Ruang Sunyi

Sayyidatul Imamah
Chapter #11

11

Ronan

Seperti biasa, pada hari Senin Ronan mengantarkan Ramon ke sekolah. Mereka tidak banyak bicara, Ramon juga bangun sendiri ketika waktunya sekolah. Tidak banyak interaksi yang terjadi di antara mereka. Ronan juga tidak berusaha mencairkan suasana, dia merasa lelah dan kalah. Ketika dia melihat wajahnya di cermin, dia merasa sepuluh tahun lebih tua. Dia berencana untuk membeli pewarna rambut agar ubannya tidak terlalu kelihatan.

Ramon keluar dari mobil tanpa mengatakan apa pun ketika sudah sampai di sekolah.

Ronan menjalankan mobilnya sambil mendengarkan musik klasik. Dia mencoba menjernihkan pikirannya dengan berhenti di kafe dan memesan kopi. Saat duduk di meja dekat jendela, dia melihat perempuan yang dikenalnya menyeberang untuk menuju kafe yang dia tempati.

Ronan meletakkan cangkirnya. Tubuhnya membeku.

Perempuan itu masuk tanpa melihat Ronan, lelaki itu menundukkan kepalanya, berharap perempuan itu tidak akan pernah melihatnya.

Perempuan itu memang tidak melihatnya, dia duduk di depan Ronan, membelakanginya. Bahkan dari jarak sejauh itu, Ronan masih bisa mencium bau parfumnya.

Lelaki itu menjadi bergetar. Dia takut sesuatu akan terjadi. Sesuatu yang akan membuatnya merasa bersalah seumur hidup.

Tidak ada yang bisa dilakukan Ronan selain terus menunduk dan sesekali memperhatikan perempuan itu, dia sudah tidak berminat pada kopinya, dia ingin segera keluar dari tempat ini secepatnya sebelum perempuan itu menyadari keberadaannya.

Seorang pelayan mendatanginya untuk bertanya apakah kopinya mau diisi ulang. Ronan menjawab tidak dengan pelan agar perempuan di depannya tidak mendengar. Perempuan itu tak akan mendengar karena dia sedang menelepon seseorang. Kuku jarinya yang dicat biru pucat tertangkap oleh pandangan Ronan. Perempuan itu juga masih memakai baju yang dulu sering dipakainya, sweter kebesaran dengan celana jin.

Orang yang mau ditemui perempuan itu datang beberapa menit kemudian. Seorang ibu-ibu berbadan gempal yang seluruh perhiasannya dipakai di seluruh tubuhnya. Suara gemerincing perhiasan itu pasti menggoda para perampok di jalanan. Ronan tidak percaya seseorang bisa membuat dirinya menjadi santapan yang nikmat bagi orang jahat.

Perempuan itu menyapa ibu-ibu itu dengan ramah, mereka berbicara sambil diselingi suara tawa. Dari menguping percakapan mereka, Ronan tahu bahwa sekarang perempuan itu menjadi seorang guru (seperti yang selalu diinginkannya) dan ibu yang memakai banyak perhiasan itu adalah wali dari muridnya. Mereka membicarakan tentang masalah si anak. Lalu, Ronan mendengar perkataan si perempuan yang mengatakan betapa susahnya mengajar anak-anak SMA.

Di tempat duduknya, Ronan mencair. Otaknya mulai bergerak ke mana-mana, memikirkan segala kemungkinan.

Jika perempuan itu adalah guru SMA dan dia berkeliaran di dekat sekolah anaknya, ada kemungkinan kalau dia mengajar di sekolah Ramon. Dan, ini pertama kalinya mereka bertemu di lingkungan ini.

Ronan berdiri dan keluar dari pintu kafe sambil menunduk, berharap perempuan itu tidak melihatnya, dia juga berharap perempuan itu tidak mengajar di sekolah Ramon. Harapan seperti itu selalu berujung runcing, Ronan tahu itu.

Lihat selengkapnya