Rukyat Maan

ersula
Chapter #4

Keping 4

---

Rasanya wangi mentega dari kue Poffertjes hangat itu menumpaskan kebekuan di pagi hari. Ditambah wangi teh dengan susu hangat yang berpadu tepat. Sudah pasti, Mitch akan merindukan sarapan buatan ibunya. Beberapa jam lagi, dia akan segera meninggalkan Netherlands

"Eet op, makanlah, Mitch." Amy duduk di hadapan Mitch, sedang suaminya masih membolak-balik lembaran surat kabar pagi itu di depan pintu. Loigan cuti hari itu.

"Terima kasih."

"Apa ada kabar terbaru?" Tanya Amy melirik suaminya. Mereka juga selalu memantau keadaan pasca pengalihan pemerintahan Kerajaan ke Pemerintahan kerajaan Bataaf. Banyak pihak politik yang tidak menyetujui akan kedudukan bangsa Perancis di Netherlands.

Loigan menggelengkan kepalanya. "Hanya berita pasukan Inggris yang kabur ke Malaysia," jawabnya sambil melipat surat kabar itu menjadi beberapa lipatan, kemudian menghempaskannya ke atas meja makan. Loigan menepuk punggung Mitch sebelum duduk sampingnya. Mitch tersenyum datar membalas ayahnya.

"Kamu mau kopi atau teh, Sayang?"

"Gewoon een kopje koffie (secangkir Kopi saja)."

Amy kembali berdiri menuju oven pemanggang. Dia mengambil teko kopi yang masih mengeluarkan asap halus. Walaupun musim dingin, pagi itu cahaya matahari keluar, sorotnya hangat menembus sela-sela kaca. Amy menunduk dan memasukkan beberapa potongan kayu cemara kering ke dalam pemanggang kuno, sebagai pemanas ruangannya.

"Apakah kamu tidak takut, Mitch?"

Mitch meletakkan cangkirnya. Dia berpikir apa maksud ayahnya dengan kata 'takut'? Takut dengan musuh atau mungkin khawatir? Atau ....

"Nee. Tidak, Ayah," jawabnya seraya mengambil sepotong kue Poffertjes dengan garpu. "Aku sudah siap pergi."

"Nusantara yang sekarang berbeda. Orang-orang Pribumi sudah berani bersuara. Terutama para pemuda-pemudinya." Bola mata Loigan menyambut langkah istrinya mendekatinya. "Ayah, khawatir akan banyak pemberontakan di sana."

Kopi hitam itu tertuang hangat di dalam cangkir putihnya. asap halus membumbung membawa wangi kopi yang terseduh dengan sempurna, mewarnai sarapan terakhir mereka pagi itu.

"Ja. Wajar mereka pasti memberontak, karena hasil buminya terus-terusan dimonopoli oleh orang-orang Netherlands tidak bisa menanam kopi sebaik ini," ucap Mitch tersenyum.

Lihat selengkapnya