“Hei! Ngelamun aja.”
“Siapa yang ngelamun.”
“Tatapanmu itu kosong, apalagi namanya kalau bukan melamun? Bengong?”
Kira yang tadinya duduk sendirian di bangku taman sekolah tiba-tiba kedatangan Bagas. Laki-laki itu tiba-tiba saja muncul, padahal Kira tengah menikmati lamunannya.
Bagas baru datang ke sekolah. Awalnya dia ingin mampir ke perpustakaan sebelum memasuki kelas, tapi di pertengahan jalan dia melihat Kira yang sedang duduk melamun. Entah apa yang gadis itu pikirkan, tidak malam tidak siang keadaannya tetap sama. Terlihat murung.
Tidak tahu persis masalah yang sedang Kira hadapi itu seperti apa. Bagas tidak ingin banyak bertanya karena dia pikir tidak punya hak untuk mengetahuinya. Selagi Kira tidak membagi ceritanya dengan suka rela, Bagas masih tau batas untul tidak mencampurinya.
“Mmmmm..., Ra. Katanya di depan sekolah kita ada pedagang nasi uduk enak, mau makan ke sana nggak?” tawar Bagas.
“Aku habis sarapan, jadi kayanya engga, deh. Kamu kalo mau makan, makan aja.”
“Yahh, Ra, masa makan sendirian.”
“Temen kamu ... banyak, kan?” tanya Kira sedikit ragu.
“Kamu, kan, juga temenku, Ra. Ini aku lagi ngajakin kamu.”
Sebenarnya Kira sudah kenyang, tapi menolak ajakan Bagas juga tidak enak. Dan menolak adalah hal yang paling Kira hindari. Kira paling tidak bisa mengatakan tidak. Mungkin karena Kira tahu sebuah penolakan adalah hal yang paling tidak diinginkan, atau yang lebih tepat Kira juga tidak ingin mendengar sebuah penolakan.
“Ya udah ayok, mumpung belum masuk.”
“Nah, gitu dong, tumben gampang mau di ajak biasanya kamu paling susah kalau di ajak-ajak.”
Kira mendengus, “bukan susah, emang nggak pernah ada yang ngajak.”
Memang siapa yang mau ngajak Kira makan bareng? Memang siapa yang mau ngajak Kira bepergian? Atau lebih tepatnya, memang ada yang mau membawa seorang Kira Kartikasari?
Kira tidak suka berbaur dengan orang banyak. Kira tidak suka banyak bicara. Kira terlalu membenteng dirinya, tidak pernah membiarkan siapapun masuk ke dalam dunianya. Itulah kenapa Kira tidak pernah memiliki seorang teman.
Kira tidak aktif di organisasi. Tidak banyak pula orang yang mengetahui keberdaan Kira di sekolah, mungkin hanya beberapa teman seangkatannya dan juga teman sekelasnya. Dan Bagas adalah orang pertama yang mengakui keberadaan Kira. Mereka seringkali satu kelompok, jadi Kira sudah terbiasa kalau dengan Bagas.
***
“Ini kamu yakin nggak mau ikut makan?” tanya Bagas.
“Kesepakatannya Cuma nemenin, kan?”
“Ya iya, tapi sekarang malah aku yang nggak enak.”
“Aku minum air putih aja.”
“Makan juga aja, Ra. Sepiring berdua sama aku mau?” tawar Bagas.