Maesa
Saat aku berumur delapan tahun, ibu menggendongku ke lautan. Aku ingat angin yang menampar-nampar wajahku, membuatku meringis. Serta wajah ibu yang tidak menampakkan apa pun, rambut pendeknya membuat wajahnya terlihat dengan jelas. Rambut panjangku terus menghalangi pandangan, tetapi aku tidak menyingkirkannya. Karena bahkan pada saat itu, aku merasakan sesuatu yang tidak beres. Dan, aku tidak mau melihatnya.
Air laut sudah mencapai pinggang ibu dan dia masih berjalan. Kakiku merasakan basahnya air itu, begitu dingin dan menghanyutkan. Aku memeluk leher ibu, tidak mengatakan apa pun meskipun ibu terus berjalan sampai air laut sejajar sejajar dagunya. Dia berhenti sebelum seluruh badannya berada di bawah permukaan air, dan berbisik padaku. “Hentikan Ibu, Sa.”
Aku tidak melakukannya. Aku terlalu takut, aku bahkan tidak tahu apa yang mau kami lakukan. Masuk ke tengah lautan saat tengah malam, bukan hal normal untuk dilakukan. Namun, aku masih berumur delapan tahun saat itu. Otak delapan tahunku dipenuhi kengerian yang tak terjelaskan, dan tubuh delapan tahunku menggigil oleh dinginnya angin malam.
Saat ibu menarikku dari gendongannya, aku menjerit. Entah kenapa aku yakin kalau dia akan memasukkanku ke dalam air, dan meninggalkanku di sana sendirian. “Ibu! Jangan!” pekikku. Maksudku waktu itu adalah jangan lepaskan gendongannya.
Ibu memelukku semakin erat, aku menyembunyikan tangisanku di lehernya yang telanjang. Dan, ibu menangis di punggungku. Tangisannya menyakitkan untuk didengar, sehingga aku sering memimpikan tangisan itu.
Pada akhirnya, kami selamat.
Ibu tidak jadi membunuh kami berdua malam itu, entah karena apa. Mungkin karena pekikanku, atau mungkin karena waktu itu dia belum siap. Tapi, hal yang pasti. Aku tahu bahwa ibu juga ingin membunuhku. Dia bisa menenggelamkan dirinya sendiri malam itu tanpa membawaku. Tapi dia menggendongku dan bahkan mencoba melepaskanku di tengah lautan. Dia bisa membunuhku malam itu.
Aku memandang langit-langit kamar Roman, malam ini aku tidak mau tidur sekamar dengan Ronan, dia mengatakan hal-hal buruk yang membuatku mengingat peristiwa menyakitkan dengan ibu. Dia menganggap aku jalang karena kesalahan kecil. Dia tidak tahu apa yang kualami sampai harus merokok ganja—dan aku sudah mencoba berhenti, semua ganja sudah kubuang ke dalam kloset, aku mencoba menjadi lebih baik.
Meskipun aku berantakan dan jalang (seperti ungkapan Ronan), aku tidak akan pernah menggendong Ramon atau Roman ke dalam lautan untuk menenggelamkan mereka. Aku tidak akan pernah setega itu. Dan, aku masih memiliki akal sehat. Tidak seperti ibuku.
Dia bahkan melukiskan peristiwa itu di lukisan terakhirnya. Lukisannya memperlihatkan tubuh ibu (yang telanjang) dari belakang, lekuk tubuh dan tanda lahir di punggungnya terlihat. Dia menggendongku yang memakai baju tidur, wajahku tidak terlihat karena tertutupi rambut. Kami belum masuk ke lautan. Ibu hanya berdiri di atas pasir, memandang bulan yang menggantung di atas air.