saras.
“Iya, gue tau.” jawab Niken lagi.
“Hm ...” Aca tersenyum, memeluk Niken dengan erat bersama Saras.
Sudah tiga hari ini Aca dan Saras bergantian menjaga Niken, sudah tiga hari ini pula Aca tidak pulang ke rumah bersama Yohan, Yohan sengaja menitipkan Aca ke rumah orang tuanya di saat dia bekerja, bahkan ketika malam Aca menunggui Niken di rumah sakit, Yohan ikut tidur di rumah sakit.
-||-
Di hari ke-tiga Niken berada di rumah sakit, Dokter bilang belum banyak perkembangan untuk kesehatan Niken, tangannya yang patah juga butuh waktu lama untuk di sembuhkan, luka-luka kecil di tubuhnya juga baru berangsur membaik, jahitan di kepalanya juga terkadang masih membuat Niken marasakan sakit yang luar biasa.
“Terus kita harus gimana, Mas?” tanya Aca pada Arya saat sedang di luar ruang inap Niken.
“Sabar, semua butuh proses, Niken pasti sembuh walaupun dalam waktu yang lama.” jawab Arya.
“Apa rambutnya bisa tumbuh lagi?” Aca bertanya begitu cemas. “Bisa Ca, pasti tumbuh lagi.” Arya meyakinkan.
“Ah Alhamdulillah, kalo gitu Aca pamit ya.”
“Pulang?” tanya Arya. Aca menggeleng pelan, “Enggak, Aca mau ke kafe ada urusan di sana.”
“Urusan apa?”
“Aca mau nutup kafe dulu sebentar, kita bertiga butuh waktu buat tenang, Mas.”
“Oh. Mas dukung apapun keputusan kamu, istirahat boleh tapi jangan berhenti, kafe ini kan mimpi kalian bertiga, jadi jangan nyerah ya!”
“Iya, Mas!”
Aca berangkat menuju kafe pagi ini dengan ojek online andalannya, sebelumnya dia sudah menginformasikan untuk para karyawannya untuk datang semua dan tidak membuka kafe, ada beberapa hal yang membuat mereka memutuskan untuk menutup kafe sementara, karena jika dilanjutkan, kemungkinan besar akan lebih banyak hal yang menjadi masalah.