Rumah

Sena Marselina
Chapter #6

6. Dilarang Berbicara

 “Selamat pagi.”

Bagas datang dengan wajah cerianya. Muncul di depan Kira yang tengah membaca buku di perpustakaan.

“Ngapain kamu di sini?”

“Loh emang nggak boleh, Ra? Perpustakaan bukannya tempat umum ya?”

“Terserah kamu, deh, yang penting jangan ganggu aku.”

Kira pindah tempat, menjauhi Bagas. Namun laki-laki itu mengekorinya dan kembali duduk di depan Kira.

Kira kembali ke tempat semula ia duduki. Bagas mengikuti lagi.

“Semalam mendung. Sekarang kayanya badai ya?”

Kira mengernyitkan dahi, tidak mengerti dengan maksud ucapan Bagas. Apa laki-laki ini senang membaca cuaca atau bagaimana? Kira tidak mengerti dan tidak ingin peduli.

“Biar cerah lagi kaya kemarin gimana ya, Ra? Apa aku harus sebarin brosur lagi biar pelanggan banyak buat cerah lagi?”

“Kamu ngomong apaan, sih?”

“Ngomongin kamu, lah, Ra.”

“Kok jadi aku.”

“Aku lagi ngeramal cuaca hati kamu.”

“Sakit kamu, Gas.”

Kira meninggalkan Bagas seperti biasanya. Entah ini hanya perasaannya saja atau memang Bagas sedikit aneh dari biasanya. Akhir-akhir ini laki-laki itu seringkali menghampirinya, ngobrol tidak jelas sampai membantu padahal Kira tidak pernah meminta.

Dari gelagatnya Kira dapat menebak kalau Bagas sedang berusaha mendekatinya. Lihat saja dari sebelum-sebelumnya, Bagas selalu memaksa Kira untuk membuka diri kepada dunia. Tak ubah sebagaimana mestinya, meski Bagas berusaha sekuat apapun membujuknya, Kira tidak akan pernah mau membagi ceritanya.

“Temenin aku ke warung depan lagi,yuk.”

“Pergi aja sendiri.”

“Aku traktir kamu, deh, Ra.”

“Mau dibujuk kaya gimana pun aku tetep nggak mau.”

Bagas diam, memikirkan cara supaya Kira mau menemaninya makan seperti kemarin. Kemudian dia beranjak pergi meninggalkan Kira.

Sempat Kira perhatikan Bagas sampai laki-laki itu menghilang di balik pintu perpustakaan. Akhirnya dia menyerah juga.

Kira kembali membaca bukunya. Ketenangan sempat dia rasakan sampai kemudian Bagas kembali lagi sambil menenteng kantong kresek berwarna putih.

Dia mengeluarkan isinya yang ternyata dua bungkus nasi uduk dan dua bungkus plastik teh hangat.

“Satu untukmu, satu lagi untuku,” katanya.

Kira tidak habis pikir dengan laki-laki di depannya itu. “Aku nggak laper.”

“Yah, padahal udah aku beliin.”

“Aku nggak nyuruh kamu beli ini untuku.”

Lihat selengkapnya